Setelah tadi Gisya berbicara dengan kakanya. Kini Gisya merenungi kembali apa yang dirinya bicarakan dengan Praja. Kebahagiaan setiap orang itu berbeda-beda, dan ini adalah waktu yang tepat bagi Gisya melihat semuanya lebih dekat. Karena jauh di lubuk hatinya, Gisya pun sangat menyayangi papanya.
Saat ini sambil berbaring di atas kasurnya, Gisya mencari nomer Gumi, kakak Keduanya yang berada di Singapura. Mungkin berbicara dengan Gumi bisa membuat Gisya lebih tercerahkan lagi tentang masalah hidupnya saat ini.
Untuk beberapa saat Gisya menunggu nada sambung di panggilannya tersebut. Beruntungnya tidak butuh waktu lama kakaknya itu menerima sambungan telpon dari Gisya.
"Hallo Gigi," sapa Gumi.
"Hai kak, kakak belum tidur? Gisya ganggu kakak gak?" tanya Gisya pelan.
"Enggak, kenapa? Tumben tengah malem telpon," ucap Gumi. Dari respon Gumi, dapat Gisya simpul bahwa kakaknya ini sepertinya memang belum mengetahui tentang masalah ini.
"Hah enggak, Gisya kangen aja sama kakak. Kakak kapan pulang ke Indonesia?" tanya Gisya.
"Nanti kamu wisuda kakak janji kakak pulang," jawab Gumi.
"Kamu gimana? Udah sehat?" tanya Gumi.
Untuk beberapa saat Gisya terdiam. Ternyata dugaan Gisya salah. Sepertinya Gumi sudah mengetahui semua masalah Gisya, buktinya kakaknya itu mengetahui bahwa Gisya sakit beberapa hari lalu.
"Sehat, kakak tau Gisya sakit?" jawab Gisya sambil bertanya.
"Tau, termasuk tentang kenakalan kamu," jawab Gumi sambil terkekeh kecil.
"Kok tau?" tanya Gisya.
"Mama cerita sama kakak," jawab Gumi dari seberang sana.
"Kakak tau juga tentang papa? Gisya berantem sama papa. Papa kekeh nyuruh buat Gisya nikah sama Mas Bumi. Kalau Gisya gak mau nikah Gisya disuruh putus. Dan papa kekeh nyuruh Gisya untuk stay di rumah,"
jelas Gisya."Mau cerita?" tanya Gumi.
"Mau..." Kali ini Gisya memulai menceritakan semuanya, termasuk tentang pertengkaran dengan papanya. Semua isi kepalanya, semua ketakutannya, bahkan semua obrolannya dengan Praja, Gisya tumpahkan ke pada Gumi.
"Hei kamu nangis?" tanya Gumi lembut.
"Hah? Sedikit. Gisya masih sakit hati sama pertengkaran tadi," jawab Gisya sambil mengelap air matanya.
"Gimana rasanya ngeluarin uneg-uneg di depan papa?" tanya Gumi.
"Hah? Rasanya? Rasanya ya... Lega. Tapi Gisya juga gak tenang. Gisya merasa bersalah kak," jawab Gisya.
"Apa yang Kak Praja bilang bener Gisya." Ucap Gumi.
"Bener? Tenang apa?" tanya Gisya.
"Gisya kebahagiaan setiap orang itu berbeda-beda. Dan kakak rasa kamu salah menilai papa. Kakak tau selama ini papa memang keras sama kita. Kaka rasa kamu pun tau betapa susahnya kakak buat bisa keluar dari istana papa. Papa emang keras, tapi gak selamanya papa juga tutup mata. Dulu mungkin papa emang gak setuju kakak kuliah di liar negeri. Sebelum kakak bicara dari hati ke hati sama papa. Kaka juga mempertanyakan kenapa papa sangat otoriter. Tapi setelah kakak ngobrol empat mata sama papa, kakak tau, papa cuma takut kalau kakak di sana sendirian. Papa juga takut kakak terbawa culture luar dan kehilangan jati diri kakak sebagai orang berbudaya ketimuran. Tapi pada akhirnya kakak bisa buktiin itu sama papa. Kakak pergi dari rumah bukan berarti kakak gak bahagia ada di rumah sama papa dan mama. Kakak bahagia hidup sama kalian." Kali ini sambil menenangkan dirinya yang sempat emosional, Gisya mendengarkan cerita Gumi dengan seksama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Bilang Bapak Ya Mas?!
ChickLitGisya si magnet bagi para pria, tiba-tiba mendadak harus pindah dari kos-nya karena ulah ibu kos-nya yang seperti nenek lampir. Dengan bantuan sahabatnya, Gisya mendapatkan kosan baru yang lebih nyaman. Kosan baru, suasana baru, dan peraturan baru...