Keterkejutan Dara berubah seketika menjadi amarah. Raut wajahnya mengisyaratkan tidak suka akan kehadiran pria itu di hadapannya sekarang. Dia pun berbalik dan pergi ke arah pintu untuk segera memberitahu Ranvi. Namun, Zoya dengan cepat menahan Dara, karena dia mengerti maksud kedatangan pria itu ke kamarnya.
"Tidak, Bibi. Tunggu dulu!"
Dara merasa tidak percaya akan tindakan Zoya ini. "Apa maksudmu, Zoya? Lihat! Pengkhianat itu ada di sini," tegas Dara masih dengan amarahnya seraya menunjuk Amar.
"Bibi ...." Amar mencoba mendekat ke arah mereka.
"Jangan pernah berani memanggilku lagi sebagai bibi, Amar!" sentaknya. Amarah Dara semakin meluap, mengingat keponakannya ini membuat dia malu dan kecewa.
Amar tertunduk malu, dia semakin dihantui rasa bersalah. Pengkhianatan yang dia lakukan setahun lalu, kalau boleh jujur bukanlah keinginannya. Dia melakukannya penuh dengan keterpaksaan. Saat itu pilihannya hanya satu, berkhianat atau orang tuanya yang baru dia ketahui masih hidup dihabisi oleh orang-orang jahat itu.
Zoya mengelus bahu Dara untuk menenangkannya. "Bibi, tenang dulu. Dia ke sini pasti ingin memberitahu sesuatu hal yang penting."
"Zoya?" Dara menatap heran gadis itu yang seakan menerima kehadiran seorang pengkhianat.
"Aku tahu apa yang Bibi pikirkan. Sama seperti Bibi, aku juga awalnya merasa kesal saat melihatnya." Zoya melihat Amar sesaat. "Sebelum anggota kita yang terluka tadi memberitahu ada seorang pengkhianat di sini, dia sudah terlebih dahulu memberitahuku, Bi. Saat aku sedang memancing tadi."
"Bibi, aku datang ke sini untuk menebus kesalahanku. Kali ini aku benar-benar di pihak kalian," jelas Amar menyakinkan.
"Kita beri dia kesempatan, Bi." Zoya meraih kedua tangan Dara. "Jangan dulu beritahu Paman Chen, ya, Bi?
Dara yang tadi hanya diam menanggapi ucapan Amar dan Zoya langsung melepas genggaman tangan gadis itu, bertepatan dengan teriakan seseorang yang menyuruh Zoya dan Dara untuk membukakan pintu. Hal itu tentu saja membuat Amar panik dan segera membuka tas yang digendongnya.
"Zoya, ambil ini!" Amar menyerahkan sebuah diska lepas kepada Zoya, yang tentu saja langsung diterima oleh gadis itu. "Periksa itu, aku tahu kau pasti memahaminya."
Zoya mengangguk paham dan menyuruh Amar segera pergi dari sana, karena Dara beranjak membukakan pintu untuk Ranvi. Zoya juga bernapas lega saat pintu terbuka dan Amar sudah tidak lagi di kamarnya.
"Paman, ada apa sebenarnya?" Zoya mendekat ke arah Ranvi, bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa.
"Tidak terjadi apa-apa di sini, 'kan? Kalian aman?" tanya Ranvi dengan pandangan yang mengarah ke dalam kamar.
Zoya melirik ke arah Dara. Dia takut bibinya ini memberitahu adanya Amar tadi kepada Ranvi. Apalagi Dara menatap tajam Zoya sesaat.
"Aku dan Zoya baik-baik saja, tidak terjadi apa-apa."
Zoya menarik sudut bibirnya, merasa senang Dara tidak mengatakan yang sebenarnya. "Iya, aku dan Bibi Dara aman-aman saja. Memang ada apa, Paman?" Zoya bertanya kembali, untuk lebih meyakinkan Ranvi kalau dia tidak tahu apa-apa.
"Tidak ada apa-apa. Kau istirahat saja, Zoya," jawab Ranvi dengan senyuman kecil yang dia tujukan kepada Zoya. "Paman juga mau istirahat."
Zoya hanya menganggukkan kepalanya. Dia merasa sedih melihat wajah lelah Ranvi. Pamannya itu pasti merasa kecewa dan menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa menangkap penyusup tadi yang sebenarnya adalah Amar. Ditambah berita pengkhianatan itu pasti mengganggu pikirannya.
Setelah Ranvi menghilang dari pandangannya, Dara berbalik menatap Zoya. "Jangan senang dulu, Zoya. Mungkin hari ini bibi tidak memberitahu kebenarannya, tetapi nanti jika ada kesempatan bibi akan berkata jujur kepada Ranvi."
"Bibi ...." Gadis itu memelas.
"Tidak, Zoya, yang kita lakukan salah. Menyembunyikan ini sama saja seperti mengkhianati Ranvi. Bibi juga heran, kenapa kau bisa percaya kepada Amar?"
"Aku juga tidak tahu, Bibi. Hatiku mengatakan untuk memberinya kesempatan. Kalaupun memang dia berkhianat kembali, aku sendiri yang akan membalasnya." Zoya menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. "Aku juga akan siap menerima hukuman yang Paman Chen berikan nanti."
Dara menepuk bahu Zoya sebentar kemudian meninggalkannya. Kepala Dara menjadi pusing sekarang, setelah apa yang sudah terjadi. Melihat kembali keponakannya yang dulu berkhianat, membuatnya kembali berpikir apa yang salah dalam didikannya saat membesarkan dan mengurus Amar.
Setelah kepergian Dara, Zoya juga diam mematung di depan pintu kamarnya. Jika dia salah mengambil keputusan untuk memberi kesempatan kepada Amar, maka konsekuensinya dia tidak akan pernah lagi melihat Ranvi untuk selamanya. Paman Chen akan membencinya.
Tanpa sepengetahuan Zoya, setelah turun dari kamarnya Ranvi mengumpulkan anggota di ruangan bawah tanah. Dia menugaskan para anggotanya bersiap untuk hari esok. Di bagian barat kota ini sekitar tiga belas kilometer dari markas. Menurut mata-mata organisasinya, di sana akan terjadi penyerangan oleh para prajurit negara atas perintah salah satu pejabat petinggi negara.
Penyerangan itu dilakukan untuk memancing penguasa wilayah sana, yang kedudukannya hampir sama dengan pejabat itu. Ranvi dan anggotanya akan membantu mengevakuasi rakyat yang tidak ada sangkut pautnya dengan konflik kedua pihak itu sebelum terjadi operasi penyerangan, sehingga ketika keributan itu terjadi, tidak ada lagi korban yang tidak bersalah berjatuhan.
Di saat Ranvi mengatur rencana bersama anggotanya, Zoya pun mencoba mengecek diska lepas yang diberikan Amar tadi. Terdapat beberapa folder yang saat Zoya buka satu demi satu, berisi hal penting yang memang dibutuhkan oleh Ranvi. Zoya tersenyum puas, sepertinya Amar memang berada di pihak Ranvi sekarang.
Saat pagi tiba, setengah anggota yang berada di sana pergi ke tempat penyerangan itu akan terjadi. Zoya melihat dari jendela kamarnya yang berada di atas. Ranvi juga ikut bersama mereka. Dia sedikit merasa kesal, karena seperti biasa dia tidak diikutsertakan. Padahal Ranvi sendiri tahu, bahwa kemampuan bela diri dan menembak Zoya itu sudah cukup untuk ikut dalam misi seperti ini. Ranvi selalu beralasan kalau Zoya masih belum cukup usia karena belum menginjak angka dua puluhan.
"Bibi, tahu Paman Chen akan ke mana?" Biasanya dia tahu akan ke mana anggota Pawn menjalankan tugas. Itu pun dengan diam-diam menyusup saat ada pertemuan di antara anggota. Menggunakan seragam yang dia buat sendiri meniru seragamnya organisasi ini.
"Bibi tidak tahu," jawab Dara malas.
"Baiklah," ucap Zoya yang masih memandang ke arah luar jendela.
Dara merasa ada yang aneh dengan tanggapan Zoya yang seperti itu. Biasanya kalau gadis itu tidak mendapat jawaban yang diinginkan, dia akan terus bertanya dan banyak bicara mengeluarkan kekesalannya.
"Zoya, kau kenapa?" Dara beranjak mendekati gadis itu.
Zoya melirik Dara sesaat kemudian pergi menuju ranjangnya, merebahkan diri dan tidak menghiraukan pertanyaan dari bibinya itu. Dara sedikit khawatir atas sikap berbeda yang ditunjukan oleh Zoya.
"Bibi, bisakah kau tinggalkan aku? Tolong beri aku waktu dan ruang untuk sendiri dulu," pinta Zoya seraya memejamkan matanya.
Dara tentu saja pergi dari sana, meskipun dibenaknya dipenuhi tanda tanya atas sikap berbeda Zoya ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Minor Mayor
ActionRanvi, seorang mantan Mayor Jenderal, membentuk sebuah organisasi rahasia untuk membantu negara-negara yang terkena konflik. Organisasinya bertujuan menghancurkan para pemimpin licik dan kejam, yang hanya ingin meraup keuntungan tanpa mempedulikan r...