Dua orang pria yang baru saja melancarkan aksinya tersenyum puas saat tiba di markas. Keduanya sangat senang berhasil merampas beberapa granat dan senapan beserta amunisinya dari pasukan tentara. Pak Zubair yang menunggu kedatangan mereka juga tidak kalah bahagianya. Malik dan Imran yang menggantikannya untuk menyelinap masuk ke markas pasukan tentara, pulang membawa senjata-senjata itu dalam keadaan selamat tanpa luka sedikit pun.
"Kalian benar-benar luar biasa," ucap Pak Zubair kemudian mengambil salah satu senapan untuk dia lihat. "Besok kalian ajarkan beberapa orang dari warga itu cara menggunakan senjata ini," tambahnya.
Imran menjawab, "Siap, Pak. Dalam waktu sebulan ini kita akan membuat mereka ahli menggunakan senapan dan senjata yang lain."
Malik dan Pak Zubair tersenyum ke arah pria itu. Mereka semua merasa sangat yakin warga-warga itu akan dengan cepat menguasai persenjataan itu, meskipun waktu yang mereka miliki untuk berlatih hanya sebentar. Sekarang warga-warga itu sudah sadar. Terus melarikan diri dari apa yang terjadi tetap membuat mereka dalam kesulitan. Ini saatnya mereka berani untuk melawan. Bukan hanya untuk sebuah kemenangan, tetapi orang-orang jahat itu harus tahu mereka bukanlah orang-orang yang lemah. Ini wilayah mereka, orang-orang itu tidak berhak merenggutnya meskipun menguasai pemerintahan negaranya.
Adanya tambahan senjata yang mereka miliki membuat warga-warga itu jadi semakin antusias untuk berlatih. Seperti saat ini, mereka begitu konsentrasi dengan apa yang Malik, Zoya, dan Imran ajarkan. Pak Zubair yang melihatnya juga menjadi terharu ketika mereka mengajarkan warga-warga itu dengan sepenuh hati. Dirinya sendiri tidak bisa ikut membantu melatih mereka, dia merasa sudah sangat lemah sekarang. Usianya memang seumuran dengan Ranvi. Namun, tubuhnya tidak sekuat sahabatnya itu. Dia sudah mulai sakit-sakitan sekarang.
Sudah empat jam lamanya mereka berlatih dari mulai tadi pagi sampai sekarang. Inilah saatnya latihan itu Malik hentikan, sehingga mereka kini beristirahat di sebuah pendopo yang ada di sana, kecuali Malik yang memilih duduk sendirian di bawah pohon besar tidak jauh dari pendopo itu. Namun, tidak lama kemudian, Zoya dan Imran menghampirinya seraya membawakan pria itu air dan sedikit camilan.
"Kenapa kau memisahkan diri, Malik?" tanya Imran ikut duduk di sebelah pria itu.
Zoya meletakkan sebotol air dan sepiring camilan di depan Malik, lalu mendudukkan dirinya sehingga berhadapan dengan kedua pria itu. "Iya, kenapa kau memisahkan diri, Pak Malik?"
"Aku tidak memisahkan diri," jawab Malik kemudian meminum air yang tadi Zoya bawa. "Aku hanya ingin duduk di sini saja," lanjutnya.
"Baru dua hari latihan dan mereka sudah cukup mengerti," ujar Zoya merasa senang dengan menampakkan senyumnya. "Mereka benar-benar hebat."
Imran mengangguk, dia setuju dengan apa yang dikatakan gadis itu. "Kau juga hebat, Zoya," ucapnya, "aku tidak tahu kau begitu ahli dalam menembak dan memanah, bahkan kau juga cukup tahu ilmu bela diri."
"Tentu saja aku ahli dalam hal itu. Aku mantan atlet menembak di sekolahku dulu," tuturnya berbangga diri. "Aku juga suka olahraga memanah, untuk itu aku menguasainya."
"Oh ... bagaimana dengan bela diri? Siapa yang mengajarimu?" tanyanya penasaran.
"Aku awalnya tidak suka belajar ilmu bela diri, tetapi saat itu kakakku yang memaksa. Dia sendiri yang mengajariku, ditambah Paman Chen dan anggotanya yang lain terkadang mengajakku untuk bergabung saat mereka sedang berlatih," jawabnya membuat Imran kini mengerti. Sudah dua tahun gadis itu bersama Ranvi, tentu saja dia juga pasti terlatih seperti tentara wanita organisasi Pawn.
"Kau jadi selalu ikut Pak Ranvi ketika ada penyerangan, Zoya?"
Gadis itu menggeleng dan menghela napasnya pelan. "Tidak, Paman Chen dan Bibi Dara tidak mengizinkannya," cakap Zoya, kemudian kembali tersenyum mengingat apa yang sering dia lakukan. "Tetapi aku akan diam-diam ikut Paman Chen dengan menyamar menjadi pasukannya dan ikut membantu mereka," akunya membuat Malik yang tadi hanya mendengarkan, kini menatap gadis itu tercengang.
Pria itu jadi ingat saat Zoya menendang pria tinggi besar yang akan macam-macam pada gadis itu. "Kalau kau saja bisa ikut membantu saat ada penyerangan, kenapa pada saat pembajak itu mencoba berbuat hal yang tidak-tidak padamu kau merasa ketakutan dan tidak langsung menyerangnya?" tanya Malik heran.
"Saat itu aku hanya takut tidak sengaja melenyapkan lagi seseorang kalau aku mencoba menyerangnya," ucap gadis itu lemah. Dia jadi bersedih mengingat hal itu, di mana dia tidak sengaja melenyapkan anggota Ranvi yang seorang pengkhianat.
Malik mengerti sekarang, dia tidak boleh menyinggungnya soal hal ini lagi. "Dan granat, dari mana kau mendapatkannya, Zoya?" Dia mencoba bertanya hal lain agar Zoya melupakan kejadian itu.
"Aku mencurinya dari tas Paman Chen sebelum kita pergi ke stasiun," jujurnya kemudian berubah cemberut. "Sudah cukup, dari tadi aku diberikan terus pertanyaan," kata Zoya karena kedua pria di hadapannya sudah bersiap membuka mulut, seperti akan memberinya lagi pertanyaan.
Imran tersenyum karena dia memang akan bertanya lagi pada Zoya dan itu pun bukan hal yang penting. Gadis itu hendak berdiri untuk pergi dari sana. Akan tetapi, Malik memberi kode kepada Zoya dengan tangannya untuk tetap diam duduk di sana dan kemudian menatap serius gadis di hadapannya ini.
"Ada apa di dalam diska lepas yang kau bawa-bawa itu? Pengkhianat itu bilang sangat penting. Apa isinya?" tanyanya karena dia teringat diska lepas yang pernah Zoya dan Amar singgung sebelumnya.
Zoya berdecak. "Berhentilah memanggil Kak Amar pengkhianat!" Dia menatap kesal ke arah Malik.
Malik mendengkus dan membalas kesal tatapan gadis itu. "Cepat katakan apa isinya, Zoya?"
Gadis itu merubah raut wajahnya serius. "Diska lepas itu berisi operasi-operasi yang akan mereka lakukan, juga denah lokasi kediaman pemimpin mereka," jawab Zoya berhenti sejenak untuk menghela napas beratnya. "Ada kata kunci juga untuk akses masuk ke sana, serta letak semua kamera keamanannya," sambung gadis itu membuat Imran yang mendengarnya terperangah.
"Zoya," tegas Malik memandang Zoya tidak percaya. "Itu semua yang kita perlukan selama ini, kenapa kau tidak berikan diska lepas itu pada Pak Ranvi sejak awal?" tanyanya geram.
Zoya menunduk merasa bersalah. Jika diska lepas itu dia berikan sejak awal kepada Ranvi, mungkin mereka sekarang sudah berhasil menggagalkan operasi-operasi yang akan terjadi. Dalang dari kekacauan di negara ini pun bisa jadi mereka sudah menangkapnya, kalau saja diska lepas itu sudah berada di tangan Ranvi.
Malik membuang napas pelan karena gadis itu terlihat benar-benar merasa bersalah. "Serahkan diska lepas itu padaku, biar aku saja yang simpan," ucapnya lembut, "setelah kita berhasil menggagalkan operasi peledakan di wilayah ini, misi kita selanjutnya menangkap dalang dari semua ini," tambahnya.
Zoya mengangkat kepalanya. "Kita juga harus mencari Paman Chen, Pak Malik. Kita akan menangkap dalang itu bersama Paman Chen," ujarnya yang mendapat anggukan dari Malik.
"Iya, kita akan segera temukan keberadaan Pak Ranvi dan sama-sama menangkap orang itu."
"Aku juga akan ikut kalian menangkap dalang itu," timpal Imran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Minor Mayor
ActionRanvi, seorang mantan Mayor Jenderal, membentuk sebuah organisasi rahasia untuk membantu negara-negara yang terkena konflik. Organisasinya bertujuan menghancurkan para pemimpin licik dan kejam, yang hanya ingin meraup keuntungan tanpa mempedulikan r...