Dara terus menerus memandang Zoya yang kini sedang terbaring lemah di ruang rawat markas mereka. Dia tidak menyangka gadis itu akan ditemukan dalam keadaan terluka dan tidak sadarkan diri di sebuah rumah pohon. Sudah dari dua jam yang lalu dia duduk di samping ranjang Zoya, menunggu gadis nakal kesayangannya ini siuman. Ranvi sendiri lebih memilih menunggu di luar ruangan, dia tidak sanggup untuk menahan rasa sakitnya melihat Zoya terluka seperti itu.
Di ruang bawah tanah, para anggota Ranvi sedang mengurus jasad yang mereka temukan tepat di bawah rumah pohon sesaat sebelum menemukan Zoya. Jasad itu sendiri merupakan salah satu dari anggota mereka, yang tidak lain adalah anggota dengan nomor 403. Hal itu tentu saja membuat mereka tercengang, sesuatu telah terjadi antara Zoya dan pria botak itu.
Tidak lama Zoya sadar, matanya mengerjap perlahan. "Bibi ...," lirihnya.
"Alhamdulillah ... akhirnya kau sadar, Sayang." Dara mendekat dan mengelus kepala Zoya. Dia juga tidak lupa mengambilkan gelas berisi air minum untuk Zoya. "Minum dulu, Zoya."
Gadis itu mencoba bangkit untuk duduk dengan dibantu oleh Dara. Saat itu kepala Zoya terasa berat sekali, seperti dihantam dengan keras. Zoya mengingat-ingat apa yang sudah terjadi sembari memijat pelipisnya. Namun, kemudian dia terkesiap setelah mengingat kejadian yang menyebabkannya terluka dan hilang kesadaran.
Zoya lantas memeluk Dara dan mulai terisak. "Bibi ...."
"Kenapa? Ada apa, Zoya?" Dara membalas pelukan Zoya dan membelai rambutnya yang terurai.
"Aku jahat, Bibi." Zoya semakin mengeratkan pelukannya. "Aku telah melenyapkannya."
Dara terpejam, dia dan Ranvi sudah menduganya. Terjadi sesuatu antara Zoya dan anggota yang berkhianat itu.
"Tidak, itu pasti bukan salahmu. Bibi tahu," ujar Dara menenangkan gadis itu.
Zoya melepas pelukannya. "Ini salahku, Bibi. Aku yang menusuknya."
"Tidak." Dara menggeleng. "Kau pasti tidak sengaja melakukannya, Zoya," sambungnya.
"Tetap saja." Tangis Zoya semakin menjadi. "Dia kehilangan nyawanya karena aku, Bi."
Dara menyeka air mata Zoya. "Sudah, kau jangan menangis. Tenangkan dirimu, Zoya!" pinta Dara yang kembali memeluk gadis itu.
Setelah cukup lama berada dalam dekapan Dara, akhirnya Zoya merasa cukup tenang. Dia menghapus sisa-sisa jejak air mata di wajahnya.
"Kau sudah tenang sekarang?"
Zoya mengangguk pelan. "Iya, Bi."
"Sekarang, ceritakan apa yang terjadi tadi kepada bibi, Zoya."
Zoya menarik napas pelan. Dia mulai menceritakannya kepada Dara. Saat itu, setelah menemui Deri —anggota yang ditugaskan Ranvi untuk menjaga Zoya— untuk meminta izin kepadanya pergi ke sungai. Zoya putuskan ke kamar terlebih dahulu untuk mengambil beberapa barang bawaannya nanti ke sana. Namun, setelah sampai kamarnya, dia terkejut mendapati anggota Pawn yang sudah diketahui sebagai pengkhianat itu berada di sana.
"Mau apa kau di sini?" tanya Zoya dengan perlahan mendekat ke arah meja kecil di sisi ranjangnya.
Pria itu tidak menjawab dan justru segera pergi ke arah pintu dan menguncinya. Setelah itu, dia menodongkan belatinya kepada Zoya.
"Cepat serahkan berkas itu padaku!"
"Berkas apa?" Zoya pura-pura tidak tahu.
"Jangan bohong kepadaku, Zoya! Cepat serahkan!" Pria itu mendekat ke arah Zoya.
Zoya segera mengambil sebilah pisau di laci lemari kecil itu dan menodongkannya kepada pria itu. "Tidak akan pernah kuserahkan berkas ini kepadamu, Pengkhianat!"
Pria itu menggeram marah dan bersiap akan menyerang Zoya dengan belatinya. Namun, dengan cepat pisau yang berada di tangan Zoya lebih dulu tertancap di dadanya. Darah mengalir menembus pakaiannya dan berceceran di lantai. Pria itu juga masih bisa bertahan dan berbalik menyerang Zoya. Belatinya berhasil membuat lengan Zoya terluka. Tidak sampai disitu, mereka berdua lanjut saling menyerang yang menyebabkan mereka semakin terluka.
Pria itu kemudian berhenti menyerang setelah melihat diska lepas yang dicarinya tergeletak begitu saja di lantai. Sepertinya terjatuh saat tadi Zoya sedang melawan dan menahan serangannya. Pria itu segera pergi ke sisi jendela untuk melarikan diri, tetapi cukup lama dia terdiam di sana merasakan sakit yang kini menjalar di tubuhnya. Darah di dadanya pun tidak berhenti mengucur.
Saat pria itu berhasil ke luar, Zoya menyusulnya berusaha akan mengambil kembali diska lepas yang berisi berkas penting itu. Zoya mengejar pria itu dengan sekuat tenaga, karena dirinya pun sama seperti pria itu penuh dengan luka dan kesulitan berlari. Bedanya pria itu memiliki luka yang cukup serius di dadanya, bekas perbuatan yang Zoya lakukan.
Setelah sampai di rumah pohon yang baru dia ketahui ada di sana. Zoya sangat terkejut, melihat pria itu sudah tidak sadarkan diri di bawah rumah pohon itu. Zoya segera memeriksa detak jantungnya, dan ... hilang, tidak ada lagi yang berdetak di sana. Pria itu pasti kehabisan darah dan pada akhirnya harus kehilangan nyawa.
Zoya meraba-raba saku baju pria itu dengan tangan yang gemetar, dalam rasa takut dia tetap mencari benda kecil yang sangat penting itu. Zoya terdiam sejenak, tidak tahu harus melakukan apa. Pikirannya berkecamuk, dia mungkin sudah sering ikut Ranvi dalam misi penyerangan meskipun diam-diam menyelinap. Namun, dia tidak pernah sekali pun membunuh musuh. Dia hanya menahan serangan dan menangkap mereka. Tidak pernah terpikir sebelumnya dia akan melenyapkan seseorang, pantang baginya melakukan hal itu.
Zoya yang diliputi rasa bersalah memilih untuk naik ke atas rumah pohon. Dia tidak mau pergi ke markas saat itu. Zoya hanya ingin sendiri saat ini, dia juga tidak peduli dengan lukanya yang harus segera diobati.
Gadis itu tertunduk lesu dan memeluk kedua lututnya. "Aku membunuh seseorang," gumamnya.
Setelah Dara mengetahui segalanya, dia segera pergi menemui Ranvi dan menceritakan kembali apa yang terjadi. Ranvi yang tahu itu ingin sekali menemui Zoya dan bertanya mengenai berkas penting apa yang dicari pengkhianat itu. Namun, dia harus menahan keinginannya itu sekarang. Dia harus biarkan Zoya beristirahat, kesehatan gadis nakal kesayangannya lebih penting sekarang.
Zoya menatap nanar benda kecil yang kini ada di tangannya. Tidak habis pikir, benda kecil itu membuatnya menjadi seorang pembunuh. Di dalam pikirannya juga, Zoya memahami alasan Ranvi selama ini melarangnya ikut dalam tugas. Tidak sengaja melenyapkan seseorang saja membuatnya merasa takut dan tidak berdaya seperti ini. Bagaimana jika saat dia ikut menjalankan tugas dan tidak sengaja membunuh banyak orang? Bukankah dia akan benar-benar terpuruk dalam rasa bersalah?
Gadis itu mencoba meyakinkan diri. Dia harus bisa mengikhlaskan diri pergi dari sini dan segera pulang ke keluarganya. Dia harus melanjutkan kehidupan normal bersama keluarga dan teman-temannya. Zoya harus bisa berpisah dari Paman Chen, Bibi Dara, dan anggota Pawn yang amat disayanginya.
Paman Chen benar, aku harus pulang dan kembali ke kehidupanku yang dulu, batinnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Minor Mayor
AçãoRanvi, seorang mantan Mayor Jenderal, membentuk sebuah organisasi rahasia untuk membantu negara-negara yang terkena konflik. Organisasinya bertujuan menghancurkan para pemimpin licik dan kejam, yang hanya ingin meraup keuntungan tanpa mempedulikan r...