Anggota Pawn dan juga Ranvi pulang kembali ke markas pada saat hari sudah menjelang malam. Beberapa anggota mengalami luka ringan, termasuk Ranvi yang memiliki luka kecil di bagian dahinya. Penyerangan tadi ternyata hanya dilakukan oleh sekitar lima belas prajurit saja, yang membuat anggota Pawn begitu mudah dalam melakukan perlawanan dan menjaga warga di sana. Mereka bersyukur tidak ada satu pun warga yang terluka, bahkan kerusakan di sana pun tidak terlalu parah.
"Kalian baik-baik saja, Ranvi?" tanya Dara yang menyambut mereka seperti biasanya. "Bagaimana tadi?"
Ranvi mendudukkan dirinya di kursi yang berada di ruang tengah, dengan masih menggunakan seragam dan atributnya.
"Semuanya baik-baik saja." Dia menerima segelas air minum yang disodorkan oleh Dara dan meminumnya. "Orang-orang itu bukan apa-apa bagi kita, mereka begitu mudah dikalahkan. Pejabat kejam itu mengirim mereka hanya untuk menggertak penguasa daerah di sana. Beberapa prajurit yang terluka juga aku bawa ke sini. Kau nanti bantu Pak Ali dan yang lain untuk mengobati mereka," jelas Ranvi.
Dara mengangguk, dia sudah biasa membantu para medis yang organisasi ini miliki. Hal ini juga sering mereka lakukan, mengobati lawan yang mereka kalahkan. Ranvi juga memperlakukan tawanan mereka dengan baik, sehingga hal itu membuat para tawanan berkhianat kepada atasannya sendiri dan lebih memilih untuk ikut bersama Ranvi. Contohnya pria yang terluka kemarin, dia sebelumnya tawanan Ranvi. Namun, berkat kebaikan Ranvi kepadanya, kini dia menjadi salah satu anggota Ranvi yang setia.
Pria itu beranjak dari duduknya. "Oh, iya, ke mana perginya gadis nakal itu?" tanya Ranvi yang tidak melihat keberadaan Zoya. Padahal jika dia pulang dari tugasnya, gadis itu akan segera meninggalkan apa pun yang sedang dia kerjakan dan segera menemuinya.
"Sejak dari pagi anak itu tidak keluar dari kamarnya. Aku juga mengkhawatirkannya, dia tidak mau makan dari tadi. Pintu kamarnya pun dia kunci. Aku merasa Zoya sedikit berbeda hari ini, mungkin suasana hatinya sedang tidak baik," jawab Dara dengan raut wajah khawatir.
Perasaan Ranvi berubah tidak tenang. "Aku akan periksa ke atas."
Baru saja Ranvi akan melangkahkan kakinya, salah satu anggota dengan angka 454 di rompinya tergesa menghampiri Ranvi.
"Ada apa?" tanya Ranvi langsung saat anggotanya itu tepat di depannya.
"Zoya belum pulang sejak tadi siang, Pak," lapornya.
"Maksudmu? Dia pergi?"
"Iya, Pak. Tadi dia meminta izinku untuk pergi ke sungai sebentar, dan sampai sekarang dia belum juga kembali. Saya juga sudah mencarinya ke sana, tetapi Zoya tidak ada."
Apa yang dikatakan oleh anggotanya ini membuat Ranvi geram. "Bagaimana bisa kau mengizinkannya tanpa memberitahuku atau Dara terlebih dahulu?" ucap Ranvi marah.
"Tetapi, Pak ... Zoya sendiri bilang Anda mengizinkannya kalau hanya pergi ke sungai."
Ranvi menarik napas kasar. "Sudah aku bilang, jaga dia. Jangan biarkan dia lepas dari pengawasanmu."
"Kenapa juga kau tidak ikut bersamanya ke sana?" tanya Dara yang kini sama marahnya seperti Ranvi.
"Zoya ingin pergi sendiri tadi, Bu. Dia bilang ingin menenangkan diri."
"Kenapa tidak kau ikuti diam-diam saja dari belakang? Bukankah dengan begitu kau bisa mengawasinya meskipun dari jarak jauh?" Jantung Dara berdetak tidak karuan. Setelah mengatakan itu, dia beranjak pergi menuju kamar Zoya. Berharap gadis itu ternyata sudah pulang dan berada di kamarnya.
"Maafkan saya, Pak. Saya akan mencari lagi Zoya sekarang," ujar pria itu penuh rasa bersalah.
"Tidak perlu, kita tunggu dia pulang."
Pria itu terkejut. "Tetapi, Pak—"
"Dia pasti pulang," sela Ranvi.
Dia pikir, mungkin memang benar gadis nakal kesayangannya itu sedang ingin menenangkan ini. Lagi pula Zoya bukan lagi anak di bawah umur, dia sudah beranjak dewasa. Hanya terkadang tingkahnya saja seperti anak kecil kalau sudah berhadapan dengan Ranvi.
"Kalau tidak, bagaimana, Pak?"
"Kita akan mencarinya, dan kau ... harus bersiap menerima konsekuensinya karena tidak mampu menjaga Zoya," tegas Ranvi membuat anggotanya itu bergidik ngeri. Zoya adalah putri kesayangan Ranvi. Jika terjadi apa-apa terhadap Zoya akibat kecerobohannya, pasti hukuman yang diberikan oleh Ranvi sesuatu hal yang sangat menakutkan.
"Baik, Pak. Saya mengaku bersalah dan siap jika memang nanti harus dihukum."
Ranvi mengiyakan ucapan anggotanya itu dan menyuruhnya segera kembali ke tempatnya berjaga. Bersamaan dengan itu, Dara dengan terburu-buru menuruni anak tangga.
"Ranvi!" teriak Dara yang wajahnya sudah berurai air mata.
"Ada apa, Dara?" Ranvi menghampiri Dara yang napasnya terasa berat.
"Zo-zoya, di kamar Zoya." Dara menunjuk-nunjuk ke arah kamar Zoya.
"Kenapa? Ada apa sebenarnya?" tanya Ranvi semakin penasaran.
Dara mencoba mengatur napasnya. "Ada ... ada banyak darah berceceran di kamar Zoya, Ranvi." Dara kembali terisak, pikirannya menjadi ke mana-mana. "Ranvi ... Zoya? Sekarang dia di mana, Ranvi? Dia tidak kenapa-kenapa, 'kan?"
Dahi pria itu mengkerut. Dia tercengang dengan apa yang Dara katakan.
"Cepat jawab aku! Kenapa kau hanya diam saja?" Dara menjatuhkan dirinya ke lantai, kakinya terasa lemas sekarang. Memikirkan hal yang sama sekali tidak dia inginkan terjadi kepada Zoya.
"Kau tenangkan diri dulu, aku dan anggota yang lain akan segera mencarinya. Zoya pasti baik-baik saja," ujar Ranvi mencoba menenangkan Dara juga dirinya sendiri.
Tidak hanya Dara, Ranvi pun merasa sangat khawatir. Jantungnya berdebar hebat, takut terjadi sesuatu yang buruk menimpa Zoya. Ranvi dengan cepat berlari menuju para anggotanya dan menyuruh mereka segera mencari Zoya. Dia juga sebelumnya pergi ke kamar Zoya, untuk memastikan apa yang dikatakan oleh Dara.
Ranvi mencoba menepis hal buruk yang ada dipikirannya sekarang, setelah melihat beberapa bercak darah menghiasi seprai putih kasurnya Zoya, begitu pun di lantai kamarnya banyak darah yang berceceran. Genangan darah yang cukup banyak juga terlihat ada di dekat jendela. Ranvi mengambil sesuatu di saku bajunya, sebuah foto berukuran 2R. Terpampang wajah Zoya dan istrinya yang sedang tersenyum lebar di foto itu. Matanya memerah dengan linangan air mata saat melihat dua orang yang dia sayangi di foto itu.
"Kau pasti baik-baik saja, kan, Nak?" Ranvi berbicara ke foto yang berada di tangannya. Seakan-akan dia bisa merasakan kalau gadis itu sedang dalam keadaan yang baik-baik saja.
Di saat Ranvi dan anggotanya mencari Zoya. Tidak jauh dari markas mereka, seorang gadis sedang duduk termenung sembari melihat bintang di atas rumah pohon. Gadis itu sedang merutuki dirinya atas apa yang telah dia perbuat. Kesalahan yang baru pertama kali dia lakukan. Sebuah dosa seperti sedang memeluknya saat ini, sehingga luka yang ada pada tubuhnya tidak terasa sakit sama sekali.
Gadis itu semakin terpuruk dalam rasa bersalah, tatkala melihat lagi jasad yang terbujur kaku tepat berada di bawah rumah pohonnya. Tubuh lemah gadis itu juga perlahan berbaring, bersama semilir angin yang membuat matanya ikut terpejam. Gadis itu kini tidak sadarkan diri, beriringan dengan suara teriakan Ranvi yang memanggil-manggil nama Zoya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Minor Mayor
AksiRanvi, seorang mantan Mayor Jenderal, membentuk sebuah organisasi rahasia untuk membantu negara-negara yang terkena konflik. Organisasinya bertujuan menghancurkan para pemimpin licik dan kejam, yang hanya ingin meraup keuntungan tanpa mempedulikan r...