[[ Selamat Membaca ]]
"Halo."
"Iya aku disini."
"Kau apakan Bastian? Kau memang anakku yang sulit diatur."
"Ah, kau masih menganggapku sebagai anakmu ya?"
"Bagaimanapun juga aku yang membesarkanmu, anak bodoh. Lebih baik kau segera meminta maaf ke Bastian, dan aku ingin mengatur pertemuanmu nanti malam, ini menyangkut perusahaan. Jika kau tidak datang, kau akan tahu akibatnya."
"Aku tidak bisa datang."
"Hei kau tidak bisa seperti itu, kau harus mendengarkan ayahmu ini. Nanti malam pukul Sembilan di New York cafee."
(Namakamu) melepas perlahan pakaiannya dan berjalan terhuyung meuju shower, membilas seluruh tubuhnya dan memakai busa untuk menghilangkan bau badannya. Dan selesai, dia mengambil handuk dan melilitkannya ditubuhnya.
Namun, ketika dia berdiri di depan kaca. Oh astaga bekas memerah dilehernya sangat sulit dihilangkan meski dia terus berusaha mengeseknya dengan jari.
Air matanya, mulai mengalir dan dia berteriak frustrasi melihat bekas yang diberikan Bastian di lehernya. Dia mengacak rambutnya dan berjalan mundur hingga kakinya terbentur kloset, dia terduduk dan terus menangis, hingga teriakannya terdengar oleh Iqbaal.
Iqbaal segera membuka pintu kamar mandinya dan mendapati (Namakamu) menangis diatas kloset duduknya. Iqbaal terlihat bersedih dan terluka.
Dia berjalan perlahan mendekati (Namakamu) dan berjongkok tepat didepannya. Memegang tangannya dan berusaha menenangkan gadis ini.
"Hei, kenapa?" (Namakamu) terus terisak dan menatap Iqbaal, dia mengangkat sedikit dan menolehkan kepalanya menunjukkan bekas ciuman Bastian dilehernya.
Iqbaal menghela nafasnya dan tanpa diduga Iqbaal langsung meraih tengkuk (Namakamu) dan mencium kuat leher (Namakamu), (Namakamu) sedikit tertegun dengan perlakuan Iqbaal, namun dia tetap terdiam hingga Iqbaal mulai menciumi seluruh lehernya.
(Namakamu) menggigit bibir bawahnya dan memejamkan matanya, ini sangat sulit diduga. Dan dia mencium leherku?
"Ahs.. Iq-baal.. ap..pa yang kau –lakukan" (Namakamu) mendorong perlahan Iqbaal agar menjauh darinya.
Iqbaal hanya menatap lekat mata (Namakamu)
" jika kau menangis karena bekas itu, itu tidak akan hilang untuk beberapa hari, dan aku telah menggantikan bekas bajingan itu dengan punyaku. Tenangkan dirimu sayang." Iqbaal beranjak dan berjalan menjauh keluar ke pintu kamar mandinya.
"Cepat ganti baju, aku sudah membeli baju untukmu tadi. Ada di atas ranjang, sekarang giliran aku yang mandi. Cepat keluar, atau kau akan terjebak disini selama aku mandi." Iqbaal membukakan pintu kamar mandi untuk (Namakamu) dan sedikit menutupnya memberikan ancaman.
(Namakamu) langsung berdiri dan tersenyum lebar sambil sedikit berlari. "jangan berharap Iqbaal." (Namakamu) tersenyum senang yang dibalas dengan senyuman juga oleh Iqbaal.
Hingga sampai di tengah pintu, (Namakamu) menempatkan dirinya tepat didepan Iqbaal. (Namakamu) meraih rahangnya dan mencium sekilas pipinya. "Makasih"
Iqbaal merenung sendiri, dia berjalan kearah kaca besar di wastafelnya, menatap erat mata coklatnya.
Apa sampai disini? Apa ini akhirnya? Aku harus berpisah dengannya? Bagaimana mungkin? Aku akan lemah tanpanya. Namun dia akan terus dalam bahaya bila didekatku. Apa yang harus ku lakukan?
(Namakamu) Meraih gaun merahnya, kenapa harus gaun? Memangnya mau pergi kemana?
"Kita akan pergi jalan jalan, setidaknya menghilangkan ketakutanmu?" (Namakamu) sedikit terkejut mendengar Iqbaal mengetahui apa yang ditanyakan meski dalam fikiran.
(Namakamu) Menoleh dan memutar kedua bola matanya tidak mengerti dengan sikap Iqbaal.
"Sekedar nonton di bioskop dan makan sayang."
(Namakamu) terlihat cantik meski tanpa polesan make up, dia mengenakan apa yang telah dibeli Iqbaal dari gaun, high heels, dan lainnya perpaduan yang cocok dengan Iqbaal yang memakai setelan kemeja putih dan jaket tebal yang cocok sekali dengan tubuhnya.
Kali ini Iqbaal membawa motornya, dia memang gila, sudah membelikan sang gadis gaun, kini malah mengajaknya dengan motor sportnya.
"Kita bawa motor, karna aku ingin mengajakmu kesuatu tempat yang sulit di jangkau mobil. Jadi.."
"Baiklah, aku mengerti."
(Namakamu) langsung naik dibelakang dan memeluk pinggang Iqbaal dari belakang.
Iqbaal melaju kencang dengan motornya, itu tidak masalah karna (Namakamu) sudah nyaman dengan punggung Iqbaal, ah jangan dia sampai terbuai dengan kenyamanan ini.
Namun nyatanya bahkan sampai tujuan pun (Namakamu) tetap bersandar di punggung Iqbaal dengan memejamkan matanya, oh ayolah. Iqbaal tersenyum menengokkan kepalanya mendapati gadisnya emb, ralat (Namakamu) yang sedang tersenyum memeluk punggungnya.
"Ya, aku tahu punggungku memang nyaman, tapi bisakah kau turun dari motorku? Kita sudah sampai."
(Namakamu) membelalakkan matanya dan tersenyum lebar dengan wajahnya yang memerah.
Hei tunggu, ini seperti padang rumput, em bukan rumput. Ini. Seperti. rumput.? Ah aku tak tahu intinya tingginya sepunggung dan bewarna coklat, tunggu diatasnya ada bunga seperti kapas?
"Ini indah sekali. kapan kau tahu tempat ini?" Iqbaal memiringkan bibirnya dan menaikkan bahunya. Menggemaskan.
"Mungkin, ketika aku berumur enam tahun?"
"Hei, itu sudah lama sekali. Kenapa kau tak pernah mengajakku kemari?"
"Ah, aku punya kenangan indah sekaligus memuakkan disini, jadi aku sedikit ragu pergi kesini. "
"Kau tidak pernah menyeritakan kepadaku? Kenapa?" (Namakamu) menatap Iqbaal dengan kenyitan di dahinya. Dia melihat mata Iqbaal menatap lurus menuju danau didepan padang ini, aku bisa melihatnya. Tapi menurutku matanya yang ingin aku lihat sekarang.
Matanya menggelap dan aku tahu ada kesedihan disana.
"Hei, apa kau baik baik saja?" (Namakamu) bertanya dengan menarik lembut lengan Iqbaal agar dia sadar dari lamunan menyedihkan itu.
Iqbaal tersenyum dan mengatakan bahwa dia baik baik saja.
"Ayo pergi kesana, aku ingin menghabiskan waktu denganmu hari ini." Iqbaal menarik (Namakamu) kearah danau dan tertawa dengan berlari menembus rumput coklat ini.
"Lihat.." ucap Iqbaal yang melempar batu kecil ka arah danau dengan posisi tangan sejajar dengan pinggangnya. Dan apa yang akan kau lihat, batunya terus memantul diatas air.
"Itu keren, bisa kau ajari aku?" Iqbaal meraih batu disamping kakiku dan memberikannya kepadaku.
Iqbaal menarik lengan (Namakamu) sejajar dengan pinggang (Namakamu). "lempar dengan kuat" Iqbaal memerintahkan dan (Namakamu) berhasil membuat batu kecil itu menari diatas danau indah ini.
Hari semakin sore, ditandainya dengan langit yang mulai bewarna merah kekuningan, pemandangan yang indah.
"pemandangan yang indah, kemana selanjutnya kita pergi?"
"Makan malam. Tapi aku tidak mau pergi sebelum kau menciumku.."
"Iqbaal!" (Namakamu) melototkan matanya manatap pria disampingnya, dia hanya tersenyum menunjukkan jajaran giginya.
Ok, baiklah. (Namakamu) mencium pipi Iqbaal dengan cepat namun yang terjadi. Iqbaal menolehkan kepalanya menghadap kearah sang gadis, jadi..
Yang terjadi adalah mereka berciuman di tepi danau dengan pemandangan langit yang mulai menggelap.
"Bersihkan bibirku dari gadis sialan itu, yang membuat kau tak mau menciumku, itu sangat menyakitkan sayang." Iqbaal meletakkan dahinya di dahiku. Dan mulai menciumku lagi, sangat lembut.
"Selamat malam tuan Iqbaal" sang pelayan restoran menyambut kami di pintu masuk. Dia mengenal Iqbaal? Ehm, mungkin Iqbaal sering makan disini.
~~
- FA
KAMU SEDANG MEMBACA
Angelic (MLA - 2015)
FanfictionAku hanya manusia lemah tak berarti. Langit cukup luas dan aku tak mampu merengkuhnya. Aku hanya ingin menjadi malaikat, yang menjadi kekasih langit. Dan baru kusadari, malaikat tak mampu merengkuh langit. Karna malaikat tak sehebat Tuhan. Ku lihat...