Chapter 61

1.2K 47 3
                                    

ANNA



Aku terbangun karena beban lengan Silas yang memelukku. Meringkuk di hadapannya, punggungku menempel di dadanya. Tangannya menangkup salah satu payudaraku dan napasnya terasa hangat di leherku.

Aku tidak bisa melihat jamnya, jadi aku tidak yakin jam berapa sekarang, tapi menurutku ini masih pagi. Sayangnya, aku tidak bisa terus disini. Aku harus pergi ke kamarku sebelum Jace bangun dan menemukan kami di sini.

Rasanya menyenangkan berbaring di pelukannya. Aku memejamkan mata dan bergeser sedikit, meringkuk lebih dekat ke arahnya. Tangannya meremas payudaraku, mengirimkan sentakan sensasi ke dalam diriku. Punggungku melengkung, hampir tanpa sadar, dan aku merasakan ereksinya mengeras di pantatku.

Dia menarik napas dalam-dalam, dada berototnya melebar menghimpit punggungku, dan dia bergumam rendah di telingaku. Tekanan lembut tangannya di payudaraku membangunkanku dengan cara yang sangat berbeda.

"Good morning, beautiful." Silas mencium bahuku dan bagian belakang leherku.

“Morning,” kataku. “Jam berapa sekarang?”

Dia mencium bahuku lagi. “Don't want to know.”

Tangannya bergerak ke bawah untuk meraih pinggulku dan dia menekankan tangannya yang keras ke arahku. Oh my god, he feels so good.

Aku membungkuk ke arahnya dan dia terus memberikan ciuman lembut di leherku.

Aku masih tidak percaya apa yang sudah terjadi tadi malam. Kencan kami sempurna—sangat romantis. Saat kami pulang, yang terpikir olehku hanyalah betapa aku sangat menginginkannya. Aku belum pernah merasa seperti ini sebelumnya, tidak terhadap siapa pun.

Aku masih sedikit pusing mengingat cara dia menyentuh dan menciumku semalam. Sejenak aku berpikir, apa semua kenikmatan yang panas dan membahagiakan ini benar-benar nyata?

Sentakan listrik yang mengalir di kulitku saat dia membelai dan menciumku lagi memberitahuku bahwa ini memang nyata adanya. Aku baru saja hendak meraih ke belakang dan meraih ereksinya yang mengeras—aku ingin merasakannya di tanganku—ketika sebuah suara membuat kami berdua membeku.

"Pintunya," bisiknya di telingaku begitu pelan hingga aku hampir tidak bisa mendengarnya. “Tetap di sini.”

Pintunya berdecit lagi dan Silas perlahan menjauh dariku. Aku menghadap ke arah lain, jadi tidak bisa melihat apa yang terjadi. Mataku melebar dan jantungku berdebar kencang.

Ya Tuhan, itu Jace.

"Dad?" suara mengantuknya datang dari ambang pintu.
Silas duduk dan menggerakkan salah satu bantalnya sehingga sebagian menghalangi pandanganku—mudah-mudahan. Aku berharap Jace belum sepenuhnya terbangun, jadi dia tidak sepenuhnya menyadari aku ada di sini.

“Hei, buddy,” katanya. Tempat tidur bergerak saat dia bangun dan sepertinya dia mengenakan pakaian dalam atau celana.

Aku menahan untuk diam semampuku.

“Uhm, ini jam berapa?” Jace bertanya.

“Masih pagi buta,” katanya. “Ayo turun.”

Aku mendengar Silas menutup pintu namun suara mereka masih samar terdengar. “Hows your night at Sean? You have a good sleepover?”

“The best!” meski dengan suara mengantuk, aku bisa mendengar antusias Jace begitu kental.

Aku mendengar Silas terkekeh. "Glad to hear that."

Aku menunggu sampai suara mereka hilang, lalu bangkit dan mengambil pakaianku sebelum bergegas ke kabin. Silas membawanya kekamar jadi sepertinya aku bisa kembali ke kabin tanpa ketahuan. Mudah-mudahan dia tidak tahu aku tidur di tempat tidur ayahnya tadi malam. Tentu saja aku dan Silas perlu memberi tahunya bahwa kami sedang berkencan sekarang, tapi kami jelas tidak perlu memberinya detail tentang kegiatan seks kami.

Suddenly I'm a NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang