Bagian 38

28 5 0
                                    

Tiga orang pria yang salah satu di antaranya sudah berusia tua itu tersenyum menyeringai ke arah Malik dan juga Zoya, sedangkan keduanya tercengang melihat mereka.

"Begitu mudahnya membuat kalian masuk ke perangkapku," ujar salah satu di antara mereka. Pria itu mendekat ke arah Malik dan Zoya. "Sudah lama kita tidak berjumpa," sambungnya.

"Kalian pasti sangat bingung kenapa aku bisa di sini dan bersama mereka, bukan?" Pria itu memandang Zoya dan Malik bergantian. "Akan aku jelaskan, tetapi sebelum itu ... lihatlah ke sebelah sana!" Pria itu menunjuk ke sebelah kanan Zoya.

Malik dan Zoya menengok ke arah yang pria itu tunjuk. Sehelai kain yang menutupi sesuatu segera anak buah pria itu tarik dan menampilkan sebuah sangkar besi dengan seseorang yang berada di dalamnya.

"Paman Chen!" pekik Zoya mendekat ke sangkar besi itu dan diikuti oleh Malik.

Hatinya seakan diremas, dadanya juga terasa sesak. Dia lihat Ranvi yang tubuhnya kini menjadi kurus serta dipenuhi luka. Wajah pemimpin organisasi Pawn itu bahkan tertutupi darahnya yang sudah mengering. Namun, yang paling menyayat hati Zoya adalah mulut Ranvi yang dijahit rapat-rapat. Begitu kejam perlakuan mereka kepada pamannya ini. Dia benar-benar merasa sakit dan tidak bisa lagi menahan kesedihannya. Zoya mulai terisak, memegang erat jeruji besi sangkar di depannya.

"Pa-man ...." Gadis itu menatap pilu Ranvi. Dia tidak menyangka akan bertemu Ranvi dalam keadaan yang seperti itu. "Paman Chen ...." tangisnya semakin menjadi, tidak tega melihat keadaan Ranvi.

Ranvi merasakan kesedihan Zoya. Dia tidak sanggup melihatnya menangis seperti itu. Dia juga jadi merasa takut sekarang. Gadis nakal kesayangannya ternyata masih berada di negara ini. Gadis itu dalam bahaya sekarang dan dia tidak bisa berbuat apa-apa. Harapan Ranvi satu-satunya hanyalah Malik.

Pria yang kini sedang mengepal kuat tangannya. Deru napasnya juga terdengar memburu. Matanya memerah menahan amarah. Malik geram dengan apa yang terjadi, sehingga dia berbalik menghadap pria tadi dan menodongkan senjata api ke arahnya.

"Aku tidak menyangka, kau ternyata pengkhianat, Hasan!"

Pria itu berdecak seraya berpura-pura mengangkat tangannya takut. "Santai, Malik. Jangan dulu keluarkan senjatamu. Akan aku jelaskan segalanya dan kau akan lebih terkejut," ucap Hasan sembari mendudukkan dirinya di atas drum air.

Malik mendengkus dan bersiap menarik pelatuknya. Dia sudah tidak sabar ingin melenyapkan Hasan yang berkhianat kepada Ranvi.

"Sabar, Malik, kau ini terburu-buru sekali." Hasan memandang remeh Malik, kemudian beralih menatap Zoya. "Sudah cukup menangisi pria tua itu, Zoya. Sekarang lebih baik kalian menyimak penjelasanku saja," ujarnya.

Gadis itu berbalik dan menghapus air matanya kasar. "Akan aku pastikan kau sama menderitanya seperti Paman Chen, Hasan," tegas Zoya menatap tajam pria itu.

Hasan tertawa mendengar ucapan Zoya. "Jangan berharap seperti itu, Zoya." Pria itu menyilangkan kedua tangannya di dada. "Kau tidak akan sempat memastikan aku menderita. Rekanku Aditya akan terlebih dahulu membuatmu pergi dari dunia ini. Bukankah seperti itu, Aditya?" tanyanya melirik ke arah Aditya yang termasuk ke dalam salah satu dari tiga orang tadi.

"Tentu saja, Hasan," jawab Aditya, "dia tidak akan bisa melarikan diri lagi dariku," sambungnya percaya diri.

"Baiklah, aku akan mulai menjelaskan segalanya." Hasan kemudian memandang ke arah dua rekannya. "Selama ini aku telah bersekutu dengan mereka, Pak Fahar juga Aditya. Apakah kalian ingin tahu alasannya? Kenapa aku berkhianat kepada Pak Ranvi?"

Saat tahu Hasan berkhianat padanya, Ranvi benar-benar merasa kecewa. Pria yang dia ajarkan untuk melawan para orang-orang jahat itu justru berkerja sama dengan mereka dan mengkhianatinya.

Minor MayorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang