********Rumah yang sepi bukanlah hal kebahagiaan
Melainkan sebuah penderitaan. Dia sudah menanti dengan penuh kesabaran. Namun, doa nya belum pernah di kabulkan.RUNNING TIME
Malam ini terasa sepi. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sudah beberapa kali ia mencoba untuk tidur. Namun, kedua matanya itu terus terbuka. Pikirannya masih bergelayut pada seorang laki laki yang mengalah untuk memberikan sebotol coffee siang tadi.
Dia Raihandra Yudistira. Memiliki wajah tampan, tentu saja tak sedikit perempuan yang menyukai dirinya. Salah satu perempuan tersebut adalah Zeyva.
Sejak pertama melihat Raihan, rasa yang di gadang gadang suka itu datang. Ini adalah pertama kalinya Zeyva merasakan apa itu Jatuh cinta. Ternyata, jatuh cinta itu menyenangkan.
Satu motif dari Aplikasi WhatsApp membuyarkan pikirannya. Kemudian, tangannya beralih mengambil ponsel tersebut yang terletak di atas nakas.
Papah
|Besok Papah ke Rumah kamu.Setelah membaca pesan itu, helaan nafas panjang keluar dari mulut nya. Zeyva sudah bisa menebak mengapa Ayahnya akan datang ke Rumah. Pasti, ia akan menanyakan suatu hal yang tak pernah terjawab oleh anak gadis nya.
Perlahan, Zeyva mendekati sebuah meja belajar dengan lampu kuning menghiasi nya. Lalu, ia meraih bingkai foto lama saat dirinya baru saja memasuki sekolah PAUD. Foto itu sudah ada sejak belasan tahun yang lalu. Tepatnya, sebelum Zeyva mengenal masalah dan luka.
Zeyva kecil tersenyum bahagia disana, dengan kedua tangan yang digandeng oleh Ayah dan Ibu nya.
Cemara sekali.
"Aku cuma pengin kayak dulu,"
********
30 menit berlalu
Kini, Zeyva sudah berada di hadapan Ayah kandung dan Ibu tirinya. Perasaan gugup mulai bermunculan, Zeyva sungguh benci dengan pertemuan saat ini.
"Zeyva," panggil pria di depannya
Mendengar namanya dipanggil, sontak Zeyva mendongakkan kepalanya. Tampaklah wajah seorang pria yang sangat familiar di mata.
Dia Evano Mahendra. Seorang pria yang bukanlah cinta pertama nya, dan bukan pula luka. Ia terlalu abu abu di mata, karena, kasih sayang yang ia berikan, hanyalah sementara.
"Sudah 4 tahun berlalu, sebagai orang tua, tentunya Papah sama Mamah kamu capek. Sebenarnya, kamu ini mau ikut siapa? Mamah atau Papah?"
Helaan nafas Kemudian keluar dari mulut Zeyva. Ia tau, mungkin bagi mereka, memilih adalah hal yang mudah. Namun, tidak bagi anak sepertinya.
"Maaf, Pah, kasih aku waktu dulu, ya." ujar nya.
Terdengar decakan kecil dari Mahen. Ia mengusap wajah nya dengan kasar. "Papah tanya, mau sampai kapan?"
"Tunggu sampai aku lulus sekolah, Pah" jawab Zeyva sembari menampilkan senyuman tipis.
Dulu, Zeyva pernah merasakan bahagia, ia pernah menjadi putri Papah satu satunya, ia juga pernah menjadi seorang anak yang beruntung karena memiliki keluarga Cemara.
Namun, semua itu hilang secara tiba tiba. Hanya karena pria lain yang lebih kaya dari Ayah. Ibunya rela berselingkuh demi memenuhi kebutuhan Zeyva dan adiknya. Karena saat itu, keluarga nya tengah merasakan krisis ekonomi yang melanda.
Tak pernah Zeyva bayangkan jika hidupnya akan berubah sedramatis ini. Rasanya ingin menangis ketika mengingat kejadian itu.
"Zeyva, apa nggak kelamaan? Kamu tinggal pilih aja, nak," Perkataan itu kini membuat Zeyva kembali mendongakkan kepalanya. Bukan Mahen yang berbicara, melainkan seorang perempuan berusia 30 tahunan yang saat ini notabene nya sebagai Istri baru sang Ayah.
"Benar Zeyva. Itu terlalu lama." Sambung Mahen.
Zeyva menundukkan kepalanya. Rasanya ia ingin pergi dari ruangan itu, dan berteriak sekencang kencangnya. Mereka pikir, memilih antara Ayah dan Ibu segampang memetik daun, tentu saja tidak.
Dan mungkin, pertanyaan itu sudah sejak empat tahun yang lalu. Tapi, Zeyva pun perlu memikirkan nya dengan matang. Zeyva harus memikirkan apa yang akan terjadi jika ia ikut bersama sang Ayah, dan apa yang akan terjadi jika ia ikut bersama sang Ibu.
"Huft..., Kasih aku waktu dulu, ya, Pah, sebentar. Kali ini, aku janji, aku akan jawab pertanyaan ini kalo aku mau naik kelas 11." Jawab Zeyva sembari memejamkan matanya.
"Papah tunggu."
Ia menoleh kan kepalanya, menatap pintu rumah yang terbuka. Diluar sana, cuaca sedang tidak baik-baik saja. Sepertinya, langit akan meluapkan kesedihannya.
"Kalau begitu, Papah pulang dulu, kayaknya mau hujan. Assalamualaikum,"
"Wa'alaikumsalam"
Dengan keberaniannya, Zeyva mengantarkan sang Ayah ke depan, walau hanya sampai pintu, namun hatinya sudah sedikit lega. Kedua mata nya menatap sendu mobil hitam yang sudah pergi.
Helaan nafas kembali keluar, Zeyva menutup pintu rumah nya dengan rapat. Kemudian, tubuhnya merosot begitu saja ke lantai. Punggungnya menyender pada pintu, pandangannya kosong.
Zeyva duduk sembari memeluk lututnya, kepalanya ia benamkan di sana. Yang kini ia rasakan, hanyalah lelah. Baik lelah fisik, maupun mental.
"Tuhan, aku nggak sekuat itu,"
RUNNING TIME
KAMU SEDANG MEMBACA
RUNNING TIME (SELESAI)
Teen FictionSingkat saja, cerita ini hanya mengisahkan tentang seorang gadis perempuan yang selalu mengharapkan kebahagiaan itu datang. Segala cara pun sudah ia lakukan. Namun nyatanya, yang selalu mendatangi dirinya hanyalah masalah dan kesedihan. Ia selalu be...