ANNA
Sedan tua ku berdecit dan bergoyang-goyang ketika kuarahkan ke jalanan yang berkubang dan berkerikil. Aku merasa ngeri membiarkan mobil ku yang sudah renta mengatasi rentetan lubang jalan dan bebatuan yang tak ada habisnya. Takut jika sewaktu-waktu baut-baut berusia puluhan tahun yang menyatukan badan mobilku lepas begitu saja.
"Bagaimana bisa ada orang yang masih memilih tinggal jauh dari jalan utama?" aku menggerutu kesal. Mendadak membayangkan orang seperti apa yang nantinya akan ku temui. Psikopat? Karena jelas, ini tidak masuk akal. Masih banyak lahan dari jalan utama dan orang ini lebih memilih tinggal di kawasan ini? Jauh dari warga dan jalanan yang rusak parah. Bukan kah tempat ini sempurna sebagai tempat persembunyian? Ya, mungkin cocok untuk psikopat, tapi tidak untukku.
Aku bergidik ngeri. Oh, aku benar-benar kacau jika rumah yang kutuju memang benar milik seorang psikopat. Sebagian diriku sangat ingin memutar mobil, berbalik arah dan mengurungkan niatku untuk melamar pekerjaan ini. Tapi, perut ku yang keroncongan, tanda minta diisi membuatku terus bergerak untuk maju.
Come on, Anna. Aku mengeratkan tangan ke setir sembari meyakinkan diri. Berusaha menghapus pikiran parnoku yang sudah kemana-mana. Tidak mungkin pria ini psikopat. Terlebih dengan fakta bahwa dia memiliki seorang anak kecil berusia delapan tahun yang membutuhkan seorang pengasuh. Dan siapa tahu, mungkin pekerjaan ini sempurna untukku.
Setelah beberapa menit mobilku bergelut dengan kerikil dan jalanan berlubang, sebuah rumah pertanian dengan cat abu-abu yang luas tampak dari kejauhan. Dari tampilannya, rumah itu terlihat terawat namun terkesan terbengkalai. Dimana catnya sudah mulai pudar dan terkelupas, juga pada garis-garis atapnya yang kasar di bagian tepinya.
Begitu memasuki jalan masuk yang membentuk bundaran, rumah besar ini semakin tampak seperti kastil berhantu dari dekat. Bagian depan bangunannya sangat mencolok. Jendela-jendela nya berbingkai putih, gelap di bagian dalam, berhadapan dengan bagian luar yang datar dan berwarna abu-abu.
Debu dan dedaunan gugur terlihat berterbangan, menyelimuti beberapa sudut di bagian teras depan. Jendela-jendela dengan kaca kusam tampak mengenaskan seperti mata tak bernyawa. Aku mengamati rerumputan yang menguning dan mainan yang berserakan di halaman depan sambil mematikan mesin. Sunyi seketika menyapa.
Menoleh ke sisi lain, mataku menangkap sebuah ring baseball yang dipasang pada ketinggian rendah dan sebuah sepeda kecil berwarna merah dengan roda latihannya yang masih terpasang. Sebuah kolam air mancur kecil di depan rumah tampak kosong mengering yang di sekitarnya dibatasi oleh beberapa tanaman yang sepertinya dibiarkan mati begitu saja.
Tidak jauh dari rumah, aku melihat ada beberapa bangunan di sekitarnya. Sebuah bangunan seperti pondok kayu kecil, Gudang besar, dan, di belakangnya, ada gudang yang lebih besar lagi dengan cat berwarna merah darah. Aku meneguk ludah berat, mendadak teringat kembali pada ketakutanku, bahwa ini mungkin memang rumah seorang psikopat.
Mencoba menekan pikiran negatifku, aku membuka pintu mobil, melangkah keluar ke jalan masuk melingkar dan menghirup udara dalam-dalam. Kerikil berderak di bawah langkahku saat aku berjalan menuju jalan berbatu, membawaku ke tangga depan rumah.
Aku menggesekkan sepatu tenisku di sepanjang bebatuan datar, mencoba membayangkan diriku tinggal di tempat seperti ini sambil berjalan mendekati pintu depan. Tempat ini sangat jauh berbeda dengan kota tempat asalku.
Aku melangkah ke teras dan menarik napas dalam-dalam lagi sebelum kuangkat tanganku untuk mengetuk pintu kayu di depanku.
Ku ketuk pintu tiga kali lalu mundur selangkah. Adrenalin terpacu di tubuhku ketika suara kunci bergemerincing dari balik pintu. Sedetik kemudian, kenop berputar dan pintu terbuka, memperlihatkan seorang pria yang kutebak dia adalah pemilik rumah ini. Silas Grayson.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly I'm a Nanny
RomanceKetika Anna yang berusia 24 tahun datang ke kota New Harmony mencari tempat untuk bersembunyi dari mantan tunangannya yang terlalu posesif dan kasar, Anna berakhir menyukai kota kecil itu. Pertemuannya dengan seorang pramusaji di restoran kota secar...