Dalam pesawat menuju Los Angeles, Sasuke duduk dengan tenang di kursi jendela. Suara mesin pesawat dan gemuruh perjalanan yang teratur mengisi ruang di sekitarnya. Matanya menatap ke luar jendela, tetapi pikirannya melayang ke tempat yang jauh, ke dalam kegelapan yang tak terlihat.
Ketika seorang pramugari melayani minumannya, Sasuke menyambutnya dengan senyum singkat yang khas. Pramugari itu, dengan senyuman ramahnya, menyapa Sasuke dengan ramah. "Pagi, Tuan. Apa yang bisa saya bantu untuk Anda?"
"Pagi," jawab Sasuke datar dan tenang. "Tidak ada."
Pramugari itu mengangguk, tetapi tidak terpengaruh oleh sikap dingin Sasuke. Dia tetap berusaha ramah dalam interaksi mereka. "Anda melakukan perjalanan sendirian?"
Sasuke mengangguk sekali lagi, menjawab dengan singkat, "Ya, saya pergi untuk menghadiri acara di Los Angeles."
Pramugari itu tersenyum, mencoba mencairkan suasana. "Los Angeles adalah kota yang menakjubkan. Saya harap Anda menikmati perjalanan Anda."
Sasuke hanya mengangguk sebagai tanggapan, tidak menambahkan apa pun. Pramugari itu mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan percakapan, menyadari bahwa Sasuke lebih memilih kesendirian. Meskipun begitu, dia tetap tersenyum dan melayani dengan ramah, sebelum akhirnya meninggalkan Sasuke untuk merenung sendiri di dalam keheningan pesawat.
Selama perjalanan, Sasuke merasa sepi dan hampa, meskipun dikelilingi oleh penumpang lainnya. Pikirannya terus melayang ke Sakura, kehangatan pelukan mereka, dan senyumnya yang lembut. Dia merindukan kehadirannya, merindukan kebersamaan yang mereka bagi bersama-sama.
Dalam keheningan pesawat yang terputus, Sasuke berharap bahwa mungkin, hanya mungkin, dia akan menemukan kembali Sakura di Los Angeles. Harapan itu menjadi satu-satunya cahaya di dalam gelapnya hatinya, satu-satunya hal yang membuatnya bertahan dalam kesendirian dan kekosongan yang terus-menerus menghantui pikirannya.
Setelah tiba di Los Angeles, Sasuke menuju ke sebuah hotel ternama yang sudah dipesan oleh Karin atas nama dirinya sebelumnya. Dengan langkah mantap, dia masuk ke dalam lobby yang megah dan modern, merasakan aroma harum bunga dan musik yang lembut mengalun di udara. Setelah proses check-in yang cepat, Sasuke naik ke kamar yang nyaman dan elegan yang sudah disiapkan untuknya.
Setelah meletakkan barang bawaannya, Sasuke merasa perlu untuk berkeliling sejenak. Dia ingin mengeksplorasi kota yang belum pernah dia kunjungi sebelumnya. Dia melangkah keluar dari hotel menuju ke sebuah taman kota yang terkenal. Taman itu begitu indah dengan pepohonan rindang yang menjulang tinggi dan berbagai macam bunga yang berwarna-warni. Sasuke berjalan pelan di sepanjang setapak yang teratur, merasakan angin sepoi-sepoi yang menyentuh wajahnya dan aroma segar yang mengisi udara.
Di sekitarnya, dia melihat orang-orang menikmati waktu mereka dengan berbagai aktivitas mulai dari berjalan-jalan, berolahraga, atau sekadar duduk santai di bawah naungan pohon. Suasana yang tenang dan damai di taman itu membuat Sasuke merasa sedikit lebih rileks, meskipun kehampaan di dalam hatinya masih terasa.
Dia melanjutkan perjalanannya, mengikuti setapak yang membawanya lebih dalam ke dalam taman. Warna-warni bunga dan hijaunya pepohonan memberinya sedikit kelegaan dari pikiran-pikiran yang berkeliaran di dalam benaknya. Sasuke membiarkan dirinya terhanyut dalam keindahan alam, sementara keinginannya untuk menemukan Sakura terus membara di dalam hatinya.
Sebuah bola menggelinding ke arahnya dan baru berhenti tepat setelah menyentuh ujung sneaker putih yang ia kenakan. Kepala Sasuke tertunduk, menatap bola itu hingga ia mendengar suara langkah kaki kecil yang berlarian ke arahnya. Sasuke bisa langsung menebak jika itu adalah bocah pemilik bola itu hingga Sasuke mengambil bola itu dan menegakkan kepalanya.
Onyx hitam kelam Sasuke pun bertemu dengan onyx hitam kelam anak laki-laki itu, seorang anak laki-laki dengan rambut merah yang tak lain adalah Ryuu. Bocah laki-laki itu tersenyum dengan ramah. "Sorry Uncle, I didn't mean to. Can you give me my ball back??"
Suara anak laki-laki itu terdengar ramah dan hati Sasuke seolah bergetar mendengar keramahannya itu. Tanpa sadar sudut bibir Sasuke melengkung dan menciptakan sebuah senyuman kecil. "Here, take it."
"Thank you Uncle!!" ucap Ryuu setengah berteriak, begitu girang ketika dirinya berhasil mengambil bola miliknya dari tangan Sasuke.
Ryuu berbalik, segera pergi dari hadapan Sasuke. Namun Sasuke diam-diam mengamati Ryuu yang berbalik dan segera berlalu dari hadapannya. Matanya seakan enggan untuk melepaskan pandangan dari bocah laki-laki itu. Dia merasa ada sesuatu yang akrab dalam gerakan Ryuu, dalam setiap langkah yang diambilnya.
Tiba-tiba, mata onyx hitam kelam Sasuke terbelalak, terkejut melihat Ryuu yang berjalan menuju seorang wanita dengan helaian merah muda yang ia kenal dengan baik. Wanita itu, adalah Sakura. Dalam sekejap, hati Sasuke berdebar keras di dadanya, memenuhi tubuhnya dengan rasa panas yang tak terkendali. Dia terpesona oleh kecantikan Sakura yang masih sama seperti dulu, meskipun waktu telah berlalu. Sorot matanya yang lembut, senyumnya yang menawan, semua itu membuat Sasuke terdiam dalam kekaguman yang tak terungkapkan.
Meski Sakura tidak memperhatikannya, Sasuke tetap diam di tempatnya, hatinya berdebar hebat. Dia menyadari betapa rindunya dia pada Sakura, betapa pentingnya wanita itu dalam hidupnya. Meskipun hanya sebentar, momen itu membawa kedamaian dan kehangatan ke dalam hati Sasuke, memberinya harapan akan masa depan yang mungkin masih tersedia untuk mereka berdua.
"Sak-" Sasuke hendak memanggil nama wanita itu namun suaranya kembali tertahan, tercekat dalam tenggorokannya sendiri saat ia menyaksikan pria lain menghampiri Sakura dan Ryuu.
Gaara, pria yang terasa begitu asing bagi Sasuke, tersenyum sambil mengelus kepala merah Ryuu dengan penuh kasih sayang. Sakura, dengan senyumnya yang hangat dan tawanya yang riang, turut mengikuti momen kebahagiaan itu. Mereka berdua terlihat begitu bersatu, seperti sebuah keluarga yang penuh cinta dan kebahagiaan. Namun, bagi Sasuke, melihat mereka bersama hanya menyulut api kecemburuan dan kepedihan di dalam hatinya.
Seketika, pikiran Sasuke diramaikan oleh spekulasi yang tak terhitung jumlahnya, dan dadanya terasa sesak oleh rasa kecemasan yang tak terkendali. Pikiran tentang kemungkinan Sakura meninggalkannya untuk Gaara menghantamnya dengan pukulan yang tajam. Rasa sakit dan kehampaan merajalela di dalam hatinya, membuatnya merasa hancur dan tak berdaya.
Dalam kehampaan yang melanda, Sasuke merasakan keputusasaan yang mendalam. Ia mencengkram dadanya, mencoba menahan gelombang emosi yang membanjiri pikirannya. Setiap detiknya terasa seperti siksaan yang tak berujung, mengingatkannya akan kehilangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Baginya, melihat Sakura bahagia di samping Gaara adalah pukulan telak yang membuatnya merasa terpinggirkan dan terlupakan.
Dengan langkah berat, Sasuke berusaha menjauh dari mereka, mencoba meredam api kecemburuan yang terus membara di dalam hatinya. Namun, bayangan Sakura dan kebahagiaannya dengan Gaara terus menghantuinya, meninggalkan jejak luka yang dalam di dalam hatinya. Baginya, saat itu adalah momen pahit yang mengingatkannya akan penderitaan yang tak terbayangkan yang akan ia hadapi di masa depan.
"Tidak, dia milikku," gumam Sasuke yang segera menegakkan kepalanya, bersiap untuk menarik Sakura dari sana namun mereka semua sudah menghilang, tak lagi ada di sana dan menyisakan Sasuke seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fuzzy Butterfly
FanfictionWanita cantik berbahaya yang dibalut pesona, gambaran yang cocok untuk mendeskripsikan Sakura. Sayangnya karena sebuah kesalahpahaman, Sakura mengira jika dirinya di mata Sasuke, tidak lebih berharga dibandingkan Hinata. Saat perasaan lelah mencinta...