CHAPTER TWENTY THREE

35 5 0
                                    


"Biarkan aku menyaksikan penyesalan Mamah, kalau Kakak pergi lebih dulu."

-Nevanka Dakara

*
*
*

RUNNING TIME

Tubuhnya merosot dibalik pintu, baru saja pulang dari Sekolahnya, ia sudah mendapat kabar tidak baik dari Adzkar--Ayah tirinya. Adzkar memberitahu bahwa Neva mengalami kecelakaan saat sudah berada di area kota Bandung.

Sakit, tentu saja. Bak petir di siang bolong. Perasaan, kemarin anak itu masih baik baik saja. Namun hari ini, Nevan sudah terbaring di atas Brankar Rumah Sakit dengan keadaan yang masih lemas.

Walau Adzkar berkata jika Nevan baik baik saja, lukanya tidak terlalu parah. Tapi, yang namanya Kakak pasti khawatir dengan adiknya.

Tiba tiba, ponsel di dalam tasnya berdering cukup kencang. Di sana, terpampang nama Ibunya cukup jelas. Tanpa berlama lama, Zeyva langsung menekan tombol berwarna hijau dan ia tarik keatas.

Berharap, Ibunya memberikan kabar baik tentang Nevan. Ia mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Dasar anak nggak berguna!"

Jantungnya berdegup kencang saat mendengar itu. Ini adalah pertama kalinya ia mendengar Ibunya berkata kasar pada dirinya sendiri. Walau hanya sebatas lewat telepon, tapi, kalimat itu benar benar menusuk hatinya sangat dalam.

Disitu, Zeyva hanya bisa terdiam. Kemarin sang Ayah, dan hari ini Ibunya. Apakah ia harus terus terusan mendapat makian dari orangtuanya.

"Gara gara kamu, Nevan celaka."

Zeyva masih terdiam. Mengapa harus ia yang disalahkan? Zeyva saja awalnya tidak tahu apa apa. Tuduhan dari Asya membuat Zeyva dihantui rasa penyesalan.

Seharusnya, kemarin ia tidak menyuruh Nevan untuk pulang.

"Kalau Nevan nggak ke Jakarta, dia nggak mungkin kayak gini. Kamu tahu, kan? Nevan anak kesayangan Mamah. Kalau dia semakin parah, Mamah nggak bakal maafin kamu! Dasar bajingan menyusahkan!."

Tubuhnya melemas mendengar itu. Tega sekali Asya mengatakan itu pada anaknya sendiri. Zeyva seakan akan kehilangan oksigen nya.

"Semoga kamu segera pergi dari dunia ini!"

Zeyva sudah tidak bisa membendung air matanya. Ia segera mematikan sambungan telepon. Kata kata dari Asya sangat menyakitkan. Mengapa orangtuanya mendadak membenci Zeyva.

Bukankah Zeyva juga anak mereka? Mengapa mereka begitu membencinya. Kemana Ayah dan Ibunya yang dulu? Kemana mereka? Seburuk itu, kah, Zeyva di mata mereka sekarang?

Mereka-lah yang membuatnya ada di dunia. Namun, mengapa mereka tidak mengizinkan Zeyva untuk bahagia saat dewasa. Sekali saja.

Sekali saja, Tuhan.

Zeyva ingin mengulang kembali keluarganya yang dulu. Keluarga yang menyimpan sejuta bahagia, bukan sejuta luka. Ia meremas dadanya yang begitu sakit. Air matanya terus mengalir.

Kalimat yang Asya ucapkan terus berkecamuk di dalam kepalanya. Padahal, luka adiknya tidak terlalu sakit. Namun, Asya dengan tega mengucapkan kalimat yang menjadi luka, dan luka yang akan selalu membekas selama lamanya.

"Jahat. Kalian jahat," Zeyva terisak.

Tubuhnya bergetar hebat, sampai sampai ia terjatuh ke lantai sangking tidak kuatnya. Mengapa perubahan pada keluarganya terasa begitu cepat.

RUNNING TIME (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang