CHAPTER NINE

69 6 0
                                    

"Kita berdua nggak akan berpisah. Dan nggak akan pernah ada yang memisahkan kita berdua. Selain sang pencipta. Karena, persahabatan yang sejati, akan terikat oleh rasa yang abadi, sampai kita mati."

-Amy Charlotte-

*
*
*
*
*
*

RUNNING TIME

Rumah Zeyva kini terisi oleh empat orang, tentunya itu membuat Zeyva senang. Namun, ada satu hal yang membuatnya hatinya ganjal, yaitu Adzkar yang tak lain adalah Ayah tirinya.

Andai jika Adzkar adalah Mahen, ayah kandungnya sendiri. Mungkin ia akan merasa lebih senang dan bahagia.

Setelah tiga hari menetap disana, adiknya itu memutuskan untuk pergi berkeliling kota kelahirannya, menggunakan Sepeda milik Kakaknya.

Sungguh ini baru pertama kali Nevan menginjakkan kakinya di kota Jakarta, setelah sekian lama menetap di Bandung ikut bersama Asya.

Semenjak kedua orang tuanya berpisah, Nevan dan Zeyva tak pernah bertemu. Mereka hanya bertukar pesan lewat ponsel. Jujur, Zeyva sangat menyayangi sang adik, namun, Tuhan berkata lain, ia memisahkan saudara kandung kandung nya sendiri.

Tidak berangkat sekolah satu Minggu, tentu membuat dirinya bosan, tapi, ia patut bersyukur, karena hari ini keadaan nya sudah membaik.

Mungkin, besok ia sudah bisa menjalankan kegiatan nya seperti biasa.

Setelah membereskan kamar, Zeyva berniat untuk keluar, untuk mengisikan perutnya yang sudah keroncongan. Tangan nya bergerak memutar gagang pintu kamarnya.

Namun, kegiatan nya terhenti ketika mendengar seperti ada orang ribut di luar sana.

"Aku kan udah bilang, kamu nggak usah ikut. Biar aku sama Nevan yang jenguk Zeyva. Tapi kamu ngotot, kalau kamu nggak ikut dan kerja, mungkin hari ini kita bisa pulang." Hardik Asya di luar,

Zeyva semakin mendekatkan telinganya kepada pintu.

"Walaupun Zeyva bukan anak kandung aku, dia juga kan sudah menjadi bagian dari keluarga aku, kalau kamu jenguk dia, ya, aku ikut."

"Tapi, kalo kamu kerja di Bandung, dan udah kirim uang ke aku, keadaan nya nggak bakal kayak gini." Asya semakin mendesak Adzkar.

"Kamu nyalahin aku? Dasar Istri tidak tahu diri. Ini yang menjadi alasan kenapa aku menyesal menikah sama kamu! Kenapa sih, dulu aku bisa suka sama orang kayak kamu." Sahut Adzkar.

Mendengar itu, hati Zeyva tergores. Mengapa sejak dulu ia harus mendengarkan pertengkaran kedua orang tuanya, sejak Asya bersama Mahen pun mereka sudah saling bertengkar. Dan kini, saat Asya sudah bercerai dengan Mahen, dan menikah dengan Adzkar, masih ada pertengkarkan?

Mungkin, dulu Asya menyukai Mahen karena ia lelaki yang bergelimang harta. Namun, kini keuntungannya sudah mulai menurun.

Tubuh Zeyva merosot ke bawah. Ia ingin menangis, tapi air matanya tidak keluar.

Hatinya pun terasa sesak. Tiba tiba, kepalanya mendadak terasa pusing. Sebuah darah segar keluar dari hidung nya. Sontak membuat Zeyva tergelak.

Ia segera mengambil beberapa lembar Tisu, dan membasuh hidung nya.

Zeyva menatap dirinya di pantulan kaca kamar mandi, walaupun rumah Zeyva hanya sederhana, tapi setiap kamarnya menyediakan satu kamar mandi pribadi.

Hidungnya mancung nya terlihat memerah. Dunia nya seakan akan berotasi tak terkendali, tangannya memegangi kepalanya yang terasa begitu berat.

Ia berjalan keluar menuju ranjang kamar nya, dan duduk di bibir kasur. Rasa pusing itu tak kunjung hilang. Rasanya, Zeyva ingin menyerah saja. Namun, ia sadar, ini belum seberapa. Jika Zeyva menyerah, artinya ia lemah.

"Tuhan, aku harus apa?"

******

Hari ini, adalah hari yang Zeyva tunggu tunggu, waktunya ia melaksanakan kewajiban nya sebagai seorang Pelajar sekolah, setelah sekian lama di rumah.

Namun, hari ini juga hari dimana Ibu, Ayah tirinya, dan juga Nevan singgah dari Rumah nya, mereka telah kembali ke Bandung. Setelah kepergian mereka, hati Zeyva terasa porak poranda.

Rasanya seperti ada yang hilang, rumah nya kembali sepi seperti dulu.

Zeyva di sambut hangat oleh beberapa murid lainnya, basa basi dengan kata 'sudah sehat?', mendapat sapa'an seperti itu, Zeyva pun tak kalah sopan menjawabnya.

"Udah Sehat, Zey?" Sapa Kenzo sambil merangkul Amy. Disitu Zeyva hanya tersenyum dan mengangguk.

Selama itu kah ia tak berangkat sekolah?

"Syukurlah."

Mereka bertiga mengobrol bersama, tertawa, dan bercengkrama bersama sampai bel sekolah berbunyi.

Para siswa yang tadinya berada di luar, kini berbondong-bondong masuk ke dalam, salah satu dari mereka, ada Raihan.

Kedua mata Zeyva pertama kali tertuju pada lelaki itu. Sementara di sisi lain, terdapat pula lelaki yang tengah memperhatikan dirinya.

Pandangan lelaki itu terlihat tajam. Wajahnya memang selalu terlihat serius, ia seperti seorang yang memiliki darah dingin.

Selama hidup, belum ada yang bisa menaklukkan hati nya, selain seorang Zivanna Zeyva Elmina.

Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama?

"Lo cantik, Zeyva."

******

Lima menit setelah bel istirahat berbunyi, Zeyva dan Amy sudah sampai di Kantin dan menyantap makanan yang telah mereka pesan. Menu mereka hari ini adalah Mie goreng pedas campur Risol ayam Ter The base di Kantin SMA Mega Jaya.

Saat sedang enak menikmati makanan nya, tiba tiba Zeyva di suguhkan dengan beberapa lembar kertas putih dengan banyak tulisan disana.

Kepalanya mendongak, menatap siapa orang yang mengejutkan nya.

"Raga," Ucap nya sambil memandangi wajah lelaki di depannya.

"Iya, ini ada tugas dari Bu Wina, Bahasa Indonesia, di suruh di catat di Papan tulis, kata anak anak, Lo Sekertaris, iya??" Jelasnya sembari bertanya di akhir kalimat.

"Iya, taruh di sini aja, nanti abis bel masuk gue tulis."

Mendengar jawaban dari sang lawan bicara, Raga pun mengangguk, dan pergi dari sana.

"Raga orang nya kayak nggak pernah senyum, sih, cuek mulu, padahal ganteng loh" seloroh Amy sambil menyantap makanan nya.

"Udah dari sana nya, kali."

"Haha, ada ada aja, Lo." Sahut Amy sembari tertawa.

Zeyva merasa senang ketika melihat Any tertawa, rasanya ada bahagia yang menyalur disana. Bersahabat dengan Amy sejak kecil, tentu membuat ia merasakan ikatan batin dan rasa simpati yang kuat.

Intinya, mereka berdua akan selalu mengobati satu sama lain. Mereka akan selalu sigap ketika salah satu nya sedang merasakan sakit. Bukan hanya sakit fisik, ketika sakit hati pun, mereka akan saling menasihati, menerima cerita satu sama lain dengan baik.

"Amy, gue beruntung punya sahabat kayak Lo." Tutur Zeyva dengan senyum kecil.

"Gue juga, Zey"

"Jangan tinggalin gue, ya, kita harus sama sama terus."

Amy mengangguk setuju. "Iya, harus. Inget, kan, kalimat gue dulu,"

"Kita berdua nggak akan berpisah. Dan nggak akan pernah ada yang memisahkan kita berdua. Selain sang pencipta. Karena, persahabatan yang sejati, akan terikat oleh rasa yang abadi, sampai kita mati."

RUNNING TIME

RUNNING TIME (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang