CHAPTER THIRTY SIX

23 2 0
                                    

"Kata orang, lepaskanlah mereka. Janganlah terus terusan merasa kehilangan. Namun, kehilangan terasa begitu menyakitkan, ketika yang hilang adalah orang tersayang."
-Running Time-

*
*
*

Happy Reading.....

*
*
*
*

Nevan menatap iba wajah Kakaknya yang sudah di penuhi luka luka lebam, seperti habis di gebuki oleh preman.

Tangan kanannya bergerak membelai dahi Zeyva yang masih mengeluarkan darah. Entah apa yang di lakukan oleh sang Ayah, sehingga membuat luka basah seperti ini.

Tapi Nevan sudah bisa menduga, pecahan pecahan beling sudah menyebar kemana mana, gelas yang aslinya tersusun rapi, kini menjadi serpihan serpihan yang menyakiti seseorang.

Gelas yang di banting Mahen, sama persis dengan keluarga kecil mereka yang sudah pecah berantakan. Di dunia ini pun keluarganya hancur karena Mahen.

Perpecahan keluarga itu pun meninggalkan serpihan serpihan kaca yang tertinggal, akan selalu melukai anak anaknya, dan akan selalu membekas selama lamanya.

"Kak, jangan pikirin Papah, ya. Sekarang kita obati luka Kakak." ujar Nevan.

Namun, Zeyva langsung menggeleng. "Ngg--nggak u--usah, Van. Pasti kita u--udah di t--tunggu, kan, sama Nenek. K--kakak siap siap dulu." tolak Zeyva.

"Enggak, Kak. Kita obati luka Kakak dulu, masih lama. Ini juga baru terang,"

Nevan menatap pintu rumah yang terbuka, rintik hujan yang tadinya deras kini menjadi redam setelah kepergian Ayahnya.

Namun Zeyva tetap kukuh dengan dirinya, ia terus menolak Nevan dan memasuki Kamarnya dengan langkah yang tertatih.

Di situ, Nevan hanya bisa menghela nafas. Ia mengambil sapu beserta serokan sampah, untuk membereskan kaca kaca yang berserakan.

Nevan kira, saat ia tiba di rumah sang Nenek, ia sudah bisa bertemu Zeyva yang sudah lama ia rindukan. Namun ternyata, gadis itu belum datang.

Padahal, di sana sudah ada Lily. Ia kira juga, kakaknya akan menebeng dengan sang Tante, tapi ternyata tidak.

Di dalam kamar, bukannya langsung pergi ke Kamar mandi, Zeyva malah duduk di bibir kasur sembari merutuki dirinya sendiri.

Ia masih belum mencerna apa yang sudah terjadi. Saat di tatapnya wajah di depan cermin, air matanya kembali luluh, kepalanya langsung menunduk.

Bahkan luka sebanyak itu tak sebanding dengan sakit di hatinya. Sakit hanya di awak saja jika luka fisik, namun sakit di hatinya, akan selalu membekas, dan tidak akan pernah ada yang mengobatinya.

Ponselnya berdering dalam saku, ia segera mengambilnya. Tampak sebuah telepon dari gadis bernama Ana, teman satu kelasnya.

"Hallo, Va." sapa Ana dari seberang sana.

"Iya, Na. Halo?" Zeyva membalas sapaan dari Ana dengan lirih.

Terdengar embusan nafas dari Ana ketika akan mengucapkan sesuatu. "Zeyva, lo udah tahu? Amy, Va,"

Zeyva mengernyit. "Apa? Kenapa? Ada apa?"

"Va, Amy..."

Zeyva di buat deg degan oleh teman satu kelasnya. Sebenarnya ada apa, kenapa dengan sahabatnya. Mengapa Ana seperti berat ingin menyampaikan pesan itu kepada Zeyva.

RUNNING TIME (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang