Untuk menebus rasa bersalah, aku post lagi guys!!!
Yeaaay!!Pagi ini Gisya bangun dengan keadaan kepala yang terasa sangat berat. Semua hawa di kamarnya terasa dingin, padahal AC kamarnya benar-benar mati saat ini. Badan Gisya juga rasanya seperti diremukan, karena saat ini semua otot sendi Gisya rasanya sakit bukan main. Bahkan Gisya rasa, ini adalah pertama kalinya Gisya merasa kesakitan yang luar bisa seperti saat ini.
"Anjir Gi 39° Celcius. Gimana dong? Ke rumah sakit aja ya?" tanya Vindi yang saat ini tengah mengukur suhu tubuh Gisya.
Tadi saat bangun tidur, Gisya merasa kepalanya sangat pusing. Jujur ini pertama kalinya bagi Gisya merasa sakit dengan kondisi yang cukup parah selama dia menjadi anak rantau. Saat bangun tadi, satu-satunya yang Gisya cari pada adalah Vindi. Karena Vindi adalah satu-satunya orang terdekat bagi Gisya selama menjadi anak rantau.
"Vin jangan ke rumah sakit boleh gak? Beli obat aja lah," ucap Gisya dengan suaranya yang setengah parau.
"Ke dokter aja mau gak?" tanya Vindi lagi.
"Enggak mau ah, udah beli obat aja pake gojek. Mana sini HP gue," ucap Gisya sambil setengah bangun dan mencari ponselnya.
"Enggak enggak, gue gak berani ya beli obat macem-macem. Lo itu sakit perlu diagnosa dokternya Gi," kekeh Vindi sambil membawa hp Gisya dari arah samping bantalnya.
"Gue gak apa-apa sumpah, ini mah lagian cuma pake Paracetamol juga sembuh." Mendengar solusi Gisya, Vindi tentu saja langsung menghela nafas kasar. Jujur Vindi kesal dengan Gisya yang sakit apapun obatnya selalu Paracetamol.
"Gi, panas lo ini 39° Celcius. Lo juga pusing kan sekarang gak bisa bangun? Udah lah Gi nurut aja dulu. Ini juga biar cepet sembuh," ucap Vindi.
"Aduh, gue bisa kok bangun," jawab Gisya sambil mencoba mendudukkan dirinya. Namun alangkah terkejutnya saat baru saja Gisya menyadarkan dirinya di kepala ranjang, Gisya merasa ada sesuatu yang mengucur dari hidungnya.
"GISYA. YA ALLOH, ITU IDUNG LO BERDARAH ANJIR!" teriak Vindi.
Gisya yang saat ini merasa kepalanya masih pusing tentu saja hanya diam, Gisya masih mencoba untuk mencerna semua hal yang terjadi padanya saat ini. Dari tempatnya Gisya hanya bisa melihat Vindi yang panik dan membawa tisu untuk menyupal hidungnya.
"Ini lap, jejelin coba ke idung lo. Aduh kita ke dokter deh," ucap Vindi sambil berusaha mengelap darah yang saat ini memang keluar dari hidung Gisya.
Berbeda dengan hidungnya yang bagian kanan, yang saat ini sudah tersumbat dengan tissue. Saat ini Gisya justru merasa bahwa hidung bagian kirinya juga terasa seperti mengeluarkan sesuatu, dan dengan cepat tangan Gisya menyumbat hidungnya tersebut.
"Aduh, itu sekarang dua-duanya lagi. Fix kita ke rumah sakit aja deh," ucap Vindi sambil memberikan lagi tissue di hidung Gisya.
Saat ini tangannya sudah tidak lagi menyumpal hidungnya, tugas itu sudah di lakukan oleh tissue yang baru saja disumpalkan oleh Vindi ke hidung Gisya. Saat ini dengan matanya sendiri Gisya melihat bahwa ada darah segar yang meninggalkan jejak di jari-jarinya.
"Kita ke rumah sakit titik no debat no kecot. Lo tunggu gue bentar, gue ganti baju dulu," seru Vindi sambil meninggalkan Gisya yang saat ini masih nampak terkejut melihat darah yang ada ditangannya.
Seumur hidupnya, Gisya tidak pernah mengalami pusing yang berlebihan seperti saat ini. Gisya juga tidak pernah mengalami yang namanya mimisan. Makannya saat ini melihat kondisinya sendiri Gisya sangat terkejut.
Tidak lama setelah Vindi keluar dari kamarnya, kini Gisya kembali melihat sahabatnya itu memasuki kamarnya. Kali ini daster buluk Vindi sudah berganti dengan Hoodie dan celana traning.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang Bapak Ya Mas?!
ChickLitGisya si magnet bagi para pria, tiba-tiba mendadak harus pindah dari kos-nya karena ulah ibu kos-nya yang seperti nenek lampir. Dengan bantuan sahabatnya, Gisya mendapatkan kosan baru yang lebih nyaman. Kosan baru, suasana baru, dan peraturan baru...