Bagian 37

16 5 0
                                    

Waktu yang mereka miliki untuk melatih warga-warga itu terus berjalan. Hari demi hari dilalui dengan semangat yang kian bertambah. Kemampuan warga-warga itu juga semakin meningkat, bahkan beberapa dari mereka sudah benar-benar menguasai senjata yang mereka pelajari. Hubungan di antara warga-warga itu dengan Zoya dan Malik pun jadi semakin dekat, keduanya amat sangat disayangi oleh mereka.

Malik, pria itu tidak pernah sekali pun lupa tanggung jawabnya terhadap gadis yang komandannya titipkan, meskipun dia memiliki tanggung jawab lain ketika Pak Zubair menunjuknya untuk memimpin pasukan. Malik tetap menjaga Zoya bagaimana pun sibuknya dia melatih dan menyusun strategi penyerangan. Gadis itu tidak pernah lepas dari pengawasannya selama ini. Zoya selalu dia nomor satukan. Malik menjaga gadis itu dengan sangat baik, dia memegang erat janjinya kepada Ranvi.

Gadis itu pun semakin mengenal Malik. Seorang pria yang ternyata hanya berpangkat prajurit biasa di pasukan militernya dulu. Akan tetapi, kemampuannya dalam kemiliteran tidak boleh diragukan. Mendiang ayahnya juga seorang mantan Kolonel. Dia sudah terlebih dahulu dibekali kemampuan dalam bidang itu sebelum masuk ke sekolah khusus militer. Ditambah mendiang ibunya yang ternyata seorang atlet bela diri.

Selama dua puluh sembilan hari itu latihan mereka membuahkan hasil. Dalam jangka waktu yang singkat, mereka bukan lagi rakyat biasa yang hanya bisa melarikan diri dari kekejaman yang terjadi. Mereka kini sudah terbentuk jadi seorang pejuang, yang sangat siap menghadapi manusia tidak berperasaan yang menghancurkan negara mereka. Hari esok adalah awal mereka menghadapi orang-orang biadab itu.

Di malam harinya, sebelum misi mereka dilaksanakan pagi nanti. Malik kembali memberi pengarahan kepada pasukannya. Dia menjelaskan dengan rinci dan jelas konsep dari strategi penyerangan mereka. Rencana matang yang sudah disiapkannya dan Pak Zubair dapat dipahami baik oleh warga-warga itu. Setelahnya Malik biarkan mereka beristirahat, sedangkan dia sendiri memutuskan terlebih dahulu berkeliling untuk memeriksa markas seperti biasa. Saat itu dilihatnya Zoya yang ternyata sedang berada di dapur.

"Kau sedang apa di sini, Zoya?" tanya Malik yang kini berada di belakang gadis itu.

Zoya berbalik seraya memegang dada dengan satu tangannya. Dia terkejut dengan kehadiran pria di hadapannya ini. "Kau membuatku kaget saja, Pak Malik," ucapnya.

"Kau sedang apa, Zoya?" Malik menyatukan kedua alisnya. "Apa yang kau sembunyikan?" tanyanya saat dia melihat gadis itu menyembunyikan salah satu tangannya.

"Tidak, bukan apa-apa," jawabnya gugup sembari memalingkan wajahnya ke arah lain.

Pria itu menatap malas Zoya dan mendekat untuk mencari tahu apa yang gadis itu sembunyikan. Sontak Zoya pun memundurkan dirinya demi menjauh dari Malik.

"Diam di tempatmu, Pak Malik!" serunya karena pria itu semakin mendekat. "Aku sama sekali tidak menyembunyikan apa pun."

"Kau bohong, perlihatkan padaku," pinta pria itu dan tangannya perlahan meraih tangan Zoya.

Gadis itu menghela napas dan segera menunjukkan apa yang dia sembunyikan. Pria itu sedikit terkejut melihat benda yang dipegang Zoya dan menatap gadis itu heran.

"Itu ponsel milikku, bukan?" tanyanya memastikan.

Zoya mengangguk lemah. Dia takut pria itu marah karena Zoya mengambilnya secara diam-diam.

"Kau mau menghubungi siapa, Zoya? Kenapa diam-diam mengambilnya dariku?" tanya pria itu lembut, sama sekali tidak menunjukkan rasa marah.

"Aku mencoba menghubungi Paman Chen," jawab Zoya dengan raut wajah yang sedih. "Ini sudah hampir sebulan lamanya kita di sini dan selama itu pula kita tidak tahu keberadaannya di mana. Aku takut kalau ternyata terjadi sesuatu pada Paman Chen."

Minor MayorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang