Hijab Salisa berkibar kala angin berhembus bersamaan dengan polusi Jakarta yang dihirup hidungnya. Teriknya matahari pagi itu tak membuatnya beranjak dari pembatas balkon yang menjadi tumpuannya.
Mungkin dari luar dia terlihat tenang, tetapi tanpa siapapun tahu kepalanya ramai dengan banyak hal tentang Ronal.
Tentang Nadira yang memiliki nama yang sama dengannya. Awalnya dia pikir mungkin hanya kebetulan karena 'Haya' tidak dipatenkan untuk dirinya saja. Nama itu umum. Beberapa kenalannya ada yang bernama 'Haya' juga.
Lalu foto polaroid di dompetnya.
Awalnya Salisa sempat ragu bahwa foto itu adalah foto mereka saat masih kuliah dulu. Fotonya buram dan jadul sekali, tadinya Salisa masih berfikir bahwa dia salah lihat karena hanya sekilas. Namun kejadian dari villa kemarin sudah menjawab semuanya.
Bukan kebetulan, tapi kesengajaan.
Salisa tak denial bahwa pengungkapan Ronal kemarin mengguncang perasaannya. Perasaan yang Salisa kira sudah sembuh, ternyata dia rasakan kembali kemarin.
Bukan rasa cinta, tapi lukanya. Dia masih ingat bagaimana rasanya ditolak pria itu padahal dia sudah sangat percaya diri mereka saling suka satu sama lain, bagaimana dia harus menyembunyikan patah hatinya dan berusaha terlihat baik-baik saja dengan Ronal di depan teman-temannya, bagaimana dia menghadapi kabar pernikahan Ronal, bagaimana sedihnya dia meninggalkan teman-temannya, dan bagaimana dia berusaha denial tak menyesali keputusannya.
Dan Salisa sadar bahwa dia bukan terluka karena Ronal, tapi karena gengsinya untuk kembali pada kehidupan sebelumnya. Salisa kini sadar sesadar sadarnya bahwa patah hatinya sembuh dalam beberapa bulan, tapi dia malu untuk kembali bertemu dengan teman-temannya. Dia tak mau menghadapi pertanyaan-pertanyaan dramatis yang menyangkut Ronal. Jadi Salisa lebih memilih tetap pada keputusan awalnya meskipun setiap hari rasanya Salisa ingin mengulang waktu.
Tentu saja itu semua berawal dari penolakan pria itu. Namun Ronal dengan gampangnya mengatakan pada Salisa bahwa sebenarnya dulu dia menyukainya juga. What the f...?!
Itu sama saja mengatakan delapan belas tahun yang sudah Salisa lewati dengan rasa denial, sia-sia.
Kini Salisa bener-benar sadar tak ada manusia yang sempurna. Dia sempat bertanya-tanya apa kekurangan Ronal di antara banyaknya kesempurnaan yang pria itu punya.
Dan jawabannya adalah pria itu bajingan.
"Adanya mineral doang, belum sempet beli apa-apa," ujar seseorang yang membuat Salisa menoleh ke arah pria yang baru menapaki lantai balkon itu.
"Potong rambut?" tanya Salisa pada Andiman yang terlihat begitu fresh dengan penampilan barunya.
Andiman mengangguk sembari mengusak rambutnya yang basah dengan handuk di lehernya. "Rambut baru hidup baru," katanya lalu duduk di kursi plastik di sana diikuti oleh Salisa.
"First impression kerja di HayTI? Seru nggak?" tanya Salisa sembari membuka tutup dua mineral di sana.
"Seru. Timnya solid banget. Mereka bantu aku yang kesulitan pake teknologi anak muda," ujar Andiman lalu meneguk mineral yang baru dibukakan pacarnya.
"Ketemu temen-temen nggak?"
Andiman mengangguk.
"Jelas. Si Ronal, Syarla, ama Daniel malah ke ruangan aku bikin gaduh cuma nawarin mau makan siang bareng atau nggak. Padahal aku niatnya mau diem-diem biar yang lain nggak sungkan, eh merekanya koar-koar," ujarnya sembari terkekeh mengingat kemarin timnya cengo tahu dirut alias CEO mereka mampir ke ruang staf marketing yang jarang sekali ditapaki Ronal. Terakhir dirut mereka mampir dengan suasana hati yang buruk alias marah-marah karena kesalahan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang Suka! [END]
RomanceSeason 2 Sejauh apa pun kamu pergi dan selama apa pun kamu menghilang, sejatinya luka itu tak pernah selesai. Ia hanya pergi lebih jauh dalam hatimu sampai akhirnya kamu sadar, bahwa kamu belum pernah sembuh. Salisa Haya Wiratama (39) pernah menghi...