17• 𝙱𝚎𝚛𝚜𝚎𝚛𝚊𝚑, 𝙼𝚎𝚗𝚢𝚎𝚛𝚊𝚑, 𝙿𝚊𝚜𝚛𝚊𝚑.

3.9K 306 34
                                    

"BANGSATTTT!!!" teriak Ronal sambil berlari kencang ke arah lelaki itu dan menghajarnya secara membabi buta.

Powlian yang sedang memainkan ponselnya mendongak dan terkejut dengan apa yang sedang terjadi; Ronal sedang memukuli seseorang dan suasana yang tiba-tiba riuh.

Dia sempat cengo sebentar sebelum akhirnya disadarkan oleh Salisa yang berlari memisahkan Ronal bersama Deva dan aspri pria itu, sedangkan bodyguard-nya langsung menutupi perkelahian itu dari pandangan orang-orang di sana.

Powl bangkit dan langsung mengambil langkah untuk mendekati Nadira yang membeku dengan wajah pucat. Anak itu sedang ditenangkan oleh moderator dan pembawa acara. Kedatangannya membuat Nadira berlari memeluknya dan menangis.

Powl segera membawa Nadira pergi dari sana menuju backstage, meninggalkan Ronal yang masih kesetanan berusaha untuk menggapai lelaki yang terkapar karena pukulan bertubi-tubi darinya.

Meski telah sampai di backstage, tetapi anak Ronal itu tak mau melepaskan pelukannya. Dia masih menangis histeris dengan tubuh yang bergetar bahkan sampai sesenggukan.

"Nggak papa, Nad, nggak papa," katanya lalu mengkode Tania--asprinya--agar mengkosongkan ruangan itu.

Dengan sigap Tania langsung mengeluarkan para panitia dari sana hingga tinggallah mereka berdua.

Barulah Nadira mau melepaskan pelukannya. Meski begitu, dia tak berhenti menangis. Dia terduduk lemas di salah satu kursi dan menutup wajahnya karena masih berlinang air mata.

Powlian bersimpuh di depan Nadira, lalu memegang dua lutut anak itu yang bergetar. "It's okey, Ompol di sini, kamu jangan takut, ya," ujar Powlian berusaha menenangkan. Padahal dia sendiri tak tahu apa yang terjadi tadi. Dia kira Nadira menangis karena syok melihat bapaknya yang biasanya terlihat tenang kini melakukan kekerasan pada orang.

Pertanyaannya Ronal kenapa tiba-tiba gebukin orang? Pasti ada alasannya. Powlian sangat mengerti sobatnya itu. Tak mungkin dia ujug-ujug nonjok orang. Apalagi ini di acara anaknya sendiri.

Tapi separah apa kesalahan orang itu sampai Ronal berani nonjok di depan massa padahal dia tahu sendiri citra seorang pejabat selalu jelek di mata rakyat. Mana mau pencalonan lagi. Entar partai ikut kenak.

Tak berapa lama Ronal masuk tanpa suara tapi wajahnya tampak panik sekali mencari anaknya, diikuti oleh Salisa, Deva, dan beberapa keluarga Ronal yang ikut masuk ke dalam ruangan itu.

Ronal yang tadinya melangkah tegas kini memelankan langkahnya saat mendekati Nadira.

Dia menghela napas sebentar untuk menata emosinya sebelum akhirnya memanggil anaknya.

"Kak," panggilnya sembari mengelus kepala Nadira yang membuat anak itu mendongak dengan wajah basah dan make up berantakan.

"Papih," katanya sebelum akhirnya bangkit dan memeluk bapaknya. Nadira kembali menangis. Kini lebih kencang dan lebih sesenggukan.

Ronal membalas pelukan anaknya dan mengelus kepala Nadira.

"Papih minta maaf ya karena terlambat. Papih janji ini nggak akan kejadian lagi," ujar Ronal yang membuat Powlian menyenggol Salisa dan mengkode maksudnya apa.

Salisa mengerutkan keningnya. "Lu nggak tahu?" tanyanya tanpa suara karena tak ingin mengganggu momen Nadira dan Ronal.

Powlian menggeleng.

Salisa pun menarik lengan pria itu agar berbicara di luar.

"Ini kenapa sih?" tanya Powlian yang masih bingung.

"Nadira kena pelecehan pas lagi sesi tanda tangan,," ujar Salisa yang membuat Powlian melotot.

"BADJINGAN!!" katanya lalu berniat pergi dari sana untuk menemui lelaki gila tadi. Namun Salisa menghentikannya.

Jangan Bilang Suka! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang