Bagian 22

19 8 0
                                    

Seorang sopir dengan pelan mengendarai mobil yang membawa anak dari majikannya untuk pulang. Hujan lebat sore itu sehingga jalanan yang mereka lalui jadi licin dan harus berhati-hati. Dari spion dalam mobil sopir itu melirik ke arah kursi penumpang, dia ikut senang saat Zoya tersenyum lebar sembari menatap hujan dari luar jendela. Sebelumnya Zoya mengatakan kepada sopir itu betapa bahagianya dia berhasil mendapatkan nilai terbaik dalam ujian akhir sekolahnya. Tentu saja hal itu membuat Zoya sangat senang dan tidak sabar untuk memberi tahu ayah, ibu, dan juga kakaknya.

Zoya menutup mulutnya dengan tangan saat dia mendadak ingin menguap. Suasana seperti ini selalu membuatnya mengantuk, padahal Zoya sendiri ingin sekali menikmati hujan. Dia benar-benar suka hujan, tidak mungkin melewatkannya begitu saja. Biasanya saat hujan turun dia akan memaksakan diri meminum kopi meskipun ibunya nanti akan memarahinya. Zoya harus menahan dirinya untuk tidak tertidur agar dia bisa melihat tiap tetesan air hujan yang turun membasahi bumi hingga reda. Itu sangat menenangkan bagi Zoya.

"Non, kalau ngantuk tidur saja," ujar sopir yang melihat Zoya terus-menerus menguap. "Masih lima belas menitan lagi sampai rumah," tambahnya.

Zoya yang sedang melihat hujan beralih memandang ke arah sopirnya itu. "Tidak, aku tidak mau tidur, Paman. Paman tahu sendiri aku suka sekali melihat hujan."

"Iya, terserah, Non saja kalau begitu," ucap sopir itu tersenyum, dia sudah menduga anak dari majikannya ini akan menjawab seperti itu.

Zoya kembali memandangi hujan meskipun matanya sudah tidak kuat lagi untuk menahan rasa kantuk. Sampai kemudian rasa kantuk itu perlahan merebut kesadarannya. Bersamaan dengan Zoya yang tertidur, di persimpangan jalan sebuah mobil berwarna hitam dari arah samping melaju dengan kecepatan tinggi ke arah mobilnya. Sesuatu yang tidak diinginkan pun terjadi. Mobil hitam itu menabrak mobil yang sedang ditumpangi Zoya.

Mobil di mana Zoya berada terguling beberapa kali dan setengah badan bagian depan mobilnya benar-benar hancur akibat benturan keras dari mobil hitam itu, sedangkan mobil yang menabrak mobilnya meledak dan hancur terbakar setelah mobil Zoya berhenti berguling. Pengemudi yang mengendarai mobil hitam itu pun diketahui tidak sempat melarikan diri sehingga tidak selamat dan terbakar di dalam mobilnya sendiri.

Beruntungnya Zoya masih bisa diselamatkan meskipun dengan banyak luka di sekujur tubuhnya dan juga cedera yang cukup parah di kepalanya. Sopirnya sendiri tidak bisa diselamatkan, dia dinyatakan sudah meninggal sebelum bantuan datang ke tempat kecelakaan itu terjadi. Zoya pun heran saat dia terbangun sudah berada di rumah sakit dengan rasa sakit di tubuh terutama kepalanya. Dia tidak tahu apa yang terjadi sebelum keluarganya mengatakan bahwa dia mengalami kecelakaan dan sudah tidak sadarkan diri selama dua hari.

Setelah Zoya pulih dan bisa beraktivitas seperti biasanya, di saat itu pula teror Aditya dimulai. Awal dari Zoya yang menjadi incaran anak buah Aditya. Awalnya Aditya hanya meneror Zoya berupa kiriman paket yang berisi hal-hal yang menakutkan seperti boneka ataupun mayat binatang yang hangus terbakar. Barulah setelah itu Aditya memerintahkan anak buahnya untuk menangkap Zoya karena tidak peduli dengan teror yang dia berikan. Ke mana pun Zoya pergi, mereka membuntuti dan berusaha menangkapnya. Pria itu pernah berhasil menangkapnya dan sempat menyakiti Zoya, tetapi kakaknya Zoya berhasil menyelamatkannya.

Hal itu menyebabkan Zoya memutuskan untuk pergi ke negara yang saat itu kebetulan Ranvi berada di sana. Selain untuk menghindar dari kejaran anak buah Aditya, dia juga ingin memperdalam kemampuannya dalam hal memanah dan menembak. Di sana dia belajar di tempat kursus menembak dan memanah milik bibi dari ayahnya, sehingga di negara itu keluarganya rasa Zoya akan aman dan selamat dari kejaran Aditya.

Dara mengelus dengan lembut kepala gadis nakal kesayangannya itu setelah selesai mendengarkan apa yang diceritakan oleh Zoya. Dia sedikit mengerti sekarang, mungkin alasan Aditya mengejar Zoya selama ini ada kaitannya dengan kecelakaan yang dialami oleh Zoya saat itu.

"Sini!" Dara menepuk pahanya sendiri. "Tidur di sini, Zoya!" sambungnya.

Zoya segera membaringkan dirinya di atas paha bibinya itu. Dia jadi teringat ibunya sekarang, Zoya memang sering sekali bermanja seperti ini dulu kepada ibunya. Zoya terpejam membayangkan elusan halus di kepalanya sekarang ini dari ibunya.

"Aku sangat merindukan ibu, Bi," ucap Zoya seraya meraih tangan Dara yang sedang mengelus kepalanya dan kemudian dia kecup tangan itu. "Tetapi aku juga tidak mau meninggalkan Bibi di sini," lanjutnya.

Dara menunduk untuk mencium puncak kepala Zoya. "Bibi juga tidak mau kehilanganmu, Zoya." Dia kembali mengelus kepala Zoya. "Apalagi ibumu, dia pasti merasa kehilangan dan sangat merindukanmu. Kau harus segera pulang."

Zoya menghela napas pelan. "Bibi ... ikut aku saja, ya?"

Seketika bibir Dara membentuk sebuah senyuman kecil. "Tidak, Zoya. Bibi harus tetap di sini membantu pamanmu. Kau jangan bersedih, Sayang. Bukankah nanti masih bisa menghubungi kami dari sana?"

Zoya diam sesaat merasa sedih dengan kenyataan yang ada. Setelah dia pulang ke keluarganya, dia bisa saja menghubungi mereka di sini. Namun, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi ke depannya nanti. Bisa saja karena sibuk oleh misi organisasinya, mereka akan sangat sulit dihubungi. Ditambah keadaan negara ini yang kian hari konfliknya semakin memanas. Zoya tahu itu saat tidak sengaja mendengar beberapa warga lokal yang sedang membicarakan konflik negaranya.

"Oh, iya, Bibi." Zoya teringat sesuatu. "Aku lupa menanyakan markas kalian. Bagaimana keadaan markas, baik-baik saja, kan?"

"Iya, di sana baik-baik saja, Zoya," bohongnya.

"Baguslah kalau begitu."

"Sekarang jawab Bibi, bagaimana bisa kau terpisah dengan Abid tadi di pasar?"

"Aku terdorong orang di belakangku, Bi. Saat itu tidak sempat juga memanggil Kak Abid, jadi dia tidak sadar aku sudah tidak ada di belakangnya," jawab Zoya sedikit tersenyum mengingat Ranvi berusaha menyelamatkannya dari segerombolan orang-orang yang sedang menyelamatkan diri dan membuatnya terinjak-injak sehingga tangan serta dahinya terluka.

"Untung saja saat itu kami juga berada di sana dan melihatmu, Zoya. Kalau tidak, Bibi tidak tahu keadaanmu sekarang. Bisa jadi kau hilang dan Bibi tidak bisa membayangkannya," ujar Dara bergidik ngeri dan segera menepis pikirannya yang ke mana-mana.

Mereka berdua menikmati saat-saat bersama dengan saling menceritakan masa lalu mereka yang belum sempat mereka ceritakan selama dua tahun ini. Bukan hanya itu, Dara juga menasihati Zoya agar selalu bicara dengan sopan dan tidak sembarangan, terutama kepada orang yang lebih tua darinya. Dara sesekali merengkuh tubuh Zoya yang penuh luka itu, dia juga mencium dan terus mengelus puncak kepala Zoya saat gadis kesayangannya itu sedang menggebu-gebu menceritakan betapa kesalnya dia sekarang kepada Malik.


Minor MayorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang