[[ Selamat Membaca ]]
(Namakamu) hanya menundukkan kepalanya dengan tatapan kosong, hal itu terbayang lagi di fikirannya, disaat sahabatnya mulai berubah total.
Iqbaal berjalan perlahan mengitari tempat tidur ibunya, mendekati (Namakamu) dan merengkuh kepala (Namakamu) untuk bersandar di dadanya, Iqbaal mencium puncak kepala (Namakamu) dan meneteskan air matanya lagi, ini terasa sangat sakit, ya Tuhan.
"Maafkan aku"
"Bisakah kau berhenti menyalahkan dirimu sendiri?"
"Tidak. Aku tidak bisa"
Ya, aku tahu kau sulit memaafkan dirimu sendiri Iqbaal, tapi disini kau tidak salah sama sekali, kau... Ya Tuhan aku harus bagaimana untuk menyadarkanmu?
(Namakamu) berdiri dari tempat duduknya dan menatap Iqbaal, Aku tahu dimatamu. Aku tahu semuanya apa yang kau rasakan Iqbaal, aku tahu!
Suasana yang dingin ini menjadi sedikit hangat bagi Iqbaal disaat (Namakamu) tiba tiba memeluknya, bahkan ini lebih dari menenangkan.
"Aku disini Iqbaal, disampingmu" (Namakamu) memeluknya sangat erat dia tahu Iqbaal butuh banyak pelukan akhir akhir ini, dia tahu Iqbaal butuh ketenangan disini, dia tahu Iqbaal butuh istirahat.
"Terima kasih" Iqbaal hanya tersenyum samar dan memang benar hal ini sangat menenangkan hatinya yang kacau.
Iqbaal menenggelamkan kepalanya di atas bahu (Namakamu), satu satunya hal dan aroma yang bisa menenangkan fikirannya. Tapi hal inilah yang membuatnya mengeryit lebih dalam. Ya Tuhan, ini akan sangat sulit.
Semua kembali terngiang, hal indah saat semua tak mengenal apa yang dinamakan masalah. Ketika dunia terasa milik mereka berdua, tertawa dan merasa bahwa kehidupan akan bahagia selamanya, tidak. Iqbaal menghembuskan nafasnya sejenak.
"Kau? Apa kau?" Iqbaal berbicara lirih seakan semua begitu sulit, iya. Memang sangat sulit.
"Iya? Kau ingin menanyakan apa Iqbaal?" (Namakamu) melepaskan pelukannya. (Namakamu) mengerakkan jari panjangnya menyusuri wajah Iqbaal.
Ini semakin berat, aku mohon kuatkan aku Tuhan. Aku harus bisa, dan aku yakin. Iqbaal semakin mengerutkan keningnya, dia tak akan kuat... hal satu satunya, dia menundukkan kepalanya.
(Namakamu) menarik dagu Iqbaal dengan cepat dan menciumnya, dia berharap Iqbaal tersadar. Dia berada disini. Apa aku terlihat tidak mampu? Hingga kau berusaha menjalani semua ini sendiri?
"Kenapa kau menciumku hah?" Iqbaal mengangkat satu alisnya dan tertawa kecil ketika mengetahui (Namakamu) membuka mulutnya sedikit. Apa!
"Apa yang kau katakan?!" (Namakamu) memutar bola matanya.
Kau terlihat lebih cantik ketika memutar bola matamu yang sangat indah itu
Iqbaal masih terdiam begitu juga (Namakamu) yang terdiam dalam rangkulannya, bahkan (Namakamu) memutar sedikit kepalanya ke samping melihat Iqbaal yang masih menatapnya. Ada apa?
Hingga tiba – tiba suara pintu yang terbuka membuat mereka saling melepas rangkulannya. Oh..
"Oh, maaf apa saya mengganggu? Saya harus memeriksa kondisi Ibu Adeeva Alana" Seseorang lelaki dengan balutan jas putih, dan beberapa perawat dibelakang mengikuti langkahnya memasuki ruangan ini.
"Ya, kau sangat mengganggu. Tapi setidaknya alasanmu membuatku membiarkan kau menggangguku." Sontak (Namakamu) menoleh kearah Iqbaal dengan tatapan tidak percaya, bagaimana bisa dia mengatakan hal semudah itu.
"Maaf, maksud dia anda boleh memeriksanya sekarang" (Namakamu) menarik Iqbaal keluar ruangan dan melewati beberapa perawat yang menatap Iqbaal dengan tatapan memuja?. Kalian tidak boleh menatapnya seperti itu, atau aku akan mencongkel mata kalian satu persatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angelic (MLA - 2015)
FanfictionAku hanya manusia lemah tak berarti. Langit cukup luas dan aku tak mampu merengkuhnya. Aku hanya ingin menjadi malaikat, yang menjadi kekasih langit. Dan baru kusadari, malaikat tak mampu merengkuh langit. Karna malaikat tak sehebat Tuhan. Ku lihat...