Chapter 1 📌
Lisbon — Portugal 🇵🇹
"Sekarang apa? Ayah tahu ini hari penting bagiku, tetapi apa? Ayah sama sekali tak datang setidaknya hanya untuk menyenangkan hatiku dengan cara berfoto bersama."
"Aku iri, Ayah. Aku iri melihat teman-temanku berfoto bersama orang tua mereka. Aku juga ingin seperti itu walau yang kumiliki hanyalah kau. Andai Ibu masih hidup, aku yakin dialah yang akan datang di hari pentingku ini."
"Baik, Ayah salah, Ayah minta maaf. Tapi kau pun harus mengerti, kalau Ayah tak bisa datang karena Ayah—"
"Ya ya ya. Aku tahu Ayah orang sibuk, aku tahu Ayah Wali Kota Lisbon. Aku selalu mengerti Ayah tetapi Ayah tak pernah mengerti diriku. Benar? Tentu benar."
"Leda!"
"Leda Skye Collamore."
Kota Lisbon, merupakan salah satu kota tertua di dunia, bahkan usia Lisbon lebih tua dibandingkan Roma. Dikenal sebagai kota cahaya, Lisbon dapat disinari matahari selama 220 hari setiap tahunnya.
Tak peduli pada teriknya matahari siang ini, putri Wali Kota Lisbon itu, Leda Skye Collamore, tanpa pikir panjang ia meninggalkan hunian mewahnya bersama sang ayah masih dengan mengenakan toga.
Bukan hal besar. Leda hanya ingin ayahnya datang di hari wisudanya. Ia ingin berfoto bersama ayahnya, tetapi George Collamore yang merupakan Wali Kota Lisbon dan memiliki banyak jadwal padat, hal itu membuat George tak dapat hadir pada hari penting Leda ketika putrinya sendiri telah benar-benar berharap.
Pertemuan politik pada gedung pemerintahan membuat George melupakan hari penting Leda Skye Collamore, yang di mana hari ini putrinya telah resmi menyelesaikan strata duanya di usia 25 tahun.
"Cepat ikuti si pemarah itu," titah George kepada beberapa orang ajudan. Sempat memijat pangkal hidung, merasa pening, lagi-lagi ia harus bertengkar bersama putri sendiri.
Juga lagi-lagi, tidak lain dan tidak bukan, semuanya hanya karena George yang seolah-olah tak memiliki waktu untuk Leda. Yang seolah-olah George tak peduli pada putri pemarahnya itu.
Sudah pusing memikirkan Leda, George berdecak tatkala ponselnya berdering dibalik saku jas. Para pelayan yang tak ingin lancang, serempak mereka semua meninggalkan ruang tamu menuju dapur.
Sayang, rumah mewah itu seakan ikut mati setelah tewasnya istri George, Jezelinda Collamore tepat pada tiga tahun silam dalam tragedi penembakan transparan—di mana pelakunya tak diketahui hingga detik ini.
Kejadiannya pun bertepatan dengan hari pelantikan George sebagai Wali Kota Lisbon.
"Wali Kota." Satu orang ajudan datang, menghampiri George sampai pria 50 tahun itu berbalik badan dengan ponsel ia tempelkan di telinga.
Sejenak George berhenti berbicara dengan orang di telepon. "Katakan," mintanya tak ingin basa-basi.
Ajudan berseragam tadi berdiri di hadapan George tetapi kepalanya tunduk, menatap kepada ujung sepatu mengilap George yang hitam dan mahal.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECOND
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! 21+ || ADULT ROMANCE She said : ❝Sebab bagi mereka yang terhormat dan bermartabat, dalam mencintai pun harus setara.❞ He said : ❝Segala perbedaan akan kalah telak pada hebatnya cinta yang tak...