[[ Selamat Membaca ]]
(Namakamu) masih menangis dan menatap Iqbaal yang tergesa – gesa berjalan ke ruang inap ibunya. Iqbaal terlihat sangat marah, hingga dia tidak sadar (Namakamu) merintih karna kuatnya pegangan Iqbaal di jemarinya.
Tepat ketika Iqbaal membanting pelan pintu ruang inap ibunya,
"Hentikan!" (Namakamu) melepas paksa kaitan jemari Iqbaal, Iqbaal hanya terdiam dan mengernyitkan dahinya. Jangan melakukan hal yang membuat fikiranku semakin keruh (Namakamu).
"Kau kenapa Iqbaal! Apa masih ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku? Kau masih tidak mempercayaiku? Aku ragu jika aku orang yang berarti bagimu! Aku meragukan itu!" (Namakamu) masih menangis. Dia menangis dalam marah dan kecawanya.
Iqbaal menatapnya dengan tidak percaya, kau mengatakan itu lagi? Dan lebih sakitnya kau meragukan apa yang aku katakan (Namakamu), itu menyakitkan.
"Kau bahkan melakukan hal sebodoh itu. Entahlah! Mungkin keberadaanku disini hanya menambah masalahmu..."
Tidak! Dengarkan aku dulu (Namakamu)
(Namakamu) tersenyum dalam tangisnya, "sebegitu bodohnya aku. Mengikutimu dengan egoku..."
"Hentikan (Namakamu)..." Iqbaal mengambil langkahnya mendekati (Namakamu) merengkuh pinggangnya dengan posesif, mempererat jarak mereka. Iqbaal mencium paksa, entah ciuman itu begitu kuat.
Aku takut kehilanganmu, aku mohon jangan berfikiran seperti itu lagi. Kau mengatakannya berulang kali, dan itu membuatku ketakutan yang sangat.
(Namakamu) luluh dalam sekejap, dia tidak bisa mengatakannya lagi, tapi rasanya masih sedikit kecewa mengetahui dia masih belum mau terbuka dengannya.
Iqbaal melepaskan ciumannya dan merengkuh tengkuk (Namakamu) meletakkan wajahnya di leher jenjang (Namakamu).
Memeluknya dengan posesif, dia takut kehilanganku? Tapi apa benar?
"Iqbaal.. (Namakamu).."
"ibu memanggilmu Iqbaal" (Namakamu) berbisik meski ia masih enggan dilepaskan oleh Iqbaal
"apa kau tak dengar jika dia juga memanggilmu sayang?"
(Namakamu) menghela nafasnya dan pergi begitu saja, keadaan mereka begitu labil. Baiklah ini terkesan masih wajar kan?
"Iya ibu" Iqbaal berdiri dan duduk disamping ibunya. Ibunya terlihat lebih baik dari sebelumnya..
"Dia menangis? Apa yang telah kau perbuat kepadanya? Dasar anak nakal.." Alana melihat sekilas kearah (Namakamu) yang sedang sibuk mengusap air matanya dan membenahi penampilannya.
"dia tidak ingin bersamaku lagi.."
"tidak!! Aku tidak mengatakannya" (Namakamu) berlari kearah mereka dengan tergesa hingga jatuh tersungkur tepat di depan Iqbaal, dengan menahan kekehannya Iqbaal berlutut didepan (Namakamu) dan membantunya berdiri.
"Jangan buat ibu mengetahui semuanya" (Namakamu) berbisik sebelum dia berdiri, menahan lengan Iqbaal yang masih menahan tawanya, ini tidak lucu
"Tapi aku hanya ingin menyampaikan yang kau katakan tadi sayang"
"dasar, dewasalah sedikit" (Namakamu) berdiri dengan senyumannya, ini sangat konyol.
"Tidak ibu, kami hanya membicarakan sesuatu. Aku tidak menangis" Iqbaal berdiri perlahan, membelakangi mereka sejenak, dan membalikkan badannya.
"Dia benar ibu." Iqbaal memeluk bahu (Namakamu) menunjukkan bahwa dia setuju dengan yang dikatakan (Namakamu).
"Iqbaal... bibirmu terluka. Kau habis bertengkar?!" dia terlihat khawatir benar saja, dan (Namakamu) melihat wajah Iqbaal, dia baru sadar Iqbaal terluka dibibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angelic (MLA - 2015)
FanfictionAku hanya manusia lemah tak berarti. Langit cukup luas dan aku tak mampu merengkuhnya. Aku hanya ingin menjadi malaikat, yang menjadi kekasih langit. Dan baru kusadari, malaikat tak mampu merengkuh langit. Karna malaikat tak sehebat Tuhan. Ku lihat...