Chapter 13

1.5K 56 1
                                    

ANNA



Sekarang pukul setengah enam pagi dan aku kembali sendirian bersama ayam-ayam lagi. Tanganku mengulur, mengambil sekantong serpihan kayu sebelum kemudian mulai menebarkannya ke lantai. Salah satu ayam, yang ku beri nama Pearl, menghampiri dan aku mengulurkan tangan untuk mengelusnya sebelum dia melompat menjauh sambil berkotek.

Sudah terhitung satu minggu sejak aku tinggal di Grayson Farms. Selain sudah terbiasa dengan pekerjaan rumah yang Silas berikan, hal yang awalnya ku keluhkan kini perlahan mulai menjadi rutinitas sehari-hariku. Yah, walaupun bangun sebelum jam enam pagi masih merupakan sebuah tantangan untukku.

Pagi ini, Jace ada di bengkel bersama ayahnya. Memberiku waktu sebanyak mungkin untuk menyelesaikan pekerjaanku ini tanpa harus buru-buru. Jika saja Jace bersamaku sekarang, mungkin dia akan menyuruhku agar bergegas supaya aku bisa menemaninya bermain.

Jujur saja, aku tidak pernah mengira akan menyukai anak-anak sebesar aku menyukai Jace. Bukan sekali dua kali kami berakhir lupa diri saat menghabiskan waktu bersama. Untuk ukuran bocah delapan tahun, dia sangat menyenangkan dan benar-benar mudah untuk disukai. Bahkan Silas juga menjadi sedikit lebih ramah sekarang. Meskipun dia masih saja bermuka datar saat berbicara denganku. Tapi karena kini aku tau itu memang sifat aslinya, aku tak lagi tersinggung dan menganggap dia membenciku.

Semenjak menyadari bahwa Silas bukanlah tipe orang yang suka bicara, aku tak lagi berusaha mengakrabkan diri dengannya. Di terima sepenuhnya di rumah ini sudah lebih dari cukup untukku. Tapi tentu saja, aku masih tidak bisa menjamin dia tidak akan memecatku sewaktu-sewaktu. Membaca Silas bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan.

Beristirahat sejenak, aku menyeka butiran keringat di dahi dengan punggung tanganku. Sepertinya ketika dulu aku berpikir bahwa New Harmony tampak seperti tempat yang sempurna untuk membangun kehidupan baruku, aku memang tidak salah.

Aku bersandar pada gagang garpu rumput dan menyipitkan mata saat membayangkan masa depan di mana aku tinggal di sini di Grayson Farms dan bekerja hingga Jace dewasa. Saat itu terjadi, mungkin semua kekhawatiranku tentang Ben akan hilang. Dengan rentang waktu selama itu, dia seharusnya sudah melupakanku dan move on. Atau paling buruknya mencari orang lain untuk menggantikanku sebagai objek pelampiasan amarah sekaligus obsesinya.

Rasa ngeri merambat ke nadiku, hal yang selalu terjadi setiap kali aku memikirkan tentang Ben. Aku cukup mengenalnya hingga aku yakin bahwa dia bukanlah jenis orang yang mudah menyerah.

Perutku menegang ketika memikirkan kembali ancaman Ben yang bersumpah akan memburuku jika aku sampai meninggalkannya. Ketakutanku semakin merajalela saat menyadari dia mungkin akan benar-benar melakukannya. Ben adalah tipe orang yang selalu membalas dendam kepada siapapun yang mengkhianatinya, apapun yang terjadi. Jika dia sampai berhasil menemukanku, dia sudah pasti akan menghancurkanku lebih dalam.

Suara pintu kandang ayam terbuka membuatku terlonjak dan aku menoleh dengan waspada. Terperangkap dalam trauma ketakutanku terhadap Ben, secara naluriah aku mengangkat garpu rumput sebagai bentuk perlindungan diri.

"Maaf, aku tidak bermaksud menakutimu." aku lega ternyata itu Silas. Suaranya yang dalam dan menenangkan membuat ketakutanku lenyap begitu saja.

Menurunkan garpu rumput ke lantai, aku menghela napas dan tertawa. "Uhm, ya, tidak apa-apa."

Namun Silas tidak berbagi tawa denganku. Matanya menyipit seolah dia tengah mencoba membaca rahasiaku.

"What are you so scared of?" dia bertanya. Sebagian diriku berharap bisa jujur, tapi aku tahu itu bukanlah pilihan untuk saat ini.

Suddenly I'm a NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang