Suara riuh pesta terdengar di sebuah bangunan yang penuh dengan ornamen matahari. Mereka semua yang berada di sana benar-benar menikmati pesta yang dibuat Sang Tuan rumah. Seorang pria dengan kacamata hitam juga tersenyum lebar melihat orang-orang yang datang ke acaranya. Pesta yang dibuat semata-mata hanya untuk merayakan keberhasilannya.
"Tuan, terima kasih untuk bonus yang Anda berikan kepada kami," ucap salah satu anak buahnya.
"Kalian berhak mendapatkannya," ujar pria berkacama hitam itu. "Kerja kalian bagus dan patut untuk diapresiasi."
Senyum bahagia tidak luntur dari wajah tampan pria itu. "Kalian berhasil menangkapnya, aku sangat senang," katanya seraya meminum minumannya. "Nikmati pestanya! Aku ingin menemui gadis itu sekarang," tambah pria itu kepada anak buahnya yang berhasil membawakan Zoya kepadanya.
Zoya sedang menahan dirinya untuk tidak berteriak sakit karena sedang dipukuli oleh wanita yang tadi menamparnya. Wanita itu terus menerus memukulkan balok kayu miliknya ke badan Zoya, meskipun sebenarnya dia ingin sekali memukul wajah gadis itu. Akan tetapi, tuannya sangat melarang dia untuk merusak wajah gadis yang sedang disiksanya ini.
"Sudah, hentikan!" teriak seorang pria yang langsung dituruti wanita berseragam coklat itu.
Pria itu mendekat, membuat Zoya memandang tidak suka kepadanya. "Apa kabar, Zoya?" tanyanya dengan senyum penuh kemenangan.
Zoya hanya bergeming dan menatap pria itu tajam.
Pria itu melirik wanita yang menyiksa Zoya tadi. "Kau pergi saja!" titahnya.
"Baik, Tuan." Wanita itu pergi dan meninggalkan tuannya bersama Zoya.
"Kau semakin cantik saja, Zoya. Pantas saja adikku tergila-gila." Zoya memalingkan wajahnya berusaha menghindari tangan pria itu yang ingin menyentuhnya.
Pria itu tersenyum merendahkan. "Jangan terlalu jual mahal, Zoya!" Dia lalu mengambil benda tajam di saku jasnya dan mengarahkannya ke wajah Zoya. "Aku bisa saja merusak wajahmu ini."
Zoya tidak peduli dan tetap bergeming. Dia lebih memilih untuk tidak berhenti berdoa di dalam hatinya. Berharap bantuan segera datang kepadanya.
"Kenapa kau diam saja, Zoya? Kau takut?" ucapnya datar dan sedikit kesal.
Zoya memejamkan mata. Dia merasakan perih di pipinya, kala pria itu perlahan menggoreskan sedikit benda tajam itu ke wajahnya.
"Bagaimana rasanya? Sakit?" Pria itu menyimpan kembali benda tajam itu ke tempatnya dan beralih mencengkram kuat dagu Zoya. "Itu belum apa-apa, Zoya. Aku akan lebih membuatmu menderita," ujarnya penuh kemarahan.
"Akan aku balaskan dendamku kepadamu, Zoya!" sentak pria itu melepas cengkeramannya dan kemudian melangkahkan kakinya pergi dari sana.
Zoya menghela napas, dia merasa pusing sekarang. Selama ini, dia sendiri tidak tahu apa kesalahannya terhadap pria itu. Dia tidak tahu alasan pria itu ingin balas dendam kepadanya. Zoya hanya tahu, saat dia baru saja pulih dari kecelakaan yang menimpanya beberapa tahun lalu dan menyebabkan Zoya kehilangan sebagian ingatannya, anak buah pria itu mulai mengejarnya. Mereka terus memburu Zoya ke mana pun dia pergi.
Pada awalnya Zoya pikir mereka hanya komplotan penjahat yang biasa melakukan tindakan kriminal seperti menculik orang atau yang lainnya. Namun, ternyata tidak, target mereka hanya Zoya. Dia juga tidak mengenal siapa pria itu, ataupun adiknya yang sering kali pria itu ucapkan dulu saat berhasil menangkap Zoya. Sebenarnya dia juga merasa tidak asing dengan nama pria itu ... Aditya Bahran.
Wanita berseragam coklat yang tadi menyiksa Zoya datang kembali dengan membawa sesuatu di tangannya. Kali ini bukan balok kayu lagi, tetapi sepiring makanan dengan lauk yang terlihat menggiurkan.
"Lihatlah apa yang aku bawa sekarang!" Wanita itu menaruh piringnya di samping Zoya. "Cepat habiskan!"
Zoya melirik makanan itu sesaat. "Aku tidak mau," ucapnya datar.
Wanita itu berdecak. "Cepat makan! Ini perintah tuan."
Saat ini Zoya memang sangat lapar. Namun, dia tidak mungkin percaya makanan yang mereka berikan tidak ada campuran apa-apa yang bisa saja mencelakainya. Zoya memutuskan untuk memejamkan matanya saja. Berusaha untuk tidur agar rasa sakit di tubuhnya tidak terlalu berasa.
"Ya, ampun!" Wanita itu memutar kedua bola matanya seraya menghela napas kasar. "Kau harusnya merasa beruntung. Tuan memberimu makan, tidak seperti tahanan lainnya," kata wanita itu kesal.
Dia mengambil sesendok nasi dan langsung wanita itu arahkan ke mulut Zoya. Dia memaksa Zoya untuk memakannya.
"Cepat, makan!" sentaknya.
Zoya tidak terima atas tindakan wanita itu. Lantas dia mendorong kuat wanita itu dengan kedua tangannya yang masih terikat.
"Berani sekali kau!" geram wanita itu kemudian mencekik Zoya.
Gadis itu berusaha berontak, dia kesulitan bernapas sekarang. Akan tetapi, suara langkah kaki yang menuju ke arah mereka, membuat wanita itu melonggarkan cekikannya dan segera menjauhi Zoya.
"Kau pergi saja! Tuan memerintahkan aku yang menjaga di sini," ucap pria yang memakai seragam sama sepertinya, tetapi dengan kain penutup berwarna hitam di wajahnya.
"Baiklah." Wanita itu melirik tajam Zoya sesaat dan hendak pergi dari sana.
"Tunggu dulu!"
Wanita itu menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Tuan juga menyuruhmu untuk pergi ke gudang," tambah pria itu.
Wanita itu mengiyakan dan segera pergi ke gudang sesuai perintah tuannya. Zoya meneguk salivanya saat pria itu perlahan menghampirinya. Baru saja dia terhindar dari perlakuan buruk wanita itu dan sekarang dia harus berhadapan dengan anak buah Aditya yang lain. Pria itu semakin mendekati Zoya, dia juga mengeluarkan pisau yang kini mengarah ke Zoya.
Otak Zoya juga tidak bisa berpikir jernih sekarang, dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia takut pria itu melakukan hal yang macam-macam kepadanya. Namun, kemudian Zoya dibuat tercengang. Ikatan tali di tangannya dibuka pria itu menggunakan pisaunya, begitu pun ikatan tali yang berada di kakinya.
"Ayo, cepat! Kita harus segera pergi dari sini," ujar pria itu setelah ikatan itu benar-benar terlepas dari Zoya.
Zoya hanya melongo membuat pria di hadapannya ini mendengkus. "Ayo, Zoya, cepat bangun!"
"Siapa kau?" tanya Zoya yang kini mencoba untuk berdiri.
Pria itu mengeluarkan sebuah pin, tanda bahwa dia adalah salah satu anggota Pawn.
Zoya menatap tidak percaya pria itu. "Kau tidak bohong, kan?" tanya Zoya, takut dia tertipu seperti sebelumnya.
"Percaya padaku! Aku ke sini atas perintah Pak Ranvi," ujarnya berusaha meyakinkan gadis itu.
Zoya masih belum percaya, tetapi ini kesempatannya untuk pergi dari sini. Dia tidak boleh menyia-nyiakannya. "Baiklah, ayo, kita pergi!"
Pria itu mengangguk dan mengambil tali yang mengikat Zoya tadi. Pria itu mengikatkan ujung tali ke pergelangan tangan kiri Zoya dan ujungnya yang lain dia ikatkan di pergelangan tangan kanannya.
Zoya mengernyit, tidak mengerti apa yang dilakukan pria itu. "Apa yang kau lakukan?"
"Supaya kita tidak terpisah saat melarikan diri," jawab pria itu masih sibuk mengikatkan tali di tangannya. "Tolong jaga tali ini, jangan sampai terlepas dari tanganmu!"
"Ayo!" ajak pria itu segera pergi dari sana dan Zoya pun mengekor di belakangnya.
"Tuan ... ada penyusup di sini!" teriak salah satu anak buah Aditya yang melihat rekannya sudah tergeletak tidak sadarkan diri dengan luka tembak di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Minor Mayor
ActionRanvi, seorang mantan Mayor Jenderal, membentuk sebuah organisasi rahasia untuk membantu negara-negara yang terkena konflik. Organisasinya bertujuan menghancurkan para pemimpin licik dan kejam, yang hanya ingin meraup keuntungan tanpa mempedulikan r...