27• Menanam Menuai

6.9K 506 141
                                    

Saat Salisa sudah terlelap di atas ranjangnya, Ronal di luar masih mengopi dengan Papa Dimas. Tadi ada Kelvin, tetapi sudah kembali ke dalam karena anaknya merengek minta ditemani tidur.

"Pak Nugroho--"

"Ronal, Pak. Biar tidak formal," ujar Ronal yang membuat Papa Dimas tertawa. Ronal saja yang memberitahunya masih menggunakan bahasa formal dengannya.

Ckckck gini nih kalo punya mantu orang hebat. Mau pake bahasa bebas sungkan karena rekan bisnis, mau manggil formal tapi mereka menantu dan mertua. Hahaha.

"Yasudah, kamu juga panggil Papa seperti Salisa dan Kevin," ujar Papa Dimas yang membuat Ronal mengangguk.

"Tadi mau bilang apa, Pa?" tanya Ronal yang membuat Papa Dimas tertawa karena belum terbiasa dipanggil begitu oleh Pak Nugroho, menteri hebat yang biasa dia lihat di televisi dan portal berita sekaligus rekan bisnisnya.

"Besok terbang jam berapa?"

"Kemungkinan siang. Papa sendiri?"

Papa dimas mengangguk-angguk.

"Saya besok malem. Mau ke sumatra, ke rumah masa kecil Rita. Tempat saya dan dia pertama kali bertemu. Sebelumnya sudah ada rencana sama mamanya Salisa, saya tunda terus karena kerjaan. Sekarang saya lenggang, dia nggak ada."

Ronal menoleh menatap wajah papa mertuanya yang terlihat begitu sedih menyesali hari lalu.

"Saya hanya saran saja pada Nak Ronal, jangan nyesel seperti saya. Nggak ada yang lebih berarti selain quality time bersama keluarga saat tua begini. Uang yang saya persiapkan untuk hari tua bersama Rita ternyata tak berarti setelah kepergiannya. Kalau bisa diputar, ya saya memilih hidup sederhana tapi waktu bersama keluarga tidak kurang."

Ronal baru sadar, sudah hukum alam bahwa yang kehilangan akan mendapat sesuatu, yang sudah mendapatkan sesuatu akan kehilangan.

Ronal sebelumnya menduda sedangkan Papa Dimas pria beristri, kini Ronal sudah beristri sedangkan Papa Dimas baru saja menduda.

"Papa kalau berkenan, ayo tinggal di Jakarta bersama kami. Papa saya juga duda dan sedang menikmati masa tua bersama cucunya. Suka memancing juga seperti Papa."

Papa Dimas tiba-tiba merubah raut wajahnya menjadi senang. "Loh iya, saya punya besan dan cucu baru, ya?" katanya yang baru ingat bahwa Ronal sebelumnya adalah duda satu anak.

Ronal tersenyum tipis. "Iya, Pa. Namanya Nadira, umurnya baru 17 tahun."

Papa Dimas terkejut. "Lebih tua dari anaknya Kevin?"

Ronal mengangguk. "Dulu saya nikah muda saat kuliah."

Papa Dimas beroh ria dan mengangguk-angguk. "Istri sehat?"

Ronal menaikkan kedua alisnya bingung, tapi dia tetap menjawabnya. "Sehat, Pa. Di dalem lagi tidur."

Papa Dimas tiba-tiba menepuk dahinya. "Ya Tuhan, iya saya lupa. Maksudnya mantan istri sehat? Maklum dah tua banyak pikiran."

Ronal terkekeh.

"Sudah meninggal, Pa, saat melahirkan Nadira dulu," jawab Ronal yang lagi-lagi membuat Papa Dimas terkejut. Dia menanyakan alasannya, lalu Ronal mulai bercerita. Sedikit panjang karena Papa Dimas ingin detail.

Setelah diceritakan, Papa Dimas speechless mendengarnya. Awal mula merintis usaha diuji dengan segala hal, termasuk istri meninggal dan menjadi single parents.

"Hebat sekali Pak Nugroho. Dari semua aspek sangat sempurna. Jujur, selain istri saya, saya penggemar Anda juga."

Ronal menyentuh lengan Papa Dimas. "Jangan formal lagi, Pa," kelakarnya yang membuat Papa Dimas tertawa.

Jangan Bilang Suka! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang