Di sore hari, Salisa duduk di salah satu restoran kotanya yang menyediakan tempat privat.
Hari ini, dia akan bertemu ibu Andiman menyelesaikan permasalahan di antara mereka semalam.
Hanya dia, tak ada Ronal, atau papanya, tak ada pula Mas Kevin dan Om Sidi, pun dengan Andiman. Dia memutuskan bertemu Bu Dini tanpa diketahui siapa pun.
Tak berapa lama, seseorang masuk ke dalam ruangan itu dan duduk di hadapan Salisa.
"Mau pesan apa, Bu?" tanya Salisa pada seorang wanita paruh baya dengan setelan hijau lumutnya yang dipadu dengan hijab instan hitamnya.
"Langsung aja, penerbangan Ibu sebentar lagi," katanya.
Salisa mengangguk paham dan langsung to the point pada tujuannya mengundang ibu Andiman ke sana.
"Ibu, aku minta maaf. Aku sadar aku salah karena nggak mengikutkan ibu dalam keputusan kemarin."
"Terus sekarang bagaimana? Mau kamu apa?"
"Aku cuma mau minta maaf. Aku nggak maksa ibu maafin, aku cuma nggak mau hubungan kita nggak baik setelah ini."
"Selanjutnya gimana? Kamu akan berpisah dengan anakku?" tanya ibu Andiman yang membuat Salisa mengangguk.
"Aku sudah menikah, Bu," jawab Salisa.
Tiba-tiba Ibu Andini mengeluarkan ponselnya.
"Silakan kamu baca chat Andiman ke Ibu. Ibu nggak pernah menghapusnya selama beberapa tahun ini. Biar kamu tahu dia selalu membanggakan kamu, dia selalu menceritakan kamu pada Ibu," ujar Ibu Dini sembari mengulurkan ponselnya yang memperlihatkan chat dia dan anaknya ke hadapan Salisa.
Ibu Andini bahkan mengeluarkan beberapa lembar kertas dan meletakkan di samping ponselnya. "Ini tabungan yang dia kumpulin sejak berpacaran dengan kamu. Kamu tahu tabungan itu untuk apa? Untuk kamu. Meskipun sekarang semua isinya raib karena dipakai untuk membayar kerugian bisnisnya. Silakan baca setiap catatannya, semuanya tentang kamu."
Salisa terdiam di tempatnya.
"Ibu minta maaf karena sudah menampar kamu semalam. Ibu terlalu emosi dan memikirkan perasan Andiman. Dia terbiasa menceritakan semuanya pada Ibu, jadi Ibu bisa tahu perasaan dia."
Salisa masih diam di tempatnya.
"Sekarang terserah kamu, tapi Ibu harap kamu memikirkannya ulang. Kamu dan Andi sudah delapan tahun bersama, bahkan kalian sudah bersiap menikah. Kamu sudah menjadi separuh dunia Andiman. Coba balik posisinya jika itu kamu. Jangan biarkan orang baru berada di antara kalian. Ibu rasa ini hanya ujian untuk menguji cinta antara kamu dan Andiman."
Ibu Andini bangkit. "Ibu pergi, sampaikan salam maaf untuk Pak Dimas. Sampaikan juga pada keluarga kamu, jangan datang ke rumah sebelum membawa kabar baik."
Lalu dia meninggalkan Salisa yang masih membisu di tempatnya.
Ma, dewasa ternyata serumit itu, ya.
***
Malam pun tiba setelah keriuhan menyiapkan segala hal di rumah minimalis itu.
Malam ini, orang yang datang untuk mendoakan Mama Rita lebih banyak daripada sebelumnya. Mungkin karena ini malam ketujuh alias malam terakhir dari acara doa bersama, atau mungkin malah karena kedatangan tujuh manusia rupawan berpakaian serba hitam yang baru saja duduk lesehan di ruang makan.
Ronal yang keluar dari kamar Salisa duduk di antara para sahabatnya yang turut datang di malam terakhir acara mendoakan Mama Rita itu. Seperti biasa, para tetangga sibuk ingin melihat para teman-teman Salisa yang 'bukan orang biasa' itu. Jadi Tuan Rumah menyulap ruang makannya menjadi ruang khusus untuk mereka berkumpul agar tak diganggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang Suka! [END]
RomanceSeason 2 Sejauh apa pun kamu pergi dan selama apa pun kamu menghilang, sejatinya luka itu tak pernah selesai. Ia hanya pergi lebih jauh dalam hatimu sampai akhirnya kamu sadar, bahwa kamu belum pernah sembuh. Salisa Haya Wiratama (39) pernah menghi...