05• 𝐖𝐞𝐥𝐜𝐨𝐦𝐞 𝐁𝐚𝐜𝐤

4.5K 344 52
                                    

Seorang pria dengan rambut sebahunya yang dikucir asal, memandangi hamparan kota Jakarta di malam hari.

Ditemani secangkir kopi yang baru dibuatkan oleh Tania, aspri Powlian sebelum pamit pulang tadi.

Dia tak sendirian, ada sahabatnya yang menemaninya mengopi di balkon apartemen gedung pencakar langit itu.

Siapa? Tentu saja sang pemilik apartemen alias Nyoman Powlian.

"Gua kepo perasaan lu pas ketemu dia," ujar Powlian sembari menyulut api pada ujung rokok yang diapit oleh bibirnya.

Tak susah untuk menebak 'dia' siapa yang dimaksud oleh Powlian.

"Gue tetep kaget ngeliat dia, meskipun gue tahu dia bakal dateng ke Jakarta, ."

Powl menoleh dengan mata melotot.

"Jing, jadi lu tahu dia mau ke sini??" tanya Powl yang membuat Ronal mengangguk.

Powl menghela napas, lalu kembali menghadap ke arah hitamnya langit Jakarta. "Gue lagi males nonjok wajah lu, besok siap-siap."

Ronal terkekeh. "Gue tunggu, Sat," katanya.

"Lu tahu dari mana?" tanya Powl sembari menghembuskan asap dari lubang hidungnya. 

Ronal menyesap kopinya sebentar.

"Gue ngikutin segala hal tentang dia lewat sosial medianya."

Powl melotot. Ini lebih kaget.

"Segitunya?" tanya Powl yang hanya ditanggapi dengan kedikan bahu oleh duda beranak satu itu.

Powl menyandarkan punggungnya santai ke kursi rotan itu. "Berarti lu tahu Andiman pacaran ama Salisa?" tanya Powl yang membuat Ronal menggeleng.

"Dia ga pernah publis siapa, tapi semua pengikutnya pasti tahu dia punya pacar."

"Sakit hati nggak lu?"

Ronal mengedikkan bahunya.

"Terus habis ini lu mau gimana?"

"Gue nggak mau ngulang kesalahan yang kedua, Powl."

"Gas?"

"Yoi brow, gasss. Y x G."

"Bajingan lo. Gue kalo jadi Andiman bakal gue getok lu."

"Ya sebelum jalur kuning melengkung, bisalah usaha dulu secara sehat," ujar Ronal yang membuat Powlian menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Anjing lu, tapi sedaaaap."

Lalu mereka sama-sama diam sibuk bermonolog.

Powlian melontarkan pikirannya pada masa di mana dia dan Ronal di masa sama-sama begitu down.

Ronal yang kalut atas menghilangnya Salisa dan Powlian yang sedang diterjang masalah keluarga.

Mereka pernah bertengkar hebat. Powlian menyalahkan Ronal atas kepergian Salisa.

Mereka tak bisa saling menguatkan saat masa-masa down, meski sebenarnya mereka saling membutuhkan. Untung saja sampai detik ini Ronal dan Powlian masih berteman baik dan masih sama-sama bisa melihat langit Jakarta yang terlihat begitu kelam.

Mengingat masa-masa itu membuat Powlian menghela napas. Berat sekali mengingatnya. Untung saja sudah terlewati.

Powlian menoleh ke arah pria di sebelahnya yang anteng sekali dengan rokok di antara apitan jemarinya.

Bibirnya kontan tersenyum tipis mengingat bagaimana pria itu betah sekali menunggu seseorang. Jika dijumlah dari saat pria itu mulai tertarik pada Salisa, sudah dua puluh satu tahun Ronal menyimpan perasaannya.

Jangan Bilang Suka! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang