Bab 31

1.2K 74 8
                                    

Part ini sampai selesai akan terus menggunakan bahasa formal
.
.
.
.
.

Hari demi hari berlanjut, tak terasa sudah satu minggu Jeff meninggalkan Rasella seorang diri di mansion. Selama tujuh hari pula, Rasella merasa hatinya hampa. Hari-hari yang biasa dia lakukan sesuka hati tanpa terlibat siapapun, kini terasa berbeda.

Kebangkitan pagi, secangkir teh, dan alat-alat berkaryanya menjadi teman kesehariannya.

Saat semua itu terasa bosan, dia akan berdiri di balkon kamarnya, seolah menyambut kedatangan sosok yang dirindukannya. Walau entah kapan itu terus dilakukannya.

Seperti saat ini, dirinya tengah berdiri di balkon kamar dengan secangkir teh hangat di tangannya.

Angin malam dan cahaya bulan adalah teman yang bisa menenangkan hatinya saat ini. Entah sampai kapan pula hal ini akan dia lakukan. Tujuh hari di tinggalkan Jeff nyatanya terasa lama untuknya.

"Sampai kapan aku harus menunggumu Jeff," lirih Rasella menyesap teh hangatnya, lalu menatap sendu pintu masuk mansion di bawah sana.

............


"Sampai semua ini selesai sweetie, tolong tunggu aku sampai titik itu." lirih Jeff seraya menghisap nikotin di sela jarinya, menatap tirai malam di balik jendela.

Tanpa di ketahui Rasella, di belahan pulau lain, seseorang merindukannya juga. Bahkan, baju bernoda merah yang melekat di tubuhnya saja belum Jeff ganti dengan baju yang bersih.

Kerinduan yang melanda Jeff, benar-benar membuat dirinya tak bisa mengurus diri. Dia hanya menginginkan kekacauan ini segera mereda, lalu dia akan menghampiri pujaan hatinya yang lama dia tinggalkan.

"Tuan," panggil Fero mengalihkan Jeff.

"Ada apa?" tanya Jeff mematikan putung nikotinnya.

"Tuan Eric sudah mau memberitahu kita keberadaan nyonya Briana." tutur Fero.

Tanpa berucap, Jeff melangkahkan kaki jenjangnya menuju tempat di mana Eric berada.

Langkah kakinya itu seperti alunan melodi kematian bagi Eric. Pria berlumuran darah di sekujur tubuhnya itu, merasa tubuhnya bergetar hebat hanya dengan mendengar langkah kaki milik Jeff.

Kakak tirinya itu seperti malaikat pencabut nyawa baginya. Bahkan kakak tirinya tak segan-segan menyiksanya selama empat hari tanpa henti sebelum apa yang diinginkan kakak tirinya itu terkabulkan.

"Di mana dia?!" ucap Jeff tanpa basa-basi.

"Mo-m .... Mommy a-ada di hotel Bloom di ujung ko-kota ini."

Setelah mendapatkan informasi yang dinantinya, Jeff langsung membalikkan tubuhnya hendak pergi. Namun, langkahnya terhenti oleh ucapan Eric.

"Tu-tunggu!" panggil Eric menghentikan langkah Jeff.

"K-kau akan bebaskan aku kan?" lanjut Eric.

Jeff merunduk tersenyum sinis, lalu berucap, "Tergantung sikapmu," Jeff kembali membalikkan tubuhnya melanjutkan langkahnya, tanpa memperdulikan teriakan Eric yang meminta kebebasan.

Kebebasan? Mungkin hanya seperkian persen akan mengalami itu. Bagi Jeff, siapapun jika telah berkhianat padanya, dia tidak akan meraih kebebasan. Melainkan merenggut kebebasannya.

"Sebentar lagi," gumam Jeff mengepal erat kedua tangannya, lalu meraih coat hitam dari genggaman Fero.

Tak ingin mengulur waktu lebih lama lagi, Jeff, Fero dan beberapa anak buahnya pergi menuju hotel Bloom di ujung kota.

"Fero, bagaimana dengan wanita itu?"

"Dia sudah di kirimkan ke perbatasan tuan. Jangan khawatir, saya pastikan dia tidak akan kembali." tutur Fero.

"Bagus,"

Jeff memutar kembali memorinya pada tujuh hari yang lalu. Dia telah berhasil mengelabui Yura dan meminta Fero membawa Yura jauh dari lingkup kehidupannya.

Sesuai perintah tuannya, Fero membawa Yura ke perbatasan yang sangat jauh dari kota. Mereka mengasingkan Yura di sana.

Jeff memang sangat kejam, namun begitulah cara Jeff membalas mereka yang berani mengusik dan mengkhianatinya. Jangan bertanya bagaimana keadaan Yura saat ini. Sangat dipastikan, Yura tidak baik-baik saja di sana.

Hidup Yura yang selalu bergelimang harta, selalu memanjakan diri, kini harus di asingkan di perbatasan yang hanya sebuah daerah penuh perselisihan antar dua negara.

"Anda harus meminum obat dulu tuan,"

"Berikan,"

Fero memberikan dua botol kapsul obat milik Jeff.

"Emm, tuan. Maaf, saya harus memberitahu anda."

"Katakan,"

"Saya sudah memberitahu semuanya pada nyonya Rasella, termasuk penyakit mental anda." tutur Fero, menjelaskan kata-kata yang selalu mengganjal di hatinya. Dia takut mengungkapkan, tapi lebih takut jika dia tidak mengungkapkannya.

"F*ck Fero!! Kau!!"

"Jangan sekarang tuan, anda akan membahayakan diri anda sendiri, saya sedang menyetir."

Kepalan tangan yang siap mendarat di bagian tubuh Fero, harus di hentikan begitu saja. Fero benar, jika dia menghajarnya saat ini, mereka akan mengalami kecelakaan. Jeff harus bersabar menahan gejolaknya.

Dia marah, karena Fero telah mengingkari janjinya. Jeff sampai memejamkan kedua matanya, membayangkan bagaimana sikap Rasella pertama kali mengetahui rahasia terbesarnya.

Selama ini, Jeff selalu berusaha kuat dan bertingkah nakal di depan Rasella hanya ingin menutupi rahasia di balik dirinya. Dia tidak ingin terlihat lemah oleh pujaan hatinya. Dia hanya ingin Rasella menatapnya sebagai pria kuat, bukan pria lemah.

"Sudah kukatakan bukan sweetie, jangan pernah penasaran dengan hidupku. Sekarang, terasa sangat rumit," batin Jeff.
.
.
.
.
.
.
.

TBC

My Enemy Secret {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang