Chapter 26

61 15 2
                                    


Selama beberapa minggu terakhir ini Violan kembali ke rutinitasnya. Mulai dari kuliah, mengerjakan tugas, serta tugas akhir yang kian mendesak meminta untuk diselesaikan. Dia juga sudah memulai konsultasi ke psikolog. Seperti saat ini, dia baru saja keluar dari ruang konsultasi dan mendapati Dicky tengah pamer senyum ke gadis ataupun tante-tante dan tidak tanggung-tanggung dia juga menggoda para perawat dan dokter yang sekiranya good looking dimatanya. Dasar buaya.

Dengan cepat Violan berjalan mendekat dan mencubit kedua pipi Dicky kuat. "Mata kamu tuh jelalatan banget sih! Baru liat yang cantik dikit udah sok kegantengan, muka burik gini mana mau mereka" omel Violan yang mengandung banyak hinaan untuk Dicky.

"Apaan sih kamu? Udah ah balik" Dicky melingkarkan tangannya di pinggang Violan dan menyeret gadis itu keluar segera. Namun, siapa sangka Dicky sempat-sempatnya melayangkan flying kiss pada salah satu perawat yang memperhatikan gelagat mereka berdua. Sontak saja dia mendapatkan hadiah sikuan dari Violan.

"Sakit Vi" keluh Dicky.

"Bodoh amat, siapa suruh genit"

"Jangan ngambek dong cantik" setelah mengucapkannya, Dicky segera mendaratkan ciuman di pipi Violan. "Udah gak ngambek kan?"

Semburat merah seakan tidak mempunyai malu untuk muncul menghiasi pipi Violan setelah menerima perlakukan manis dari Dicky. Sepertinya memang benar bahwa Violan sangat lemah terhadap Dicky.

Tak berselang lama mereka berdua telah berada dalam mobil menuju ke apartemen Violan. Mereka tak hentinya mengobrol dan melayangkan candaan, saling menghibur dan tertawa, membuat rasa nyaman diantara mereka. Di sela itu, Dicky dengan tidak tahu dirinya mengubah suasana menjadi sedikit panas.

"Aku mau pulang" kalimat inilah yang berhasil membuat Violan marah.

Tidak ada sahutan dari Violan. Gadis itu tidak ingin merespon perkataan kekasihnya itu. Dia memilih diam dan memalingkan wajahnya sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap keinginan Dicky.

"Kamu jangan egois dong. aku tau maksud kamu baik, tapi bagaimanapun aku tetap harus kunjungi ibu aku"

Violan tau. Tanpa dijelaskan pun Violan tau kalau Dicky sangat menyayangi ibunya. Tapi Violan tidak ingin melihat Dicky kembali kepadanya dalam keadaan hancur. Tubuh kekasihnya akan penuh lebam karena dipukuli ayahnya. Walau kekasihnya itu akan mengatakan baik-baik saja, tetap saja dia tau tubuh itu akan tetap merasakan sakit. Violan tidak mau Dicky-nya sakit, tidak ingin tubuh kekasihnya merasakan sakit, cukup mental kekasihnya saja yang harus tertekan karena ayahnya, fisiknya jangan!

Namun, mau bagaimanapun Violan menolak, Dicky tetaplah Dicky. Pria itu tidak menerima penolakan, dia tidak berubah sedikit pun. Dia tetap akan melakukan apapun yang dia anggap benar.

"Aku akan tetap pulang, mau kamu setuju atau tidak aku gak peduli"

Lihat kan? Violan sudah tau itu. Pria itu tidak akan mendengarkan keinginan Violan. "Lakukan apapun yang kamu mau, aku setuju atau nggak pun kamu tetap akan pergi kan?"

"Hei lihat aku" tangan kiri Dicky menangkup wajah gadisnya, namun ditolak mentah-mentah. Gadis itu menghempas tangan Dicky.

Dicky hanya mampu menghelas nafas, dia kalah.

Saat ini Dicky memilih untuk diam dan memberi waktu pada Violan untuk menenangkan diri. Walau gadis itu sedari tadi hanya diam, Dicky tau bahwa gadisnya sedang menahan luapan amarah dalam dirinya. Dicky tidak ingin mencari masalah saat ini, lebih baik mereka menyelesaikannya secara baik setelah mereka tiba di tujuan.

Kini mereka telah tiba di apartemen Violan. Gadis ini belum mengeluarkan sepatah kata pun sejak tadi. Sementara Dicky? Pemuda itu turut diam namun tetap memperhatikan dan memberi perlakuan manisnya kepada Violan seperti ketika Dicky membuka pintu mobil untuk Violan, tak membiarkan Violan menekan tombol lift dan selalu berjalan di belakang Violan untuk memastikan gadisnya berada dalam jangkauannya.

Biarkan Waktu BermainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang