Bagian 14

25 8 0
                                    

Aditya dengan tergesa pergi menuju ruang bawah tanah, setelah mendengar ada penyusup di kediamannya. Dia langsung menduga, penyusup itu pasti suruhannya Ranvi yang ingin menyelamatkan Zoya. Benar saja, saat Aditya sampai di sana, gadis itu sudah tidak ada di tempatnya. Hanya tersisa makanannya yang baru tersentuh sedikit dan tali yang tadi dipakai mengikat Zoya. Hal itu tentu saja membuat Aditya geram. Baru saja dia menikmati keberhasilannya bisa menangkap Zoya, kini dia harus kehilangannya lagi. Ini sudah kesekian kalinya Aditya gagal menahan Zoya untuk membalaskan dendamnya.

"Bagaimana bisa penyusup itu bisa masuk ke sini dan membawa gadis itu?!" hardik Aditya di hadapan anak buahnya yang kini menunduk takut. "Bukankah sudah aku perintahkan untuk perketat penjagaan di sini?"

Anak buah Aditya hanya bergeming.

"Kenapa kalian hanya diam saja, hah?!" Aditya mulai mengeluarkan senjata dari saku celananya. "Jawab!" sentaknya.

Tidak ada satu pun dari mereka yang berani menjawab Aditya, sehingga Aditya yang murka melampiaskan amarahnya dengan menembak salah satu anak buahnya. Tidak berhenti di situ, Aditya juga mulai menghajar dan mencela anak buahnya itu. Sampai kemudian, seorang wanita tergopoh-gopoh menghampiri Aditya.

"Tuan!" panggilnya.

Aditya menghentikan aksinya dan beralih menatap wanita itu. "Kau dari mana saja?! Bukankah aku memerintahkanmu untuk mengawasi gadis itu di sini?!"

Wanita itu berusaha menetralkan napasnya yang tersengal-sengal. "Maafkan aku, Tuan. Aku tertipu oleh penyusup yang berpura-pura menjadi anggota kita. Dia menjebakku agar pergi ke gudang sehingga rekannya menyekapku di sana," ujarnya.

Aditya menghela napas kasar. "Kalian semua memang tidak becus!" sentak Aditya seraya menodongkan senjatanya ke arah wanita itu.

Sebuah peluru ditembakkan ke lengan wanita itu dan membuatnya mengerang kesakitan. Namun, peluru itu bukan berasal dari senjata yang dipegang oleh Aditya, melainkan dari anggota Pawn yang kini mulai menyerang mereka. Aditya sontak terkejut dan balas menyerang. Dia juga berusaha menyelamatkan diri setelah banyak anak buahnya yang dilumpuhkan.

Di saat Aditya dan anak buahnya sedang kalang kabut melawan anggota Pawn. Zoya dan pria yang menyelamatkannya kini berhasil ke luar dari kediaman Aditya, berkat bantuan dari beberapa anggota yang dikirim Ranvi untuk membantu pria itu menyelamatkan Zoya. Mereka berdua juga bisa leluasa untuk melarikan diri tanpa anak buah Aditya ketahui.

"Kenapa kau terus di belakangku, Zoya? Cepat masuk ke mobil," ujar pria itu mendapati Zoya masih mengekor di belakangnya saat dia hendak masuk ke mobil.

Zoya mengangkat tangan kirinya. "Lihat! Kau lupa melepaskan ini."

"Kau benar." Seketika pria itu tersadar, dia belum melepaskan tali yang mengikat tangan mereka.

Pria itu kemudian dengan cepat membuka tali yang mengikat pergelangan tangan kiri Zoya dan menyuruh Zoya cepat masuk ke mobil. Pria itu juga segera masuk ke mobil setelah sebelumnya melepas ikatan tali di tangannya. Mobil pun melaju meninggalkan tempat Aditya. Gadis itu pun merasa lega sekarang. Akhirnya dia bisa terbebas dari Aditya.

Zoya diam-diam melirik pria itu yang sedang fokus berkendara. Dia penasaran dengan wajah pria itu yang masih memakai penutup wajah. Zoya juga ingin memastikan apakah pria ini benar salah satu anggota Pawn, karena dia masih menaruh curiga terhadap pria di sampingnya ini.

"Ada apa?" tanya pria itu sadar Zoya terus memperhatikannya.

Zoya menggeleng. "Tidak ada."

Pria itu memandang Zoya sejenak. "Obati dulu lukamu! Kotak obatnya ada di sana," kata pria itu sembari menunjuk tas yang berada di jok belakang.

Bukannya mengambil kotak obat, gadis itu justru memejamkan matanya. Dia tidak peduli dengan luka di tubuh ataupun wajahnya. Zoya hanya ingin beristirahat sekarang, dia rasanya sangat lelah dan lapar.

"Zoya," panggil pria itu lembut. "Cepat obati lukamu!"

"Nanti saja," jawab Zoya lemas. Dia mulai mengantuk sekarang.

"Di tas itu ada roti," ujar pria itu setelah mendengar samar suara perut Zoya yang meminta makanan.

Seketika mata gadis itu terbuka. Hal itu menarik atensinya dan dengan cepat Zoya mengambil tasnya. Terdapat tiga bungkus roti dan sebotol air mineral di dalam tas itu. Mata Zoya berbinar, seulas senyum juga terbit di wajahnya. Zoya mulai memakan rotinya dengan rakus sehingga dia tersedak.

"Pelan-pelan makannya, Zoya!" Pria itu dengan sigap membukakan botol air untuk Zoya minum.

"Aku lapar," ucap Zoya setelah meminum air dan kembali melahap rotinya. "Sudah seharian ini belum makan," sambungnya.

"Tetap saja, kau makanlah dengan pelan."

"Baiklah ...." Zoya menuruti pria itu, kini dia memakan rotinya perlahan dengan penuh nikmat.

Setelah habis memakan tiga buah roti, Zoya sekarang tidak jadi mengantuk. Energinya seperti terisi kembali sehingga wajahnya menampakkan sebuah senyuman.

"Oh, iya, kau akan membawaku ke mana sekarang?" tanya Zoya, yang tidak tahu setelah ini dia akan dibawa ke mana oleh pria yang masih Zoya curigai.

"Ke markasku," jawab pria itu.

"Markasmu?"

Pria itu mengangguk.

"Kenapa tidak langsung ke ibu kota saja? Besok jadwal keberangkatan penerbanganku, aku harus pulang," ucap Zoya yang sebenarnya dia juga jadi ragu kembali untuk pulang ke keluarganya.

"Sepertinya untuk saat ini kau tidak bisa pulang dulu, Zoya."

Zoya mengernyit bingung. "Kenapa?"

"Pak Ranvi menyuruhku untuk membawamu ke markas." Pria itu menghentikan laju mobilnya di jalanan yang sepi. "Pak Ranvi ingin dia sendiri yang mengantarmu pulang ke keluargamu dengan aman, dan hal seperti ini tidak terjadi lagi."

"Jadi sekarang kita akan menemui Paman Chen?"

"Tidak. Sudah kubilang kita akan ke markasku. Markas Pak Ranvi sudah sangat jauh dari sini," jawab pria itu.

"Oh ... begitu. Berarti wilayah ini jadi tempat markas kalian?" tanya Zoya lagi.

"Iya," jawab pria itu seraya berusaha membuka penutup wajahnya.

Zoya mengangguk-anggukan kepalanya. "Oh ... jadi kalian ditugaskan Paman Chen untuk berjaga di wilayah ini?"

"Iya, Zoya," jawabnya sedikit kesal mendengar gadis itu terus bertanya.

Penutup wajah pria itu akhirnya terbuka. Zoya yang melihatnya dibuat terkejut. Dia mengenali wajah pria itu.

"Kau?" Zoya menunjuk wajah pria itu. "Kau pedagang kue itu, kan?"

"Zoya, dengarkan aku dulu!" ujar pria itu saat melihat Zoya bersiap akan membuka pintu mobil.

"Coba jelaskan! Kenapa saat itu kau terus saja memperhatikanku? Kau komplotannya orang jahat itu, kan? Mana mungkin mereka tiba-tiba saja bisa tahu keberadaanku, kau pasti yang memberitahunya?" tuduh Zoya.

"Bukan, aku benar-benar anggotanya Pak Ranvi." Pria itu kembali melajukan mobilnya sebelum Zoya melarikan diri dari mobil. "Aku melihatmu hanya untuk memastikan."

Zoya menatap pria itu bingung. "Memastikan apa?"

"Memastikan kalau kau benar-benar orang yang sering sekali Pak Ranvi ceritakan," jelas pria itu.

"Paman Chen?"

"Iya, Pak Ranvi sering sekali bercerita tentangmu. Zoya ... putri kesayangannya."

Minor MayorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang