Chapter 19

1.1K 51 2
                                    

Seperti biasa tinggalin jejak ya kalau mau aku rajin update...

Happy Reading!!!

*****



SILAS 



Hal yang pertama kali kurasakan ketika bangun tidur adalah tubuhku yang luar biasa lemas. 

Melirik jam yang masih berdetak di pukul lima lebih sepuluh, aku memaksa tubuhku bangkit lantas bergerak menuju dapur, berharap secangkir kopi bisa sedikit meredakan nyeri badan. 

Semalam aku hanya bisa tidur selama tiga jam dan itupun tidak nyenyak. Deadline festival yang semakin dekat membuat ku harus mengejar waktu untuk menyelesaikan semua pekerjaanku.

Anna masih belum datang, mungkin dia masih tidur. Aku tidak peduli. Ku nyalakan kompor untuk segera menyeduh kopi. Tujuh menit kemudian aku sudah duduk menyesap secangkir kopi pertamaku bersamaan rasa hangat langsung menyebar ke seluruh tubuhku. Aku bersandar di kursi dapur untuk beberapa menit. Ketika tubuhku mulai sedikit bisa di ajak bekerja sama, aku bangkit menenteng cangkir sambil memandang ke luar jendela dapur ke halaman belakang.

Untuk sesaat, kupikir mataku menipuku saat aku melihat Anna terbaring di halaman. Tanpa mengalihkan pandangan, aku menyeruput lebih banyak kafein saat dia menekankan tangannya ke tanah dan melepaskan bagian atas tubuhnya dari rumput, wajahnya terangkat ke langit biru yang perlahan mulai terang.

Fuck, she was doing yoga.

Anna mengenakan black sports bra dan celana pendek hitam ketat yang memperlihatkan lebih banyak kulit kakinya. Rambut sepunggungnya ia susun asal bersarang di kepalanya, dan telapak kakinya... telanjang.

Aku bergerak sedikit lebih dekat ke jendela. Dia menahan pose itu sejenak dan kemudian beralih ke pose baru, bergerak melalui papan ke bentuk V terbalik, kakinya lurus sempurna, tumitnya di tanah, lengannya terentang, dan kepalanya terselip di antara otot bisepnya.

Tanpa sadar aku sudah berdiri terlalu lama hanya untuk mengamati garis-garis sempurna yang diciptakan tubuhnya—terutama tulang belakangnya, yang membentuk lengkungan cekung lembut dari tulang ekor hingga ke belakang lehernya.

Mataku rasanya semakin berat untuk beralih ketika Anna menjulurkan satu kakinya ke langit dengan gerakan yang lambat dan dramatis. Dia menahannya di sana sejenak, jari-jari kakinya runcing, kakinya terbelah membentuk garis lurus sempurna—seperti sebuah karya seni. Kemudian dia membawa kakinya kembali ke tanah dan mengulangi proses tersebut dengan kaki lainnya. Aku begitu tersihir hingga bahkan tidak mendengar Jace memasuki dapur.

"Dad?"

Shittt...

Aku berputar begitu cepat hingga sebagian kopiku tumpah ke sisi cangkir dan jatuh ke lantai. Jace berdiri di sana dengan piamanya dan menatapku dengan aneh.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Morning, bud. Tidak ada apa-apa." aku mengambil tisu dan menyeka tumpahannya. 

"Aku melihatmu sedang mengamati sesuatu ke luar jendela." dia melesat ke pintu belakang dan mengintip ke luar kaca. "It's Anna!"

"Jace, jangan—" tapi sudah terlambat, dia sudah membuka pintu belakang dan berlari keluar.

Suddenly I'm a NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang