My Little Angel: Chapter 17

4.8K 380 5
                                    

"3-6-5 nan maeil achim jamdeun neol kkaeumyeo harul sijakhae
3-6-5 1bun 1choui teumdo eobseul mankeum hamkke hal geoya
3-6-5 ne soneul japgo
3-6-5 nochi anheulge"

Exo-k "365"

[[Selamat Membaca]]

~~

Iqbaal berdiri didepan kaca dikamarnya. Sudah beberapa hari dia mencari kesana kemari. Ke rumahnya, Bibi Ita marah besar dan baru kali ini Iqbaal melihatnya menangis. Kerumah teman di kampusnya, dan bahkan Iqbaal hampir menampar Bella, ketika dia mencari (Namakamu) dirumahnya.

Mengendarai mobilnya dari tengah malam hingga pagi hanya untuk mencarinya, mengutak atik akun (Namakamu) dimana keberadaannya, dan hasilnya nihil. Baru kali ini dia merasa sebodoh itu.

Iqbaal menundukkan kepalanya dan menutup matanya,

‘Aku fikir aku orang yang kuat, tapi disaat kau tak disisiku. Aku rasa aku menyadari sakitnya kehilangan. Masih pantaskah jika aku memperjuangkanmu untuk bersamaku? Kau pergi begitu saja, dan membuatku seperti orang gila'

Mata itu.. ketika (Namakamu) menatapnya terakhir kali, dia mengatakan jika dia tidak ingin aku memanggil namanya? Aku kira itu hanya gertakannya saja, tapi aku tidak menyangka jika semua tidak baik – baik saja sekarang.

Aku ingin menatapmu meski itu hanya satu detik saja, aku hanya ingin melihatmu baik – baik saja, dan jika memang aku harus menjauhimu aku akan berusaha. Aku akan berusaha (Namakamu), tapi berikan aku kesempatan untuk menemuimu sekali saja.

Brengsek’ Iqbaal tersenyum pahit mendapati sosoknya di kaca. Brengsek? Itu lebih buruk Iqbaal. Kau menjaganya dan kau melukainya. Itu percuma saja, jika kau tidak bisa menjaganya kenapa kau tidak membiarkan saja dia pergi seperti sekarang dan tidak peduli.

Tapi aku terlalu mencintaimu untuk pergi melupakanmu

“Aaarrgghh!” Iqbaal menghempaskan kepalan tangannya ke kaca didepannya. Membuat si brengsek di kaca itu terlihat samar karna retakan, dan perlahan darah mengucur melewati sela- sela retakan kaca ketika Iqbaal menahan tangannya dan melakukan hal yang sama satu kali lagi.

Membuat kacanya hancur dan berceceran di lantai. Iqbaal mengambil nafasnya mengusap wajahnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya. Astaga..

Darahnya menetes hingga ke lantai, guratan luka bahkan kaca kecil yang masih menempel di sela – sela jarinya tidak terasa bagi Iqbaal, tapi sangat menyedihkan dan membuat orang akan begidik ngeri ketika melihatnya.

Iqbaal berdiri di ruangan khususnya, sebenarnya ini ruangan kerjanya. Namun tidak heran jika disana seperti rumah sakit yang lengkap akan obat luka.

Matanya tertuju pada TV besar diruangan ini. Bodoh!!

Dengan cepat Iqbaal mengambil remote di depannya dan menghidupkan TV yang cukup besar disana, mengutak atik meski tangannya terasa begitu perih. Dia menghiraukannya dan seakan tidak terjadi apa – apa.

Menekan tobol kesana kemari dan terdiam. Dia tertegun ketika mengulang cctv yang berada dirumahnya. Lebih tepatnya di depan gerbangnya.

Matanya membulat dan dia menegang ketika mengetahui (Namakamu) dibekap dengan tiba – tiba. Tapi bukan itu, dia tahu persis siapa pemilik plat nomor khusus itu. dan mana mungkin?

“Hallo. Aldi apa kau bisa membantuku sebentar? Aku butuh bantuanmu sekarang!”

Iqbaal mengambil jaket kulitnya, dia hanya menggunakan kaos putih polos, jeans dan… dia terlihat seperti anak seumurannya, lebih tepatnya anak pembalap yang nakal.

~~

Dia mengumpulkan semua anggota genk motornya, entah apa yang akan dia lakukan. Tapi, mengetahui jika dia membutuhkan Aldi dan Kiki dia memutuskan untuk kumpul di basement.

“Apa kau sudah mencari tahu yang aku inginkan?” Iqbaal duduk di sofa dan menatap kosong meja didepannya. Dia meletakkan sikunya di atas pinggiran sofa.

“Iya. datanya sudah terkumpul” Aldi mengatakannya dengan sigap, dia tahu jika temannya yang satu ini sedang marah besar dan dia tidak ingin ikut campur. Tapi apa itu yang namanya teman? Aldi menatap Kiki dengan mengangkat alisnya.

“Kau terlihat sangat berantakan Iqbaal.” Kiki menatap tangan Iqbaal yang terbalut perban putih dengan rapat. Dan beralih menatap pelipisnya yang memperlihatkan luka lebam yang mengerikan.
Iqbaal terdiam dan menatap data yang dikumpulkan oleh Aldi. Setidaknya dia yakin (Namakamu) tidak apa – apa. dia pasti aman. Tapi kenapa harus menculiknya dan menjauhkannya dariku?

“dimana kesalahanku?” Iqbaal bergumam pelan namun tegas.
Aldi dan Kiki hanya terkesiap mendapati pertanyaan itu. namun mereka memilih untuk diam, Iqbaal masih mencoba untuk mengontrol dirinya.

“Apa aku tidak mampu?” Iqbaal kembali bertanya dan dia menolehkan kepalanya melihat mereka berdua dengan tatapan dinginnya.

“Kau.. kau tidak mengatakan kepadanya jika..” Kiki menelan ludahnya perlahan, mencoba untuk menghiraukan situasi yang sangat dingin dan begitu mengintimidasi.

“Kau sudah menjual saham perusahaan ayahmu dan kau tidak lagi ada urusan dengan persaingan memperebutkan (Namakamu)?” Kiki melanjutkannya dengan tegas. Toh, dia lebih tua kenapa harus takut menghadapi Iqbaal?

Flashback

Saat itu lebih tepatnya ketika ada rapat pemegang saham tahunan milik ayah Iqbaal. Herry’s Group

Dia berjalan ke stage dengan tenang ketika dia dipersilahkan memberi pidato dan berbagai perbincangan, namun diakhir rapat inilah, semua tertegun ketika Iqbaal mengatakan jika

“saya akan menjual seluruh saham saya di perusahaan ini, atau bahkan mungkin akan saya berikan seluruhnya kepada ayah tercinta saya. Dan maafkan saya, untuk  ayah saya, saya mengundurkan diri dari perusahaan ini dan juga sebagai anggota dari Herry’s Group. Sepertinya saya anak yang tidak pantas berada di lingkungan kalian.”

Herry, lebih tepatnya Herry Hernawan. Ayah kandung Iqbaal. Dia terlihat tertegun dan menahan amarahnya terlihat dari rahangnya yang mengeras. Dia menatap Iqbaal dengan tatapan yang begitu tajam. Wajahnya memerah menahan malu ketika seluruh orang di ballroom ini bergeming dan terdengar ricuh jepretan kamera para wartawan.
Iqbaal turun menuruni stage.

“Maafkan aku Ayah, aku terpaksa melakukan ini karna kau yang mengajariku untuk menjadi seperti ini. Kau tetap ayahku, tapi mungkin itu hanya akan aku simpan dihati tidak untuk kenyataan. Aku tidak akan pernah memanggilmu ayah. Terimakasih sudah membesarkanku. Semoga Tuhan menjagamu.” Iqbaal mengucapkannya bagai doa dihatinya, jika ada yang mendengar mungkin akan terenyuh begitu saja, sungguh dia harus terpaksa melakukan ini karna sudah cukup sampai disini.

Kiki, dia hanya terdiam dan menatap atasannya yang berjalan tegas dan wajahnya yang begitu pucat. Kiki tahu ini akan terasa sulit baginya. Sulit sekali ketika harus melepaskan jabatan anak kepada ayah kandungnya sendiri. Dan itu tidak akan dilakukan kecuali bagi anak yang durhaka. 'Kecuali dia.' Kiki mengatakannya dengan tegas dihatinya, karna hanya dia yang memahami perasaan Iqbaal saat ini.

Iqbaal berjalan tenang menjauh dari tempat ini diikuti Kiki di belakangnya. Dan harus terhenti ketika banyak sekali wartawan menghentikan langkahnya untuk memberikan penjelasan tadi. Namun Iqbaal berjalan begitu saja dan menjauh ketika banyak penjaga disana membuka jalan.

Flashback End

Iqbaal terdiam, dia tidak menjelaskannya. Belum, Iqbaal belum siap. Bagaimana jika dia marah besar? waktu itu, dia sedang sakit. Aku tidak ingin jika dia memikirkan masalahku.
Ya memang meski malam itu Iqbaal hampir tertangkap basah karna sifatnya yang terlalu terluka untuk menyembunyikan semua itu.

~~

- FA

Angelic (MLA - 2015)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang