45•Happy New Year

5.7K 504 86
                                    

Ronal menghela napas beberapa kali sembari mempersiapkan acara barbeque di rumahnya. Suasana sekitar begitu ramai, tetapi dia merasa kesepian. Mungkin karena sudah hampir 24 jam dia tak mendengar suara Salisa. Wanitanya itu hanya mengabarkannya lewat pesan sebab istrinya itu begitu sibuk bersenang-senang dengan Novia dan Powl menyambut tahun baru bersama ledakan kembang api di negara itu.

Nadira datang menghampiri bapaknya.

Anak itu tak berkata apa pun. Dia hanya berjongkok di samping Ronal yang sedang menghidupkan arang. Dia mengerti sekali bahwa bapaknya sangat merindukan mamihnya.

"Papih kangen Mamih, Kak," ujar Ronal.

Nadira menatap papinya yang baru saja bisa jujur tentang perasaannya setelah seminggu sok kuat ditinggal mamihnya.

"Papih sabar, ya. Mamih cuma bentar di sana kok."

Ronal menghela napas. Bahkan kalimat penenang dari anaknya tak menguraikan rindu terhadap istrinya.

Nekat terbang ke Amerika kayaknya seru juga.

Ronal siap merelakan tahun barunya berada di atas awan demi bertemu dengan istrinya. Namun sampai di sana dia pasti akan diamuk oleh Salisa karena meninggalkan Nadira.

Ronal menghela napas lalu bangkit. "Papih ke kamar mandi dulu, Kak. Kakek suruh jangan deket-deket pemanggang biar nggak sesak napas. Dagingnya nggak usah dikeluarin, nanti temen-temen Papih bawa. Minuman juga nggak usah buat semuanya udah diurus temen-temen Papih."

Nadira mengacungkan jempolnya.

Ronal tersenyum lembut sembari mempukpuk kepala anaknya sebelum akhirnya pergi ke kamarnya untuk menangis.

Ya menangis.

Sudah lama memang air matanya tak keluar. Sekaranglah waktu yang tepat.

Dia benar-benar sedang merindukan istrinya.

Asli nggak bohong, nggak alay juga. Memang Ronal serindu itu dengan Salisa.

Ronal merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sudah beberapa minggu tak ditempati. Dia menutup matanya dengan lengan—menghalau cahaya dari lampu di atas yang menyilaukan matanya.

Padahal Ronal hanya ingin hidup bersama Salisa dengan tenang. Kenapa rasanya begitu susah. Ujiannya sungguh banyak dalam penyatuannya, sekarang saat sudah bersatu dia masih juga diuji.

Tuhan sedang cemburu sepertinya memang benar adanya.

Pintu kamar dibuka, tetapi Ronal tak terusik. Biasanya yang masuk tanpa mengetuk pintu kamar hanya papanya. Dia malas sekali untuk sekadar membuka matanya. Posisi itu benar-benar enak.

Awalnya Ronal memilih tak acuh pada orang yang masuk ke dalam kamarnya. Namun dia kontan menurunkan lengannya saat merasakan orang yang masuk tadi tidur di sampingnya dan memeluknya.

"Miss me?" tanya orang itu saat mata mereka saling bertatapan.

Bukannya menjawab, Ronal malah balik bertanya.

"Berapa tahun aku suka kamu?"

Orang itu mengerutkan keningnya bertanya-tanya. Namun dia mengikuti saja alur yang dibuat sang empu kamar.

"Dua puluh satu tahun?" jawabnya ragu-ragu.

"Bukan wewe gombel ternyata," ujarnya sembari memeluk istrinya yang tiba-tiba saja berada di kamarnya.

Iya, istrinya, Salisa Haya Nugroho. Engga typo kok, memang sudah seharusnya marga Wiratama diganti menjadi Nugroho.

"Meskipun ini cuma mimpi, makasih udah dateng nyembuhin rasa rindu ke kamu. Jangan bangunin aku ya. Aku mau begini terus sampe istri aku yang asli dateng."

Jangan Bilang Suka! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang