CHAPTER THIRTY SEVEN

27 3 0
                                    


"I'm still holdin' on to everything that's dead and gone.
I don't wanna say goodbye, 'cause this one means forever.
And now you're in the stars and six-feet's never felt so far.
Here I am alone between the heavens and the embers."
-Benson Boone-

*
*
*

Happy Reading....

Langkahnya terasa begitu lemah saat memasuki sebuah rumah bertingkat dua milik Keluarganya. Samar samar terdengar canda tawa mereka dari ruang tengah.

Zeyva menyalami satu persatu punggung tangan anggota keluarganya, sampai pada sang Ibu yang hanya menatapnya datar.

Berbeda dengan lainnya, mereka tampak begitu khawatir dengan luka sayatan yang terdapat di dahi Zeyva.

Bagaimana luka sayatan bisa berada di sana. Jika dilihat lihat pula, luka itu masih baru, warna kemerah-merahan terlihat masih begitu jelas.

Jika di pikir pikir juga, kalau Zeyva tadi di begal di jalan, mungkin yang luka luka Nevan.

"Itu lo kenapa, Va? Kok bisa ada luka di jidat?" tanya Ibra sambil menunjuk dahinya dengan jari telunjuk.

Mendengar itu, spontan Zeyva menutupi lukanya dengan tangan.

"E--eoh, itu cuma kena paku. Nggak sengaja." jawab Zeyva seadanya.

"Kena paku gimana, kok bisa kena paku di jidat gitu, jujur aja, Zeyva." ujar seorang wanita paruh baya yang duduk di samping Ayah Ibra.

"Ini beneran, Nek. Cuma kena paku yang buat nyantolin pakaian. Aku nya nggak sengaja tadi,"

Zeyva tersenyum meyakinkan, membuat semua orang di sana akhirnya mengangguk percaya.

Tangannya terangkat ke atas, menyentuh luka goresan beling dari Mahen beberapa jam yang lalu. Luka dari Mahen terasa menjalar ke seluruh tubuh.

Namun, sakit dari luka di fisiknya tak sebanding dengan sakit di hatinya. Bukankah itu perlakuan yang sangat tidak pantas di lakukan oleh seorang Ayah?

Sesekali kedua matanya melirik sang Ibu, yang masih enggan untuk menatap dirinya. Hatinya perih tatkala mengingat ucapan ucapan wanita itu, yang masih membekas dan terasa menyakitkan.

Namun di balik itu, Asya sebenarnya khawatir dengan Zeyva. Apa yang terjadi dengan anak perempuannya.

Tiba tiba, seorang gadis berjalan kasar di depannya, padahal di belakang kosong. Gadis itu menghempaskan tangan di depan Zeyva, sehingga menyentuh punggung tangan Zeyva cukup keras.

"Akh!"

Zeyva meringis. Kuku kuku tangannya mampu menembus luka yang sudah lumayan kering. Sedikit demi sedikit darah kembali keluar dari sana, mengejutkan orang orang yang melihatnya.

"Zeyva! Itu keluar darah."

Buru buru gadis itu menutupi lukanya dengan berjalan tergesa gesa menuju kamar mandi. Sangking buru burunya, ia bahkan tak sempat untuk izin.

Tak lupa, ternyata tasnya masih ia pegang.

Air dingin menyentuh kulit wajah nya, menghilangkan noda darah dan melunturkan make up yang menutupi luka luka lebam di sana.

Saat make up nya sudah benar benar menghilang, terlihatlah luka luka lebam berwarna merah kebiruan.

Helaan nafas panjang ia hembuskan. Tak di sadari, seorang wanita diam diam mengikutinya dari belakang. Dengan hati hati, ia membuka pintu kamar mandi dengan perlahan.

RUNNING TIME (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang