Malik menarik napas dalam tatkala melihat Zoya keluar dari gubuk. Gadis itu sudah siap dengan barang-barangnya untuk pergi ke markas Ranvi. Hal itu tentu saja tidak akan Malik biarkan. Dia segera menghampiri Zoya dan akan mencegahnya untuk tidak pergi dari sini.
"Kembali ke dalam, Zoya!" titah Malik seraya merebut paksa tas yang berada di tangan Zoya.
Wajah gadis itu merengut saat Malik berada di hadapannya. Dia juga berusaha mengambil kembali tasnya. "Kembalikan tasku!" geramnya.
"Tidak. Cepat masuk kembali ke dalam, Zoya! Ini perintah Pak Ranvi."
Mereka berdua saling tarik menarik tas itu. Keduanya tidak ada yang mau mengalah. Malik yang seorang pria pun mengerahkan seluruh kekuatannya, dia sedikit kewalahan dengan tarikan Zoya yang cukup kuat. Sampai kemudian Zoya melepas cengkeraman tangannya pada tas itu. Menyebabkan Malik terpental dan terjatuh karena kurangnya keseimbangan.
Zoya tertawa puas melihat Malik yang kini terduduk dan melotot kepadanya. "Itulah akibatnya berani berurusan denganku, Pak Malik," ujarnya dengan masih menertawakan pria itu.
"Jangan tertawa! Ini sama sekali tidak lucu, Zoya." Malik menatap tajam ke arah Zoya.
Gadis itu menghentikan tawanya dan ikut duduk di samping Malik dengan membuat jarak sekitar satu meter di antara mereka. Keduanya menghela napas secara bersamaan dan kemudian bersandar pada bilik bambu. Memandang ke arah bulan yang malam itu bersinar sangat terang.
"Maaf," ucap mereka bersamaan.
Spontan keduanya saling melirik satu sama lain dan tidak bisa menahan senyum di wajah mereka.
"Kau ingin pulang ke markas Pak Ranvi sekarang, Zoya?" tanya Malik kembali menatap langit yang bertaburan bintang. "Aku akan mengantarmu," tambahnya.
Zoya menarik kedua sudut bibirnya. "Tidak, aku tadi hanya becanda. Aku sengaja ingin membalasmu."
Malik berdecak menggelengkan kepalanya. "Aku juga tadi hanya becanda. Kenapa kau bisa semarah itu?"
"Aku hanya sedang sensitif saja sekarang. Suasana hatiku juga mudah sekali berubah-ubah kalau sedang seperti ini."
"Maksudmu?" Malik memandang Zoya bingung. "Seperti apa?"
Zoya menghela napas berat. "Wanita akan lebih sensitif saat ada tamu bulanannya datang, begitu pula aku," jelasnya semakin membuat bingung Malik.
"Tamu? Siapa?" Malik berpikir sejenak. "Oh ... aku tahu sekarang. Pantas saja suasana hatimu cepat sekali berubah," cakap Malik kemudian setelah mengerti apa yang dimaksud Zoya.
Rasa kesal Zoya yang akan muncul kembali seketika hilang setelah pria di sampingnya ini mengerti apa yang dikatakannya. Namun, setelah itu mereka berdua saling terdiam, hanya suara jangkrik saja yang mengisi sepi. Tidak berlangsung lama suasana tenang di antara mereka, karena Zoya teringat akan sesuatu yang ingin dia tanyakan kepada Malik. Memecah keheningan yang tadi bersama mereka.
"Aku baru ingat, aku ingin menanyakan hal ini kepadamu, Pak Malik." Zoya memandang ke arah Malik sesaat.
"Soal apa?"
"Bagaimana bisa barang-barangku ada di sini? Aku kira anak buah si pria matahari itu membuangnya ke sembarang tempat."
"Mereka memang membuangnya," jawab Malik seraya mengambil sesuatu di saku celananya. "Mereka membuangnya bersama dua jenazah anggota yang menjagamu itu."
"Ini." Malik menyerahkan sejumlah uang kepada Zoya. "Uang yang aku temukan di dalam tas selempang milikmu, waktu itu aku bawa dulu karena takut hilang," sambungnya.
Zoya memandang sejumlah uang yang berada di tangan Malik. "Kau hanya membawa uangnya saja? Tas selempangku mana?" tanyanya khawatir.
Pasalnya tas selempang itu adalah hadiah pemberian dari Dara. Dara sendiri juga yang membuatnya. Bagi Zoya tas selempang itu lebih penting daripada uang yang ada di dalamnya. Dia akan merasa sedih sekali kalau ternyata Malik tidak membawanya.
"Tas selempangmu ...," Malik menjeda ucapannya.
"Kau tidak membawanya?" sela Zoya berubah sedih. "Cepat katakan!"
"Aku membawanya," jawabnya membuat Zoya lega. "Ada di gubukku."
"Baguslah." Zoya menerima uang yang tadi diserahkan Malik. "Terima kasih sudah menyelamatkan tas dan uangku," tambahnya sembari tersenyum manis.
"Oh, iya, kenapa kau tidak langsung simpan saja tas selempangku bersama barang yang lain? Kenapa justru kau simpan di gubukmu?" tanyanya lagi penasaran.
"Aku tidak sengaja membawanya karena buru-buru harus menyelamatkanmu," jelas Malik.
Zoya mengangguk-anggukan kepalanya paham. "Oh ... aku pikir kau mau ambil tasku karena tertarik," kata Zoya tersenyum nakal dan mendapat tatapan tidak percaya dari Malik.
"Kau tahu? Untung saja kau membawa barang-barangku kembali dengan lengkap. Kalau tidak? Aku tidak tahu harus apa, aku pasti akan kehilangan diska lepas yang amat sangat penting bagi kita," ungkap Zoya.
"Diska lepas yang penting bagi kita? Kenapa? Ada apa di dalam sana?"
Zoya menegang mendengar pertanyaan dari Malik. Dia dengan tidak sengaja berterus terang mengenai diska lepas itu. Hal yang harus Zoya rahasiakan terlebih dahulu.
"Diska lepas apa, Zoya?" Malik kembali bertanya saat gadis itu hanya bergeming dan seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Mm ... itu." Zoya bingung harus menjawab apa.
"Apa?" Malik mengubah posisinya menghadap Zoya.
"Di sana ada ...." Zoya berpikir sejenak agar dia tidak perlu mengungkapkan kebenaran mengenai diska lepas itu sekarang. "Ada data anggota organisasi Pawn. Itu penting bukan?" jawab Zoya tersenyum berusaha menetralkan wajahnya agar tidak ketahuan kalau dia berbohong.
Malik mencoba membaca ekspresi wajah Zoya, dia merasa tidak percaya dengan jawaban gadis di hadapannya ini. "Kau tidak bohong, kan?" Malik menyipitkan matanya.
"Tidak, aku berkata jujur. Kau tidak percaya padaku? Kalau memang aku bohong memang menurutmu apa isi diska lepas itu? Hm?" kilah Zoya dengan berani menatap Malik untuk menyakinkan.
Kebohongan Zoya berhasil tidak terlihat di mata Malik sehingga dia mempercayainya. "Baiklah, aku percaya."
Zoya tersenyum penuh kemenangan karena kebohongannya bisa dia tutupi.
Pria itu beranjak dari duduknya. Dia sudah terlalu lama bersama Zoya di sini. Ditambah di markas ini hanya ada mereka berdua saja. Sebenarnya tidak baik juga mereka berdua-duaan seperti ini. "Sekarang waktunya kau istirahat, Zoya. Masuk kembali ke dalam dan tidurlah!"
Zoya mencebikkan bibirnya. "Aku tidak mau istirahat. Aku belum mau tidur juga. Boleh tidak aku berjalan-jalan keliling markas dulu?" tanyanya penuh harap.
"Tidak," jawab Malik datar.
"Ayolah, aku mohon! Aku bosan, tidak tahu harus apa kalau belum mengantuk," rengek Zoya.
"Tidak, Zoya. Kau harus istirahat sekarang," tegasnya seraya membukakan pintu gubuk dan memasukkan barang-barang milik Zoya ke sana. "Aku akan berjaga di sini, di luar gubukmu."
"Cepat! Atau aku laporkan pada Pak Ranvi," ancam Malik melihat Zoya tidak beranjak sedikit pun dari posisi duduknya.
"Iya." Mau tidak mau Zoya menuruti perkataan Malik untuk segera masuk ke gubuknya.
Zoya merebahkan tubuhnya di atas tikar dengan berbantalkan tas yang berisi pakaiannya. Dia terus memandangi diska lepas yang kini berada di tangannya. Zoya ingin segera menyerahkan benda itu kepada Ranvi. Namun, sebelum itu dia harus menyakinkan Ranvi kalau Amar sudah berubah dan berpihak kepada mereka, supaya nanti Ranvi tidak sakit hati karena merasa dikhianati olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Minor Mayor
AçãoRanvi, seorang mantan Mayor Jenderal, membentuk sebuah organisasi rahasia untuk membantu negara-negara yang terkena konflik. Organisasinya bertujuan menghancurkan para pemimpin licik dan kejam, yang hanya ingin meraup keuntungan tanpa mempedulikan r...