Dengan perasaan gusar, di dalam kamar kosnya, Gisya mencoba menghubungi kekasihnya, Ganta. Jika kalian menebak Gisya saat ini sedang menangis, maka tebakan kalian salah. Gisya tidak menangis sama sekali, menangis bukan gayanya. Dengan emosi yang masih meluap-luap, Gisya juga mulai mengemasi barang-barangnya.
Dalam hati, Gisya juga merutuki dirinya sendiri karena sudah menumpuk barang cukup banyak di kosannya. Selain bajunya yang saat ini sudah memenuhi dua kopernya, barang-barang lainnya masih belum selesai dia kemas, belum lagi dispenser dan panci elektri yang selalu menjadi bestienya selama menjadi anak kos.
"Banyak banget lagi!" rutuk Gisya.
"Ya Tuhan! Belum skincake dan makeup!" seru Gisya lagi sambil mengacak rambutnya gusar.
Saat ini, kekasihnya itu masih saja belum mengangkat telpon darinya. Hal ini tentu saja membuat emosi Gisya semakin meluap-luap. Dengan buru-buru Gisya mematikan sambungan telpon untuk Ganta, kali ini Gisya memutuskan menelpon sahabatnya, Vindi. Baru beberapa detik sambungan telpon mereka terhubung, sahabatnya itu sudah mengangkat panggilan telpon dari Gisya.
"Hal..."
"Hallo Vin, tolong gue, urgent ini. Bantuin gue pindahan malem ini juga." Belum selesai Vindi menyelesaikan kalimatnya, Gisya pun langsung buru-buru menyambar ucapan sahabatnya tersebut.
"Hah? Kok sekarang? Bukannya tadi siang lo bilang masih nyari kosan? Lagian kan, lo bilang jatuh tempo lo masih bulan depan," ucap Vindi.
"Ah... panjang ceritanya. Pokoknya, intinya gue udah gak tahan sama si nenek lampir matre itu," ucap Gisya.
"Anjir Gi, apa gak bisa besok aja gitu? Lo mikir lah barang lo juga banyak," ucap Vindi dari sebrang sana.
"Gak bisa! Tadi gue berantem sama si nenek lampir. Begonya gue tadi bilang gue udah gak tahan di sini, dan nanti malem gua bakal angkat kaki dari kosan ini," jelas Gisya lagi.
"Anjir tolol Gi, Gi! Lo tuh kebiasaan ngomong dulu terus mikir." Kali ini Gisya benar-benar menerima makian Vindi.
"Ya udah ini sekarang gimana dong? Gue lagi packing ini. Help! masih banyak yang belum gue pack. Lo tau skincare gue sama makeup gue banyaknya kaya apaan," rengek Gisya.
"Ya udah gue ke sana sekarang deh," ucap Vindi dan telpon pun segera berakhir.
Sambil membereskan skincarenya Gisya memilih beberapa sheet mask yang sekiranya bisa dia berikan untuk orang lain. Jika mamanya melihat semua sheet mask nya ini, Gisya yakin mamanya akan memarahinya habis-habisnya. Mamanya pasti berkata 'Gisya muka kamu itu satu, kok beli maskernya banyak banget.' Membayangkannya saja Gisya sudah bisa mendengar suara sang Mama.
Walaupun sering kali dikritik oleh Mama dan Papanya terkait hobinya yang mengoleksi skincare dan make up, tapi Gisya tetap lah Gisya. Gadis itu tidak pernah berniat mengganti hobinya ke bidang yang lebih disukai oleh orang tuanya. Gisya bahkan sering kali rela kekurangan uang jajan, hanya untuk menambah koleksi skincarenya.
Sambil memilih sheet mask yang bisa dia berikan pada teman-teman kosnya, untuk mengurangi barang bawaannya, ponsel Gisya pun kembali berdering, menandakan bahwa ada panggilan masuk di sana. Saat Gisya melihat ponselnya, ternyata itu adalah Ganta. Dengan terburu-buru dan sedikit tidak sabar, Gisya akhirnya mengangkat panggilan telpon tersebut.
"Hallo sayang, kamu kemana aja sih? Aku telpon dari tadi kok gak diangkat?!" keluh Gisya, begitu sambungan telpon mereka terhubung.
"Aduh, maaf sayang, aku ketiduran, ini baru bangun, kenapa?" Dari tempatnya Gisya bisa mendengar suara kekasihnya itu yang memang seperti orang baru bangun tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang Bapak Ya Mas?!
ChickLitGisya si magnet bagi para pria, tiba-tiba mendadak harus pindah dari kos-nya karena ulah ibu kos-nya yang seperti nenek lampir. Dengan bantuan sahabatnya, Gisya mendapatkan kosan baru yang lebih nyaman. Kosan baru, suasana baru, dan peraturan baru...