CHAPTER THIRTY FIVE

28 2 0
                                    

"Mungkin dia memang tidak berguna. Tetapi, pernahkah kalian mengapresiasi usahanya?"
-Running Time-

*
*
*

Happy Reading...

"Gue pamit berangkat dulu, ya, Zey."

"Iya, My. Hati hati,"

Amy menganggukkan kepalanya. Lalu masuk ke dalam mobil untuk menuju Bandara.

"Berangkat dulu, ya, Va." seru Amanda dari dalam mobil, sembari melambaikan tangannya.

"Iya, Tante. Hati hati di jalan."

Mobil yang di gunakan oleh Amy kini mulai melaju, menciptakan jarak yang cukup jauh bagi Zeyva.

Ia berdoa, agar satu keluarga itu selamat sampai tujuan.

Seketika ia terkikik geli saat mengingat kejadian semalam. Semalam, Amy datang ke Rumahnya dengan membawa buku seribu bahasa nya.

Amy menyuruh Zeyva untuk berpura pura menjadi orang Jepang yang akan bertemu dengannya. Ketika Amy berkata, bukannya menjawab, Zeyva malah ketawa ketiwi tidak jelas.

Hal itu karena yang di ucapkan Amy tidak benar. Kata yang asalnya Hajimetedesu menjadi Jambumetedeseu.

Entahlah. Padahal, kata kata itu dapat terbilang sangat berbeda. Mungkin tadi malam, Amy sedang memikirkan Jambu Mede atau ia memang sedang melawak.

Tidak lama setelah mobil Amy hilang dari pandangan nya, sebuah mobil sedan berwarna hitam datang menghampiri nya.

Zeyva tahu siapa itu, jantungnya berdegup dengan kencang, peluh di keningnya bercucuran, suasana di sana menjadi panas dingin tidak karuan.

Mobil itu berhenti tepat di depannya. Muncullah wajah sang Ayah ketika jendelanya terbuka. Kedua tangannya meremas pinggiran rok nya.

"Udah siap?" tanya Mahen, dengan nada yang biasa.

Zeyva mengangguk. "Iya sudah masuk."

Kakinya berjalan mendekati Mobil Mahen, tepatnya pada kursi paling belakang. Namun, ketika ingin membuka ternyata pintunya terkunci.

Ia melirik Ayahnya yang diam saja di dalam sana. "Siapa yang suruh kamu duduk di belakang? Duduk sini saja, samping Papah."

Mendengar itu, Zeyva menggaruk tengkuknya. Mana ia tahu Ayahnya ingin Zeyva duduk di sampingnya. Alhasil, Zeyva harus memutari Mobil itu terlebih dahulu.

Zeyva duduk si samping kiri Mahen dengan canggung. Selama perjalanan pun rasanya, Zeyva merasakan aura yang sangat berbeda.

Ia sudah seperti bertemu dengan Hantu yang menyeramkan. Apalagi, saat melihat tatapan Mahen yang selalu lurus ke depan, dengan sorot mata yang sangat tajam.

"Enggak usah tegang. Sama Papah sendiri kok takut, santai aja, Va." ujar Mahen, tersenyum kecil.

Melihat itu, Zeyva hanya bisa mengangguk. Air mata kini sudah terbendung di pelupuk matanya. Rasanya Zeyva sangat senang bisa melihat senyuman Mahen yang hangat.

Sudah lama sekali ia tak melihat itu.

"Gimana Semesteran kemarin?" tanya Mahen, mampu membuat Zeyva diam.

Kemudian, kepalanya menoleh pada anak gadisnya, ia mengerutkan kening ketika Zeyva tak kunjung menjawab pertanyaan darinya.

"Zeyva, Papah nanya, loh,"

"B--baik, Pah. Lancar banget, kok, nggak ada masalah sama sekali." jawab Zeyva, memamerkan senyumnya.

Sementara Mahen hanya mengangguk anggukkan kepala. Zeyva tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Mahen saat mengetahui bahwa dirinya mendapat peringkat tiga.

RUNNING TIME (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang