Bagian 10

29 13 0
                                    

Mobil bus yang dinaiki Zoya berhenti di tempat peristirahatan untuk istirahat makan siang. Menyadarkan lamunan Zoya dari masa lalunya saat dia dan Amar dikejar oleh 'mereka' yang ingin memburu Zoya. Dia memandang sekelilingnya, orang-orang di dalam bus sudah mulai keluar untuk makan ataupun pergi ke toilet. Begitu pun Zoya dia juga berniat untuk makan siang sekarang, perutnya sudah terasa lapar. Dia juga melihat penjual buah di sana, Zoya ingin membeli beberapa buah untuk menemani perjalanannya.

Dua anggota yang ditugaskan Ranvi untuk menjaga Zoya juga senantiasa mengekor di belakang. Mereka akan terus mengikuti gadis itu ke mana pun dia pergi sesuai arahan dari Ranvi. Zoya menghampiri pedagang buah dan mulai memilih-milih buah mana yang akan dia beli. Dia tertarik untuk membeli buah mangga, apel, dan juga jeruk. Setelah sebelumnya dia memeriksa jumlah uang yang ada di dalam tas selempang miliknya. Masih cukup ternyata untuk membeli banyak buah. Kakaknya Zoya baru saja mengirimkan uang pada saat pindah ke markas baru, tentu saja uang yang dimilikinya masih banyak.

"Pak, saya mau beli mangga, apel sama jeruknya sekilo-sekilo, ya!" seru Zoya kepada pedagang buah itu yang juga sedang sibuk melayani pelanggan yang lain.

"Iya. Tunggu sebentar, ya, Mbak!" jawab pedagang itu dengan ramah.

Zoya mengangguk dan tersenyum kepada pedagang buah itu. Namun, ketika Zoya menunggu pesanannya, dia baru tersadar semenjak tadi ada orang yang sedang memperhatikannya. Seorang pria dengan jambang model stubble di wajahnya. Pria itu berada tepat di samping tempat Zoya membeli buah-buahan. Sepertinya pria itu juga seorang pedagang, terlihat di depannya terdapat berbagai jenis kue yang dia jajakan.

Zoya balas meliriknya. Pria itu malah terang-terangan melihat Zoya dari atas sampai ke bawah, kemudian menatapnya dengan tajam.

"Aneh sekali orang itu," gumam Zoya. Dia mulai merasa kesal terus diperhatikan.

Zoya hendak menghampiri pria itu dan menanyakan apa masalah pria itu terus menerus memandangnya. Akan tetapi, pedagang buah sudah lebih dahulu memanggilnya dan memberikan pesanan Zoya tadi. Dua anggota yang menjaga Zoya juga dengan sigap membawakan kantung plastik yang berisikan buah itu.

"Terima kasih, Pak." Zoya menyerahkan beberapa lembar uang sesuai nominal yang tadi disebutkan bapak pedagang buah.

Setelah selesai membayar, Zoya yang akan meninggalkan tempat itu dan bergabung dengan penumpang lain untuk makan sesekali melirik ke arah pria tadi. Dia sudah tidak memperhatikan Zoya lagi, kini pria itu sedang sibuk melayani pelanggan yang membeli kuenya. Zoya menjadi kepikiran, dia takut pria itu salah satu dari orang-orang yang dulu memburunya.

Gadis itu dan kedua anggota yang menjaganya kini sedang melahap makan siangnya. Bus juga akan berangkat sekitar lima belas menitan lagi. Masih lama bagi mereka, sehingga mereka tidak perlu terburu-buru untuk menghabiskan makanannya. Zoya begitu menikmati hidangan yang disajikan di tempat makan ini, rasanya benar-benar enak. Apalagi nasi biryani yang selalu menjadi favoritnya.

"Pelan-pelan Zoya makannya," ujar salah satu anggota yang melihat Zoya begitu lahap sampai dia tersedak, sedang anggota yang lain memberikan gadis itu air minum. Zoya lantas menerima air itu dan sangat lega setelah meminumnya.

"Makanannya terlalu enak, aku benar-benar tidak bisa menahan diri untuk terus melahapnya," ucap Zoya dengan senyum manisnya.

"Iya, aku tahu, tetapi kalau saat tersedak kau kenapa-kenapa bagaimana, Zoya?" Pria itu melirik temannya.

"Kita akan dapat masalah besar dari Pak Ranvi," tambahnya.

Zoya hanya terkekeh. Memang benar jika terjadi sesuatu kepada dirinya, mereka berdua akan dihukum oleh Ranvi. Pernah dulu ketika Zoya terjatuh dari pohon sampai tulang lengannya mengalami keretakan. Orang yang menjaga Zoya mendapat hukuman dari Ranvi, dia harus membersihkan seluruh markas dan dilarang berlatih selama tiga hari. Zoya terkadang merasa bersalah. Akibat kenakalannya, yang mendapat hukuman justru orang-orang yang menjaganya. Untung saja mereka tidak pernah menyimpan rasa benci ataupun dendam kepadanya. Mereka semua memperlakukan Zoya dengan sangat baik.

Semua penumpang mulai masuk kembali ke dalam bus. Termasuk Zoya dan kedua penjaganya yang kini berada pada barisan terakhir mengantre masuk ke bus. Gadis itu jadi teringat kepada pria penjual kue tadi, sehingga sesaat sebelum masuk ke bus, dia diam-diam memandang ke arah tempat pria tadi. Benar saja, pria itu kembali memperhatikan Zoya, sehingga mereka kini saling menatap satu sama lain. Zoya semakin penasaran siapa pria itu sebenarnya.

Salah satu penjaga yang menyadari Zoya hanya terdiam dan memandang ke satu titik membuatnya bertanya. "Ada apa, Zoya?"

Zoya melirik penjaga itu sejenak. "Tidak ada apa-apa. Ayo!"

Mereka sudah di kursinya masing-masing sekarang. Zoya duduk sendirian, sedangkan kedua penjaganya berada di belakang kursinya. Perlahan mobil bus itu berjalan, sebagian besar penumpang memilih untuk tidur dan sisanya lebih memilih untuk memakan kudapan yang mereka beli tadi di tempat peristirahatan.

Zoya melihat pemandangan dari luar kaca jendela mobil. Dia merindukan Ranvi dan juga Dara sekarang. Baru setengah perjalanan menuju ibu kota, tetapi rasanya dia ingin pulang kembali ke markas. Zoya tidak tahu kehidupannya setelah berpisah dari mereka akan jadi seperti apa. Kalau Zoya bisa memilih, ingin sekali dia mengajak Dara, Ranvi, dan juga istrinya untuk ikut bersama Zoya pergi ke negaranya dan melanjutkan hidup dengan normal. Namun, itu tidak mungkin. Amarah dari masa lalu Ranvi membuatnya ingin terus menerus menggagalkan rencana dan perbuatan licik orang-orang yang punya kuasa juga jabatan.

Bus tiba-tiba saja berhenti mendadak, sontak para penumpang terkejut dan menjerit takut. Mereka juga bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi, begitu pun Zoya dan kedua penjaganya. Sampai kemudian seorang kondektur memberitahu semua penumpang, bahwa sebuah mobil box telah mengadang bus mereka. Tidak lama, dua orang pria berbadan besar keluar dari mobil box dan memaksa masuk ke bus. Mereka berhasil masuk dan mulai menghampiri Zoya.

Zoya kebingungan, dia tidak tahu siapa mereka. Kedua penjaga Zoya pun bersiap, takut orang-orang itu menyakiti gadis itu. Namun, kemudian salah satu dari mereka menunjukan sebuah pin yang sangat familier bagi Zoya dan kedua penjaganya. Sebuah pin yang hanya dimiliki oleh anggota Pawn saja. Kedua orang itu memberi isyarat agar Zoya dan kedua penjaganya untuk segera mengikuti mereka turun dari bus. Tanpa berlama-lama mereka bertiga mengikuti dua pria itu agar tidak terjadi keributan, karena salah satu penumpang terlihat mulai mengeluarkan senjata di saku celananya.

Bus itu kini pergi tanpa Zoya dan kedua penjaganya. Dua pria besar itu menyuruh sopir bus untuk segera berjalan, setelah ketiga orang di hadapannya sudah turun dari bus.

"Kalian siapa?" tanya salah satu penjaga Zoya.

"Kami anggota pawn, sama seperti kalian." Wajah pria itu sangat meyakinkan. "Kami pasukan yang Pak Ranvi perintahkan untuk berjaga di bagian timur negara ini."

Zoya dan kedua penjaganya mengangguk paham. Mereka tahu di negara ini tersebar pasukan Pawn di setiap sudutnya. Untuk itu mereka tidak menaruh curiga dan mempercayai mereka.

"Kalau begitu ... apa tujuan kalian menemui kami?" tanya Zoya penasaran.

Wajah kedua pria besar itu menjadi serius. "Kalian harus segera ikut kami, markas Pak Ranvi sedang diserang sekarang dan membutuhkan bantuan kalian."

Zoya tersentak, detak jantungnya menjadi tidak beraturan sekarang. Dia dan kedua penjaganya saling menatap tidak percaya.

"Paman Chen ... Bibi Dara ...," lirih Zoya.

Tanpa menunggu lama, kedua penjaga Zoya segera menaiki belakang mobil box itu dan menyuruh Zoya untuk duduk di depan, samping kursi sopir.

"Cepat antar kami sekarang ke sana!" titah salah satu penjaga Zoya.

Mereka semua segera pergi kembali menuju markas. Di sepanjang jalan Zoya berdoa, berharap mereka semua yang ada di markas baik-baik saja. Kedua penjaganya juga sedang menyiapkan senjatanya, mereka masih tidak percaya markasnya bisa diserang. Padahal mereka tahu, markasnya sangat tersembunyi dan kemungkinan diketahui musuh itu sangat mustahil, kecuali ada anggotanya yang berkhianat dan membocorkan keberadaan markas mereka.

Minor MayorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang