Bagian 30

17 5 0
                                    

Malik dengan kebingungannya segera mencari tahu apa yang menyebabkan Zoya mengajaknya segera pergi dari sana. Dia melihat sekitar untuk beberapa saat dan langsung menyadarinya. Simbol-simbol matahari begitu mudahnya mereka temukan di sini. Itu tandanya wilayah ini dikuasai oleh Aditya. Pantas saja gadis di sebelahnya ini terlihat panik.

Tanpa berlama-lama lagi, Malik segera membawa barang-barang milik Zoya dan mengajak gadis itu pergi dari sana. Mereka meninggalkan tempat itu dengan setengah berlari ke arah tempat yang sepi lebih tepatnya ke arah rimbunnya hutan. Takut anak buah Aditya yang mungkin saja tersebar di sana menyadari keberadaan mereka.

Setelah cukup jauh mereka berlari, Zoya berhenti untuk mengatur napasnya yang terengah-engah. Gadis itu sudah tidak kuat lagi untuk berlari. Kakinya yang pernah mengalami cedera akibat kecelakaan mobil waktu itu, menyebabkan kakinya tidak tahan kalau berlari cukup lama.

"Aku lelah, Pak Malik. Kakiku juga sakit, kita di sini saja dulu, ya?" pinta Zoya seraya mendudukkan dirinya di atas tanah yang berumput.

Malik mengangguk menyetujuinya kemudian ikut duduk di sebelah Zoya. Pria itu sandarkan punggungnya pada sebuah pohon besar. Dia juga segera mencari botol air minum di dalam tas milik Zoya untuk diberikan kepada gadis itu.

Zoya memijat kakinya pelan. Dia tidak tahan, kali ini kakinya benar-benar terasa sakit. "Aku rasa kita tidak bisa melanjutkan perjalanannya sekarang, Pak Malik," ujar Zoya sembari menerima botol minum dari pria itu. "Kakiku sakit sekali, lagi pula kita sudah berlari cukup jauh."

Raut wajah pria itu berubah khawatir. "Coba luruskan kakimu sebentar, Zoya." Malik mendekat ke arah kaki gadis itu yang kini sudah diluruskan.

Tangan pria itu bersiap akan melepaskan flat shoes berwarna coklat dari kaki Zoya. Namun, sebelumnya dia melirik gadis itu. "Boleh aku memeriksanya?" tanya Malik meminta izin dan mendapat anggukan pelan dari Zoya.

Awalnya Malik sedikit ragu, tetapi kemudian perlahan pria itu melepas sepatu serta kaus kaki yang dipakai Zoya. Dia merasa kasihan setelah melihat kondisi pergelangan kaki gadis itu yang sedikit membengkak.

"Kenapa bisa jadi seperti ini, Zoya?" tanya Malik heran. Pasalnya dia sama sekali tidak tahu perihal cedera yang pernah dialami gadis itu.

"Kakiku akan seperti ini kalau terlalu lama berlari, Pak Malik," jawab Zoya, "ini semua berawal dari kecelakaan yang pernah aku alami," tambahnya membuat Malik paham.

Zoya sedikit terperanjat saat pria itu mulai memijat pergelangan kakinya. Dia pikir Malik hanya akan memeriksa kakinya saja, tidak sampai memijatnya seperti ini. Zoya jadi gugup sehingga tidak sadar meremas botol minum di tangannya. Bukan hanya gadis itu, Malik sendiri merasa sangat gugup bukan main. Namun, dia tidak mungkin membiarkan gadis itu terus merasa kesakitan. Sedikitnya Malik tahu cara meredakan sakit yang dialami kaki Zoya. Mereka juga harus segera melanjutkan perjalanan, mau tidak mau Zoya harus bisa kembali berjalan.

"Masih terasa sakit?" Pria itu bertanya untuk menghilangkan kecanggungan di antara mereka.

Gadis itu menggerakkan kakinya perlahan. Dia masih merasakan sakit, tetapi sedikit berkurang dari sebelumnya. "Sudah lumayan membaik," jawab Zoya.

Dia perlahan menarik kakinya. "Sudah cukup, kau tidak perlu memijatnya lagi, Pak Malik. Terima kasih," ujar gadis itu merasa malu.

Malik mengangguk tahu apa yang dirasakan Zoya. Dia juga merasa bersalah telah berani menyentuh gadis itu. Malik kembali ke tempat dia duduk tadi dan merenungkan apa yang dilakukannya. Gadis itu juga membalikkan tubuhnya memunggungi Malik untuk memakai kembali kaus kaki dan sepatunya.

"Kakimu sudah membaik, bukan?" tanya Malik saat gadis itu sudah selesai memakai sepatunya. "Kalau memang begitu, kita akan melanjutkan perjalanan sekarang. Kita harus segera mencari tempat yang aman, Zoya."

Gadis itu terdiam sejenak untuk berpikir, kemudian dia menyetujuinya. Zoya juga tidak mau berlama-lama di hutan seperti ini. Tubuhnya yang sudah lelah ini butuh tempat yang nyaman. Mereka berdua segera beranjak dari duduknya. Terlihat Zoya yang jalan perlahan saat menghampiri Malik. Pria itu jadi tidak tega akan melanjutkan perjalanan mereka.

"Kakimu benar-benar sudah membaik, Zoya?"

Gadis itu tersenyum untuk meyakinkan. "Iya, hanya sedikit terasa sakit. Aku masih bisa berjalan meskipun harus perlahan. Kita lanjutkan saja perjalanannya."

Pria itu menghela napas pelan. "Baiklah, kita cari tempat yang aman dulu sekarang. Tetapi jika kakimu terasa sangat sakit, nanti beritahu aku. Jangan dipaksakan berjalan," ujar Malik yang mendapat anggukan dari Zoya.

Dalam perjalanannya, dengan sabar Malik menyeimbangkan langkah kakinya dengan Zoya. Gadis itu berjalan sangat pelan, bahkan sesekali dia meringis kesakitan. Malik tidak tega melihatnya. Pria itu berulang kali meminta Zoya untuk istirahat terlebih dahulu, tetapi gadis itu menolak dengan alasan dia masih kuat berjalan. Padahal pria itu tahu kaki Zoya kembali merasakan sakit seperti tadi setelah perjalanan yang mereka tempuh cukup jauh, bahkan sampai matahari menampakkan cahayanya sekarang.

Tidak lama kemudian, Malik dibuat heran oleh Zoya. Tiba-tiba saja gadis itu menghentikan langkahnya. Dia juga menyuruh Malik untuk tidak berbicara dan menajamkan pendengarannya.

"Ada apa, Zoya? Kau dengar apa?" bisik Malik ingin tahu apa yang didengar gadis itu.

"Kau diam dulu, Pak Malik. Aku tadi mendengar sesuatu."

Mereka berdua mematung dan Zoya semakin menajamkan pendengarannya. "Di sebelah sana," tunjuk gadis itu ke arah barat setelah terdengar lagi suara yang dia maksud.

Dahi Malik mengkerut. "Suara apa, Zoya? Aku tidak mendengar apa pun."

Gadis itu berdecak. "Coba dengarkan baik-baik. Itu terdengar seperti bambu yang dipukul-pukul."

Malik terdiam berusaha mencari suara yang didengar Zoya tadi. Cukup lama dia menunggu suara itu, sampai kemudian apa yang dikatakan Zoya benar. Suara bambu yang dipukul-pukul terdengar dari arah barat. Tidak terlalu jelas, tetapi ketukan bambu itu mengingatkan Malik pada sesuatu.

"Kau mendengarnya, Pak Malik?" tanya Zoya saat Malik menatap ke arahnya.

Pria itu mengangguk. "Iya, aku mendengarnya."

"Bukankah ketukan suara bambu tadi terdengar tidak asing, Pak Malik?" Zoya mencoba mengingat-ingat. "Tetapi aku lupa aku pernah mendengarnya di mana," ucap Zoya frustrasi karena tidak berhasil mengingatnya.

"Kau benar, suara itu terdengar tidak asing." Malik berpikir sejenak. "Suara itu ...."

"Angkat tangan kalian!" seru seorang pria dengan tombak di tangannya.

Malik dan Zoya terkesiap untuk apa yang terjadi. Orang itu tidak sendiri, dia bersama rekan-rekannya yang ternyata sudah mengepung mereka. Malik dan Zoya merasa bingung, kenapa bisa mereka tidak menyadari kedatangan orang-orang ini. Namun, tanpa pikir panjang Malik dengan sigap segera melindungi Zoya saat orang-orang itu mulai mendekat ke arah mereka. Senjatanya juga sudah siap di tangannya jika orang-orang itu mulai menyerang.


Minor MayorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang