Setelah menunggu kurang lebih selama empat jam, akhirnya operasi Pak Anwar selesai. Dari yang Gisya dengar, dokter mengatakan bahwa operasi bapak kosnya tersebut berjalan lancar. Tapi walaupun demikian, untuk melihat dari hasil operasi tersebut diperlukan analisis lebih lanjut. Jadi kurang lebih seminggu kedepan Pak Anwar akan menjalani rawat inap di sana.
Seperti yang Gisya katakan pada Bumi, setelah mengetahui operasi Pak Anwar sukses, Gisya akhirnya pamit pulang. Awalnya Bumi sempat meminta Bu Sri untuk ikut pulang bersama Gisya, namun Bu Sri bersikeras ingin menjaga suaminya sampai suaminya itu siuman.
Pada akhirnya, karena Bu Sri cukup bersikeras untuk tetap tinggal di rumah sakit, Bumi lah yang mengalah. Pria jangkung itu akhirnya memilih untuk pulang ke rumah membawa beberapa pakaian ganti untuk sang ibu dan dirinya sendiri.
"Ini Mas kunci mobil bapak," ucap Gisya begitu mereka berdua berada di parkiran.
Saat ini Gisya pikir mereka akan pulang menggunakan BMW yang baru saya dia buat lecet tadi siang. Tapi ternyata mereka malah melangkah kearah HRV milik Bumi.
"Makasih ya. Kita pulang pake mobil ku aja. Untuk mobil Bapak biar besok saya telpon orang bengkel buat bawa ke rumah sakit," jelas Bumi.
Mendengar penjelasan Bumi kali ini, Gisya kembali merasa bersalah. Karena ketidak hati-hatiannya, mobil bapak kosnya tersebut harus dibawa ke bengkel.
"Maaf ya Mas gara-gara aku. Emmh untuk biaya.."
"Gak usah, kan udah saya bilang, nyawa Bapak lebih penting dari cuma sekedar mobil. Saya paham kamu juga pasti panik ngadepin ibu saya yang panikan kaya gitu," ucap Bumi yang saat ini berada di balik kemudinya.
"Tapi aku merasa bersalah," ucap Gisya.
"Harusnya saya yang merasa bersalah. Maaf ya, hari ini saya banyak merepotkan kamu," ucap Bumi sambil menatap Gisya dengan lekat.
"Engga kok Mas, itu kan kewajiban aku tolong Bapak sama Ibu," jawab Gisya lagi. Mendengar apa yang Gisya katakan, Bumi pun hanya bisa tersenyum kearah Gisya.
Saat ini keduanya hanya diliputi keheningan. Gisya paham, kondisinya maupun Bumi pasti sama-sama lelah. Sejak siang tadi hingga larut malam seperti ini, mereka sama-sama belum beristirahat barang sedikitpun. Gisya sendiri bahkan sangsi, jika ada satu makanan yang masuk ke dalam perut pria yang ada di sampingnya saat ini.
Tanpa terasa, sepuluh menit perjalanan penuh keheningan pun berakhir. Entah mengapa Gisya merasa Bumi seperti sedang memikirkan banyak hal. Jadi lah Gisya juga tidak berani menganggu pia itu.
"Mas, makasih ya tumpangannya, maaf aku ngerepotin Mas Bumi lagi," ucap Gisya begitu dirinya keluar dari mobil Bumi.
"Sama-sama, langsung istirahat ya, kamu pasti cape," ucap Bumi.
Saat ini Gisya pun langsung mengangguk dan melenggang masuk ke dalam kosnya. Begitu masuk, satu hal yang langung Gisya cari adalah sepiring nasi goreng yang harus dia buang. Tidak lupa dengan charger miliknya yang siang tadi Gisya tinggalkan begitu saja di atas meja pantry.
"Heh! Dari mana lo?" Mendengar suara dari arah belakang tubuhnya, Gisya sontak saja berjengit kaget. Dengan cepat Gisya membalikan tubuhnya, nampak di sana sudah ada Vindi, sahabatnya.
"Haduh! Bisa gak sih gak bikin jantung orang hampir copot?!" sebal Gisya.
"Sorry, abis tadi gue liat lo balik sama Mas Bumi, abis dari mana lo? Mana jam sembilan gini baru balik pula." tanya Vindi sambil melipat tangannya di depan dada.
"Gue lupa mau kasih tau lo. Tadi siang pas di kosan ini gak ada orang, Pak Anwar serangan jantung. Keadaannya bener-bener chaos deh. Asal lo tau, saking kepepetnya, tadi gue yang udah empat tahun ini gak bawa mobil, akhirnya kepaksa bawa mobil, gue telponin nomer ambulance gak ada yang bener. Nomer di google bodong semua," jelas Gisya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang Bapak Ya Mas?!
ChickLitGisya si magnet bagi para pria, tiba-tiba mendadak harus pindah dari kos-nya karena ulah ibu kos-nya yang seperti nenek lampir. Dengan bantuan sahabatnya, Gisya mendapatkan kosan baru yang lebih nyaman. Kosan baru, suasana baru, dan peraturan baru...