Akhir pekan yang ditunggu-tunggu telah tiba, hari dimana Sakura meninggalkan rumah Sasuke. Seperti yang Utakata janjikan, pria itu benar-benar membantu Sakura untuk mendapatkan apartemen yang berada di samping apartemennya. Sakura juga sudah sempat mengecek tempatnya dan itu sangat bagus walaupun sewanya cukup mahal karena termasuk apartemen dikawasan elit dengan tingkat keamanan yang tinggi. Bagi Sakura, harga sewa bukanlah masalah karena selama menjadi sekretaris Sasuke ia menabung cukup banyak, terlebih lagi gaji sebagai sekretaris Sasuke sangatlah besar, cukup untuk memenuhi gaya hidup yang terbilang mewah.
"Hei, kemana kau mau pergi?" tanya Sasuke menyuarakan rasa penasarannya, melihat Sakura bersama kardus-kardusnya yang tidak begitu banyak, ada juga supir taksi yang sibuk memindahkan kardus-kardus itu ke dalam bagasi mobilnya. Sasuke sendiri baru saja selesai joging hingga peluh mengucur dari pelipisnya tak ayal membuat ia harus menyekanya menggunakan handuk kecil yang tergantung di lehernya.
"Tentu saja pindah, bukankah Anda bilang saya bisa pindah jika sudah mendapatkan tempat tinggal? Jadi, karena sudah mendapatkan saya akan pindah," jawab Sakura dengan sedikit sombong, berkacak pinggang namun aksinya itu jelas membuat Sasuke tidak senang.
"Tid-" Tin tin tin. Belum sempat rasanya Sasuke melarang wanita merah muda itu pergi, suara klakson sudah terdengar membuat ia berdecak kesal, begitu tak senang karena kegiatannya diganggu. Dengan wajah tak bersahabat Sasuke akhirnya menolehkan kepalanya, mendapati sahabat kuningnya yang tak lain adalah Uzumaki Naruto baru saja keluar dari mobilnya.
"Oh, ada Sekretaris Haruno juga," ucap pria Uzumaki itu yang jelas-jelas menunjukkan keterkejutannya namun sikapnya begitu ramah, segera melemparkan senyuman hangat pada wanita merah muda itu.
"Selamat pagi Tuan Uzumaki," ucap Sakura sembari membungkukkan setengah tubuh, bersikap amat sopan kepada pria yang memiliki begitu banyak usaha di bidang kuliner itu.
"Ah Sekretaris Haruno sangat sopan, aku jadi sungkan. Santai saja, santai saja," ucap Naruto malu-malu karena tak biasa dengan sikap sopan yang seperti itu, ia juga tampak sedikit canggung sampai-sampai menggaruk bagian belakang kepalanya yang jelas-jelas tidak gatal sama sekali.
Bola mata sapphire pria Uzumaki itu lantas bergulir, melihat kardus terakhir yang dibawa oleh supir taksi untuk masuk ke dalam bagasi sampai ia mengulirkan bola matanya kembali, menatap Sasuke dengan rasa penasarannya. "Kau mau pindah Teme?"
"Saya permisi Tuan Uzumaki dan Tuan Uchiha," ucap Sakura sedikit tiba-tiba, membungkukkan setengah tubuhnya kembali sebelum ia pergi meninggalkan tempat itu, meninggalkan Naruto yang menunjuk taksi itu dengan ekspresi bingungnya.
Naruto menolehkan kepalanya, kembali menatap Sasuke dengan ekspresi bingungnya. "Kenapa Sekretaris Haruno yang pindah?"
"Hn," sahut Sasuke jengkel dan segera berbalik, memasuki rumahnya membuat Naruto menyusulnya tanpa lupa memberikan kunci mobilnya pada Sai yang ada di sana untuk membantunya memindahkan mobilnya ke basemen.
"Hei, kenapa Sekretaris Haruno pindah dari rumahmu? Kalian tidak serumah kan?" tanya Naruto menyuara rasa penasaran yang menggebu-gebu namun Sasuke tak menggapainya.
Sasuke sibuk mengambil segelas air lalu meminumnya hingga tandas. Pria itu lantas berjalan menuju sofa di ruang tengah lantai dua lalu mendudukinya. Semua aksinya itu pun tak luput dari Naruto yang secara aktif mengikutinya sampai ia mendudukkan diri di sisi pria Uchiha itu, menyodorkan wajah penasarannya yang membuat Sasuke mendorongnya menggunakan telapak tangannya karena terlalu dekat.
"Enyahlah Dobe!!" ucap Sasuke sedikit kasar, mendorong wajah Naruto sekuat tenaga sampai pria itu terjungkal ke belakang dan malah berakhir koprol.
"Ada apa denganmu, menyebalkan sekali. Menyembunyikan sebuah rahasia dari sahabat itu tidak baik, berbagilah kepadaku karena aku satu-satunya sahabatmu," ucap Naruto kesal sendiri, mendorong paha Sasuke menggunakan jari-jari kakinya yang membuat ia mendapati pelototan Sasuke.
"Diamlah, kenapa kemari?" ucap Sasuke dengan ketus, berusaha mengganti topik pembicaraan namun pikirannya sibuk memikirkan kemana perginya Sakura, ia merasa tak tenang karena wanita itu meninggalkan rumahnya beberapa hari setelah bertemu pria cokelat di Coffee Shop hari itu.
"Ya, aku hanya mau bertanya tentang perayaan hari ulang tahunmu, ibuku bilang bagaimana jika makanannya ia yang menyiapkannya. Ah, haruskah aku mendiskusikan hal itu dengan Sekretaris Haruno? Apakah ia sudah memesan gedung?" ucap Naruto sembari meletakkan jari telunjuknya di dagunya, baru terpikirkan.
Lima menit pun berlalu namun Sasuke tak kunjung bersuara membuat Naruto menegakkan kepalanya, menatap pria Uchiha di hadapannya dengan alis yang berkedut. "Sialan, dia tidak mendengarkanku."
"Woi Uchiha Sasuke!!" teriak Naruto tepat di telinga Sasuke, sukses besar untuk membuat pria itu terperanjat kaget namun ia berakhir digampar oleh Sasuke karena tidak sengaja.
"Huahhh.... Teme, ini sakit," rengek Naruto sembari menyentuh pipi kanannya yang memerah, mencetak jelas tangan Sasuke yang menamparnya.
"Kenapa juga kau berteriak dasar Dobe," ucap Sasuke tidak senang, menyentuh telinganya yang masih berdenging sakit karena teriakan sahabat bodohnya itu.
"Pikiranmu itu sendiri kemana? Tidak lihat sahabatmu sebesar ini di sini dan sedang bicara denganmu?" ucap Naruto merajuk, melipat tangannya di depan dada dan Sasuke hanya bisa memutar bola matanya bosan sampai ia teringat sesuatu.
"Dobe, berhentilah mengejar wanita Hyuga itu," ucap Sasuke memperingatkan saat ia teringat akan hal yang amat penting untuk ia bicarakan dengan sahabat kuningnya itu.
Naruto mengerutkan keningnya. "Memangnya kenapa?"
"Pokoknya jangan," ucap Sasuke sekali lagi memperingati, menunjuk wajah bodoh Naruto menggunakan jari telunjuknya. Pria Uchiha itu jelas tak ingin dibantah namun juga tak ingin memberitahu alasannya.
Naruto mendengus tidak senang sembari membulatkan bibirnya. "Oh."
Di sisi lain, Sakura baru saja selesai pindahan. Lebih tepatnya memindahkan kardus-kardus yang ia bawa, belum sempat menatanya namun ia sudah cukup puas. Setidaknya Sakura amat merasa beruntung karena kemunculan Naruto jadi ia tak perlu berdebat dengan Sasuke.
"Kau terlihat sangat puas," ucap Utakata yang datang sembari meletakkan segelas air di atas meja, tepat di hadapan Sakura yang segera meneguknya.
"Tentu saja, tempatnya sangat bagus. Terima kasih banyak Senior," ucap Sakura saat ia selesai minum, meletakkan kembali gelasnya di atas meja sementara Utakata mendudukkan dirinya di hadapan wanita merah muda itu bersama gelas dalam genggaman tangannya.
"Iya, sama-sama. Tapi, omong-omong apa kau tidak merasa rugi jika hanya mengambil enam bulan?" tanya Utakata menaikkan satu alisnya, mulai meminum minuman di gelasnya disaat matanya tak teralihkan, masih menatap Sakura yang tersenyum kecil.
Sakura menggelengkan kepalanya. "Tentu tidak, aku tak akan lama di sini. Enam bulan lagi aku berencana pindah."
"Kemana? Kenapa?" tanya Utakata penasaran.
"Rahasia," ucap Sakura meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, tak ingin memberitahu rencana pindahnya ke Los Angeles yang masih belum berubah. Setidaknya Sakura akan pindah setelah kontraknya berakhir, rencana kepergiannya hanya mengalami kemunduran sedikit walaupun Sakura tidak tahu hal apa yang akan terjadi selama enam bulan itu, mungkinkah perasaannya akan lebih sakit lagi? Bagaimana jika dalam waktu enam bulan ini ia justru melihat Sasuke dan Hinata menikah? Itu terdengar gila namun juga pasti akan menjadi kenangan yang sangat menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fuzzy Butterfly
FanfictionWanita cantik berbahaya yang dibalut pesona, gambaran yang cocok untuk mendeskripsikan Sakura. Sayangnya karena sebuah kesalahpahaman, Sakura mengira jika dirinya di mata Sasuke, tidak lebih berharga dibandingkan Hinata. Saat perasaan lelah mencinta...