Bagian 18

24 9 0
                                    

Pagi ini Malik dibuat kesal oleh Zoya. Gadis itu memaksa ingin ikut bersamanya pergi ke pasar untuk membeli persediaan makanan. Dia sudah mencoba melarangnya karena di sana sudah termasuk wilayah yang bisa dijangkau Aditya dan lumayan jauh dari markasnya. Malik takut tiba-tiba saja di sana ada anak buah Aditya dan berusaha kembali menangkap Zoya saat dia sedang lengah.

Gadis itu tidak kehabisan ide. Dia menyarankan dirinya dan Malik agar memakai penutup wajah. Awalnya Malik tetap tidak setuju dan bersikeras melarang Zoya ikut. Namun, salah satu anggota yang sudah pulang bertugas menawarkan diri untuk ikut bersama mereka dan membantu menjaga Zoya.

Gadis nakal kesayangan Ranvi itu senyum kegirangan setelah sampai di pasar. Bagi Zoya pasar adalah tempat favoritnya, dia sangat suka belanja bahan makanan dan melakukan transaksi jual beli. Menurutnya itu sangat menyenangkan, apalagi jika penjualnya sangat ramah. Dia akan sangat lama untuk pulang kembali dan memilih mengajak bicara para pedagang ataupun membantu pedagang itu berjualan. Hal itu sudah terjadi semenjak dia masih kecil, saat ibunya mengajaknya pergi belanja ke pasar.

Mereka bertiga jalan beriringan dengan Zoya yang berada di tengah-tengah Malik dan anggota dengan nomor 427. Pemandangan yang pertama kali menarik perhatian mereka adalah pedagang buah yang memberikan potongan harga secara besar-besaran sehingga ramai orang memenuhi lapaknya. Tentu saja Zoya segera berlari menghampiri pedagang buah itu, kapan lagi dia bisa dapat buah-buahan dengan harga murah. Lantaran buah-buahan di negara ini sangatlah mahal akibat dari konflik yang terjadi di beberapa wilayah.

Malik menghela napas saat Zoya berlari menuju pedagang itu. Sudah dia duga gadis itu tidak akan diam kalau ikut ke sini. Malik akan menyusul Zoya, tetapi anggota dengan nomor 427 itu menahannya.

"Biar aku yang menjaga dia, kau belanja saja."

Malik mengangguk setuju. "Baiklah, awasi terus Zoya. Jangan sampai kau lengah!" pesan Malik sebelum meninggalkan anggota itu.

"Lihat ini!" Zoya menunjukkan satu buah mangga kepada 427 yang kini berada di sampingnya. "Mangganya bagus sekali bukan?"

"Iya, kau benar." Pria itu menyetujuinya, dia juga jadi ingin membeli buah sekarang.

"Kau mau beli juga, Pak? tanya Zoya.

Pria dengan nomor 426 itu mengerutkan keningnya, tidak setuju dengan panggilan Zoya kepadanya. "Kenapa kau memanggilku sama seperti Malik?"

Zoya melotot tidak percaya, para anggota yang bermarkas di wilayah ini merasa dirinya masih muda sampai-sampai tidak mau dipanggil seperti itu. "Terus aku harus memanggilmu apa?"

"Kau panggil aku kakak saja. Bagaimana?" ujar pria itu menaik turunkan alisnya.

"Baiklah, Kak ...." Zoya menjeda kalimatnya. "Kak ... apa? Namamu siapa?" tanyanya.

"Aku Abid, Zoya," jawabnya tersenyum lebar.

Zoya menganggukkan kepalanya. "Oh, Kak Abid. Nama yang bagus."

"Tentu saja, soalnya Pak Ranvi sendiri yang memberiku nama itu."

"Benarkah?" Zoya tercengang. "Bukankah Paman Chen hanya memberi anggota nomor saja bukan nama?" bisik Zoya takut ada orang yang mendengar perkataannya.

"Iya, Pak Ranvi hanya memberikan nomor. Tetapi khusus untukku dan Malik, Pak Ranvi memberikan kami nama baru," jelas Abid membuat Zoya menyatukan kedua alisnya.

"Kenapa seperti itu?"

"Karena kami seorang mualaf," ujarnya tersenyum. "Kami berdua juga yang meminta Pak Ranvi untuk mengubah nama kami."

Zoya tertegun sejenak, dia tidak menyangka Malik dan Abid sebelumnya seorang non-muslim. "Oh ... seperti itu. Aku baru tahu."

"Iya, kau tahu? Kau pasti akan terkejut asal-usul kami sebelum masuk ke organisasi ini," bisiknya membuat Zoya penasaran.

"Memangnya kenapa? Kalian siapa sebelumnya?"

Abid melihat sekelilingnya untuk memastikan. Di lapak pedagang buah ini masih dipenuhi oleh pembeli, tidak mungkin dia akan membicarakan hal ini kepada Zoya sekarang.

"Nanti akan aku ceritakan padamu, Zoya. Sekarang kita selesaikan dulu urusan kita di sini." Abid mengambil satu buah jeruk. "Membeli buah," sambungnya sembari tersenyum lebar.

Zoya mengangguk paham. Dia kembali memilih buah-buahan yang akan dibelinya. Zoya akan menggunakan sisa uangnya yang kemarin diberikan Malik. Semoga saja kali ini dia bisa menikmati buah yang dibelinya, tidak seperti sebelumnya saat dia keburu ditangkap anak buah Aditya.

Abid dan Zoya menjinjing masing-masing dua kantung plastik yang berisi buah-buahan. Kali ini Zoya memilih untuk membeli buah apel, anggur, dan juga pir, sedangkan Abid hanya membeli buah mangga sebanyak tiga kilogram. Setelah ini mereka bermaksud akan pergi mencari Malik yang masih sibuk belanja persediaan makanan. Akan tetapi, mereka berdua justru mendatangi lapak pedagang tas. Zoya tertarik dengan salah satu tas yang tergantung di sana.

Gadis itu melihat takjub tas incarannya. Sebuah tas hasil karya para pengrajin daerah sana. "Wah, cantik sekali."

"Kau benar, tas yang berada di sini benar-benar bagus. Wilayah ini memang terkenal dengan karya tangan para pengrajinnya yang indah."

"Ini pasti mahal, kan?" tanya Zoya pada Abid setelah melihat sisa uang yang dimilikinya. "Ini hasil dari buatan tangan, pasti mahal," tambahnya.

"Aku rasa tidak."

"Benarkah?" Bibir Zoya melengkung, berharap dia bisa membeli tas yang sudah menarik perhatiannya ini.

Abid mengangguk. "Biasanya mereka menjual murah, meskipun buatan tangan mereka sendiri."

"Kenapa seperti itu?" Dahi gadis itu mengkerut.

"Tas buatan dari pabrik lebih banyak digandrungi di sini daripada tas yang dibuat langsung oleh penduduk asli wilayah ini."

"Oh ... aneh sekali. Padahal karya-karya pengrajin ini sangat cantik."

"Iya, kadang para penjual tas pengrajin ini tidak mendapatkan pelanggan sama sekali. Tidak ada yang membeli tas mereka."

"Kasihan sekali," gumam Zoya memandang ke arah pedagang tas yang sedang tersenyum bahagia melayani salah satu pelanggannya. "Kalau begitu aku harus membelinya," lanjutnya tersenyum ke arah Abid.

"Aku juga," ujar Abid ikut Zoya memilih tas yang akan mereka beli.

Saat mereka berdua sedang sibuk memilih tas. Dari arah belakang mereka tiba-tiba banyak orang yang berlarian. Mereka semua berteriak ketakutan. Terdengar juga dari kejauhan bunyi tembakan yang saling bersahutan. Keadaan menjadi kacau balau, terjadi kerusuhan di sana. Semua orang jadi berdesak-desakan untuk melarikan diri, sehingga banyak yang terjatuh dan terinjak-injak.

Zoya dan Abid mematung. Mereka terheran-heran, tidak tahu apa yang terjadi. Namun, mereka juga ikut melarikan diri setelah mendengar suara Malik yang menyuruh mereka untuk segera pergi dari sana, sedangkan Malik sendiri terperangkap di antara orang-orang yang tengah berlarian. Abid menyuruh Zoya untuk segera memegang ujung bajunya agar mereka berdua tidak terpisah.

Suara tembakan semakin mendekat ke arah mereka. Orang-orang yang berada di belakang Zoya dan Abid juga semakin menggila karena ketakutan. Zoya mengeratkan pegangannya ke ujung baju milik Abid. Namun, itu tidak bertahan lama. Seseorang yang berada di belakang mereka mendorong Zoya hingga terjatuh. Abid pun tidak menyadarinya kalau gadis itu sudah tidak ada di belakangnya dan terbawa arus orang-orang.

"Zoya!" teriak Abid saat sadar Zoya menghilang dan tidak ada lagi di belakangnya.


Minor MayorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang