24• 𝙊𝙣 𝙏𝙝𝙚 𝙒𝙖𝙮

5.6K 456 101
                                    

Pukul sepuluh pagi, Anggis, Novia, dan Syarla kembali datang ke rumahnya. Niatnya mereka ingin membantu untuk acara tahlilan nanti malam, tetapi Salisa larang karena dia tahu sendiri tetangganya bagaimana. Kedatangan mereka bertiga tanpa hijab saja sudah menjadi buah omongan, padahal baju mereka tertutup dan sopan.

Malas sekali dengan kekolotan tetangganya. Jadi, dia mengajak teman-temannya untuk berbicara dengannya di luar saja. Sembari berjalan-jalan karena beberapa hari ini dia terus di rumah.

Mereka pergi ke sebuah restoran di Surabaya karena ketiga temannya itu ternyata belum sarapan.

"Bang Neyl kapan balik Indo lagi, Nop?" tanya Salisa yang membuat Novia mengedikkan bahunya.

"Katanya sih bulan depan, ya. Entah. Biasanya ada aja halangan. Gue ga berharap sih, kek udah yang lalu-lalu. Mending gue samperin dia aja daripada bangkotan di Indo."

"Nggak ada rencana nikah klean?" tanya Salisa.

Novia melotot. "Adalah! Gila aja. Dah tua begini masa masih main-main," ujarnya sembari menggebrak meja.

"Ya biasa aja setan," ujar Anggis yang terkejut sampai garpunya lepas dari genggamannya.

Untung saja ruangannya privat, jadi kerusuhan itu tak mengundang atensi orang-orang.

"Sorry," ujar Novia dengan ekspresi WWTB alias wajah-wajah tak berdosa.

"Bulan depan tuh turun sekalian netep di Indo. Deket-deket situlah gua nikah. Belum fiks sih, tungguin ajalah yaw," tambahnya

Salisa mengangguk-angguk. "Kalo Anggis?" tanyanya pada wanita kelahiran Bali itu.

"Gue kalo nikah, langsung diboyong ke Amerika, jadi gue puas-puasin di sini dulu. Dia sih dah ngerengek ya, tapi gue belum sanggup ninggalin Indonesia."

Salisa mengangguk-angguk, lalu beralih menatap Syarla.

"Apa?!" katanya galak yang langsung membuat Salisa, Novia, dan Anggis mengakak dengan respon wanita itu.

"Lu belum ada pacar lagi setelah Daniel?" tanya Salisa

"Ya lu pikir ndiri gue sibuknya kek mana buntutin si Bos, mana bisa dapet pacar, Kak?"

"Rekan bisnis Ronal emang kaga ada yang ganteng? Atau setidaknya seumuran lah," sahut Anggis.

"Banyak, tapi engga deh, gue tahu segala busuknya mereka dari sekretarisnya."

Novia langsung semangat. "Eh, spill dong satu, Dek. Boleh lah, kan nggak sebut nama."

Syarla menimbang sebentar, lalu mengangguk.

"Ada yang old money, tapi ternyata hasil korupsi dari taon sebelum merdeka. Ada yang citranya cool ganteng banget di media, ternyata gay. Ada yang disetirin bapaknya. Ada juga diem-diem mafia yang kongkalikong ama pejabat. Ada yang fetis. Pokoknya lu kalo ngerti, hadeh langsung sadar kalo di Indonesia tuh orang-orang ga ada yang bae. Citra doang iya. Gara-gara gabung grup para sekretaris, gue jadi tahu banyak rahasia bos-bos di Indonesia. Bikin merinding sebadan-badan, jijik, ama mual. Gue bersyukur banget bos gue Kak Ronal. Menurut gue dia paling top seantero dunia. Ya meskipun kalo lagi marah, ya Tuhaaaaan, kek terompet kematian."

Uh wow.

"Disuruh spill satu malah di-spill busuknya satu Indonesia," celetuk Anggis yang membuat semuanya mengakak.

"Yaudah sesama sekretaris sana, kaga mungkin kaga ada yang nyangkut ama lu, Car," ujar Novia.

Syarla menggeleng tegas. "Kaga, entar sama-sama sibuknya ngalahin presiden."

Jangan Bilang Suka! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang