Chapter 33

58 13 10
                                    


Perkataan Raka nyatanya mengusik pikiran Violan. Apakah Dicky sepenting itu dalam hidupnya hingga ia mempercayakan hal privasi pada Dicky. Bahkan sampai sandi sosial media saja harus Dicky orangnya? Kenapa bukan Varrel yang jelas saudara kandungnya. 

Ah sial! Dia benar-benar kepikiran. Apakah dia harus menemui Dicky? Tetapi ini sudah berapa bulan sejak pertemuan terakhir mereka. Apakah Dicky akan menerimanya yang tidak tahu malu ini? Dia benar-benar bingung.

Violan melirik ponselnya yang berada di atas nakas. Dia menggulir layar poselnya hingga dia menemukan kontak dari sosok yang sedari tadi dia pikirkan. Bolehkah dia menghubunginya?

Sepertinya dia tidak mempunyai pilihan lain, dia harus menghubungi Dicky. Setelah beberapa kali mengetik dan menghapus teks, dia kembali ragu untuk mengirim pesan itu. Kembali keraguan itu muncul diselimuti rasa takut ketika netranya menangkap waktu yang tertera dilayar ponselnya. Sudah sangat larut untuk menghubungi seseorang.

Setelah berdiskusi dengan dirinya sendiri, dia kembali ragu untuk menghubungi pemuda itu. Dia takut akan mengganggu waktu Dicky. Ini bukan waktu yang pantas untuk menghubungi seseorang.

Violan menarik nafas sedalam-dalamnya. Setelah berperang dengan pikirannya sendiri dia pun memberanikan diri mengirim pesan itu. Harapnya Dicky akan membalas pesan itu besok pagi. Namun apa ini? Dia mendapati pesannya telah terbaca oleh sosok yang dituju.

Detik itu juga ponsel Violan berdering, sebuah panggilan masuk. Dia membaca nama sang pemanggil dan betapa terkejutnya ketika dia mengetahui sosok tersebut adalah Dicky. Dengan panik dan tergesa-gesa Violan mereject panggilan itu.

Violan tak habis pikir kenapa pemuda itu langsung berinisiatif melakukan panggilan. Setelah menetralkan detak jantungnya karena panik dia kembali meraih ponselnya. Dia membaca pesan Dicky yang meminta maaf karena telah melakukan panggilan. Pemuda itu juga menjelaskan alasannya karena dia pikir Violan mau berbicara panjang lebar mengenai ajakannya. Namun sayang, Dicky lupa kalau Violan-nya telah berubah. 

Obrolan mereka hanya singkat dan terkesan dingin di satu pihak. Dengan kesimpulan Violan dan Dicky akan bertemu di apart pemuda itu besok lusa. Percakapan itu diakhiri dengan Violan menegur sikap Dicky. Dengan berani gadis itu memperingati Dicky untuk tidak asal menghubungi lagi.


*****


Hari esok pun tiba, sekarang Violan dan Raka tengah berjalan menelusuri pesisir garis pantai. Gadis itu terlihat bahagia. Terlebih sekarang moodnya sedang baik karena sikap Raka yang tak lagi tak acuh padanya.

Mereka berdua saling melempar obrolan dengan beragam topik. Tak hentinya topik-topik itu bermunculan. Canda tawa mereka pun terdengar merdu yang beraduh dengan suara ombak yang indah.

Violan melangkah hingga ke bibir pantai. Merasakan terpaan air laut menerjang pergelangan kakinya. Di belakang, Raka mengikuti kegiatan Violan hingga berada tepat di samping Violan. 

Raka sedikit tertegung ketika melihat Violan menutup mata sambil tersenyum. Memang benar, Violan dan senja adalah satu kesatuan yang tak terkalahkan indahnya. Dia akhirnya paham mengapa gadis itu menyukai pantai. Disanalah dia bebas menatap sang fajar yang akan larut bertemakan pemandangan laut yang menyilaukan.

Biarkan Waktu BermainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang