Bab 37

1.5K 94 23
                                    

.
.
.
.
.

"Terima kasih sayang," lirih Rasella menatap Jeff yang terpejam dengan tangan yang melingkar di pinggangnya.

Tak ingin membangunkan Jeff, diam-diam Rasella melangkahkan kakinya dengan berjinjit pelan. Di kamar mandi, Rasella melihat pantulan wajahnya di cermin.

Wajah pucat dengan darah yang mengalir di hidungnya membuat Rasella menghela nafasnya. Sakitnya semakin bertambah.

Bahkan, kedua tangannya mengepal erat menahan rasa sakit yang luar biasa yang dia rasakan. Sampai, buku-buku jarinya melukai telapak tangannya.

"Bertahan," gumamnya memandang wajahnya. Lalu, Rasella membasuh seluruh tubuhnya.

Setelah bersiap, dia menuruni tangga. Menemui para maid yang sedang menyiapkan sarapan pagi.

"Selamat pagi nyonya," sapa para maid.

"Pagi," balas Rasella.

"Silahkan nyonya, sarapan sudah di buat."

"Terima kasih. Tolong, panggilkan suamiku ke sini,"

"Baik nyonya,"

Beberapa menit menunggu, akhirnya Jeff menuruni tangga. Dia mengecup singkat kening Rasella sebelum duduk di kursinya. Baru saja Jeff ingin mengatakan sesuatu, dia terkejut saat melihat wajah Rasella yang tampak sangat pucat.

"Sweetie, wajahmu sangat pucat. Kita harus ke rumah sakit,"

"Aku baik Jeff. Makanlah sarapanmu dulu,"

"Tidak ada penolakan, sekarang kita ke rumah sakit,"

"Jeff, percuma ..."

Tanpa memedulikan ucapan Rasella, Jeff menariknya pergi dari sana. Tidak tahan lagi dengan semua ini, Rasella menyentak kuat tangan Jeff.

"Cukup Jeff!! Aku sudah bilang, percuma kita ke rumah sakit. Itu tidak akan membantuku sama sekali!"

Mendengar itu, Jeff membalikkan tubuhnya meninggalkan Rasella. Baru saja Rasella ingin mengejar langkah Jeff, pandangannya mengabur dan tersungkur. Para maid dan bodyguard yang melihatnya pun segera membantunya.

"Nyonya, anda baik-baik saja?" tanya mereka dengan raut khawatir.

"Aku —" Rasella memegang kepalanya dan menarik rambutnya karena rasa sakit itu terus menyerangnya. Dia terkejut, rambutnya menggumpal di tangannya akibat tarikannya itu.

"Rambutku —"

..............

Dengan langkah pasti dan penuh kemarahan, Jeff menghentakkan langkahnya menuju ruang bawah tanah. Di mana Briana berada. Jangan tanyakan di mana Eric, yang jelas dia masih terkurung di ruang bawah tanah yang lain.

-BRAK- suara itu begitu kencang, mengejutkan Briana yang tengah berbaring lemah di lantai. Aura menusuk penuh dendam itu menghampiri Briana yang tengah ketakutan melihatnya.

"Kesabaranku sudah habis Briana ... Di mana penawar racun itu?!"

"Be-bebaskan aku dulu. Ma-maka aku akan memberitahumu."

Rahang Jeff mengeras, tangannya mencekik leher Briana. Sungguh, kesabarannya sudah di ujung tanduk.

"AKU BENAR-BENAR AKAN MEMBUNUHMU BIT*H!!"

"AKH!" rintih Briana. Wajahnya memerah dan nafasnya tersengal-sengal. Ingatannya berputar saat dia dan Rasella berbincang.

"Sebaiknya kau katakan yang sebenarnya pada Jeff, kalau penawar itu tidak ada sebelum Jeff melakukan hal yang lebih mengerikan dari ini,"

Ucapan itu kini memenuhi pikirannya.

"Tu-tunggu Je-Jeff! A-aku akan me-mengatakan yang sebenarnya. Le-lepaskan aku dulu,"

"Katakan!"

Briana menghirup oksigen dalam-dalam setelah Jeff melepaskan cekikannya, "Hah —"

"Se-sebenarnya aku — tidak memiliki penawar itu. Aku dapatkan racun itu dari pelelangan ilegal tanpa tahu penawarnya seperti apa,"

"APA?!! FU*K BIT*H! AKU AKAN MENGULITIMU SAMPAI MATI PEMBOHONG! SIALAN! BIT*H!"

Dengan amarah yang menggebu, Jeff mengambil pisau kecilnya di dalam saku. Dia mulai mengarahkan pisau itu ke kulit Briana seperti yang dia lakukan kemarin. Melihat itu, tentu saja Briana ketakutan dan berusaha menghindari Jeff.

Tapi, sepertinya usahanya akan sia-sia saja. Jeff dapat menangkapnya dan menyekapnya di bawah kuasanya. Dia dengan penuh kegilaan yang tak bisa di kontrol, mulai menyayati kulit Briana secara perlahan.

"BERHENTI JEFF!!"

Teriakan Rasella menghentikan Jeff.

"Pergi dari sini sweetie ... Kesabaranku sudah habis karena wanita sialan ini berani membohongi kita!!"

"Aku tau Jeff,"

Jeff memandangnya tak percaya dengan apa yang dikatakan Rasella itu.

"Sedari awal aku sudah tahu kalau Briana tidak memiliki penawar itu. Jadi tolong, lepaskan mereka. Alangkah baiknya, kita laporkan pada polisi saja mereka."

"Itu terlalu ringan sweetie setelah apa yang mereka lakukan padaku, keluargaku dan kau,"

"Aku sudah mengatakannya semalam, kalau dengan membunuhnya itu tidak akan menyelesaikan masalah. Jangan kotori —"

"RASELLA!!" teriak Jeff saat Rasella tak sadar diri.

Dengan tergopoh-gopoh, dia menggendongnya dan membawanya ke rumah sakit terdekat.

Di perjalanan menuju rumah sakit, tak henti-hentinya Jeff membangunkan Rasella. Degub jantungnya berdebar begitu cepat karena takut suatu hal terjadi padanya.

"Bagaimana dok? Istri saya bagaimana? Apa dia bisa di sembuhkan?"  rentetan pertanyaan itu di layangkan oleh Jeff pada sang dokter yang memeriksa Rasella.

"Tuan, racun itu hampir menyebar di jaringan otaknya. Saya sarankan, Minggu depan nyonya Rasella segera di operasi untuk kami tangani untuk menghentikan racun itu sementara."

"Kenapa hanya sementara dok?"

"Maaf tuan, racun itu belum ada penawarnya. Dan kami hanya bisa mencegahnya untuk beberapa saat saja."

Jeff memijat pelipisnya. Dia sangat dilema memikirkan bagaimana caranya bisa mendapatkan penawar itu. Harapan yang dia harapkan pada Briana kini telah pupus, tergantikan oleh kekhawatiran dan ketakutan yang luar biasa.

..................

"Sayang ... Kenapa berhenti? Bukankah kamu harus memotong rambutku?" ucap Rasella.

"Aku — tidak kuat melihatmu sweetie, aku tidak kuat," ucapnya mengusap air matanya.

Jeff tidak rela melihat rambut indah yang dimiliki Rasella harus dipangkas habis karena penyakitnya. Rasa sesak itu menguasai hatinya.

Rasella memegang tangan Jeff, meyakininya, "Sayang ... Aku jelek ya kalau tanpa rambut?"

Jeff menggeleng cepat, "Bukan seperti itu sweetie. Kau akan cantik di mataku bagaimana pun kondisimu. Aku hanya tidak tega melihatmu seperti itu," ucapnya memalingkan wajahnya yang sudah memerah.

Rasella mengalihkan wajah Jeff dan mengecupnya singkat, "Kalau begitu, pangkas rambutku."

Akhirnya Jeff mengiyakan. Tangannya gemetar memegang mesin pencukur itu. Dengan perlahan, dia mencukur habis rambut Rasella. Rambut indah itu kini berserakan di lantai meninggalkan pemiliknya.

Tanpa di duga, Jeff mengarahkan mesin pencukur itu ke kepalanya. Rasella membelalak, melihat Jeff mencukur rambutnya juga. Kedua matanya berkaca-kaca, sulit untuk berkata-kata.

"Sayang ..."

Jeff memeluk Rasella dari belakang dan mengecup kepalanya. Mereka menitikkan air matanya bersama, berkali-kali Jeff mengatakan hal yang bisa membuat Rasella menjadi wanita terberuntung mendapatkan cinta setulus Jeff.
.
.
.
.
.
.

To Be Continue

My Enemy Secret {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang