Chapter 32 : Rudeness That Hurts Feelings

1.2K 125 8
                                    

Dengan detak jantung yang cepat, Sakura menatap pintu kamar hotel Sasuke di depannya. Di tangannya, ia merasa berat memegang kartu akses kamar hotel yang diberikan oleh resepsionis. Perasaan campur aduk memenuhi dirinya. Dia tidak yakin apakah keputusannya untuk datang ke sini adalah yang tepat. Apakah ini akan membawa kejelasan atau malah lebih banyak kekacauan? Tapi dia tahu bahwa dia harus menghadapi Sasuke, menyelesaikan apa yang perlu diselesaikan agar mereka bisa melangkah maju.

Dengan napas yang berat, Sakura memasukkan kartu akses ke dalam slot di pintu dan pintu kamar terbuka dengan gemerincing pelan. Dia melangkah masuk, hatinya berdegup kencang, siap untuk menghadapi apa pun yang mungkin terjadi. Dengan langkah yang hati-hati Sakura memasuki ruangan itu hingga pintu itu tertutup kembali.

Saat Sakura memasuki kamar hotel Sasuke, suasana kamar terasa redup. Cahaya lampu yang lembut memancar dari lampu tidur di samping tempat tidur besar di tengah kamar, memberikan sentuhan hangat pada ruangan yang sepi. Bayangan-bayangan bermain-main di dinding, menciptakan suasana misterius di sekitar mereka. Udara terasa tegang, seolah-olah ruangan itu sendiri menahan napas menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Di tengah-tengah ruangan, Sakura melihat Sasuke berdiri di dekat jendela dengan punggungnya menghadap kepadanya. Siluetnya terlihat gelap di balik cahaya temaram, menambah kesan misterius dalam pertemuan mereka yang sudah lama dinanti. Suara langkah Sakura yang lembut terdengar bergema di ruangan yang sunyi, memecah keheningan yang menggantung di udara. Dalam kegelapan yang redup, mereka berdua berdiri, siap menghadapi masa lalu yang terpendam dan masa depan yang tidak pasti.

"Tuan Uchiha," panggil Sakura pelan. Suara Sakura terdengar di dalam keheningan kamar, menciptakan getaran yang tegang di udara. Meskipun suaranya pelan, tapi penuh dengan keberanian yang tidak terbantahkan. Dia memanggil Sasuke dengan panggilan formal, mencoba menahan berbagai emosi yang memenuhi dirinya.

Dengan gerakan yang lambat namun pasti, Sasuke memutar tubuhnya, menghadap langsung kepada Sakura. Bola matanya bersinar dengan intensitas yang sulit untuk diabaikan, mencerminkan berbagai emosi yang merayap di dalamnya. Tatapannya menembus kedalaman bola mata emerald hijau Sakura, mengeksplorasi lapisan-lapisan perasaan yang tersembunyi di dalamnya.

Tangan Sasuke tak lama itu bergerak, mencengkram kedua pipi Sakura menggunakan tangannya. "Enam tahun, waktu yang lama bagiku untuk mencarimu."

"Jangan berbicara hal yang konyol, untuk apa Anda mencari saya?" ucap Sakura yang segera melepaskan diri dari cengkraman Sasuke, memalingkan wajahnya yang enggan bertatapan lebih lama lagi dengan pria itu.

"Untuk apa?" tanya Sasuke hampir ingin tertawa tak percaya mendengarnya. "Tentu saja karena kau milikku Sekretaris Haruno!"

"Atas dasar apa saya menjadi milik Anda?!" ucap Sakura yang tiba-tiba berteriak penuh emosi, memecahkan keheningan di dalam kamar hotel itu. Bola mata emeraldnya itu pun berkilat, penuh emosi dan amarah.

"Anda!" ucap Sakura menunjuk dada Sasuke menggunakan jari telunjuknya. "Jelas-jelas memiliki Hinata di hati Anda tapi Anda menginginkan saya. Jangan konyol Tuan, saya bukan pelacur Anda!"

"Siapa yang kau sebut pelacur?!" balas Sasuke ikut meninggikan suaranya, marah karena Sakura menganggap dirinya sendiri serendah seorang pelacur disaat Sasuke bahkan tak pernah berpikir hal hina seperti itu.

Sakura terdiam sejenak, perasaannya bergejolak dan secara perlahan bola mata indahnya itu berkaca-kaca. Sakura perlahan menggelengkan kepalanya. "Sudahlah, katakan saja apa yang ingin Anda katakan, Tuan."

"Sebegitu enggannya kau berada di sisiku? Sebegitu buru-burunya kau? Apakah seburuk itu menghirup udara yang sama denganku?" ucap Sasuke penuh amarah, tatapannya menajam, menatap Sakura yang menundukkan kepalanya.

"Tolong katakan saja apa yang ingin Anda katakan, saya harus segera pulang," desak Sakura dengan nada yang lebih tegas, meskipun kebingungannya masih tergambar jelas di wajahnya.

Sasuke mendengus tak percaya sekaligus dipenuhi amarah. "Kenapa? Kau ingin segera berlari ke pelukan pria itu? Karena kau tak ingin ia khawatir kau belum pulang juga?"

"Jangan merasa dirimu tahu segalanya!!" teriak Sakura dengan  perasaan amarahnya yang meradang, mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah Sasuke dengan tatapan penuh kebencian, suaranya penuh dengan keteguhan dan kekesalan yang mendalam. Jari telunjuknya secara refleks menunjuk ke arah wajah Sasuke yang terus menatapnya dengan sikap arogan yang membuatnya semakin marah.

Sasuke merasa semakin tersulut oleh sikap berontak Sakura. Dalam momen kegelisahan yang mendalam, dia merasa dorongan kuat untuk menunjukkan dominasinya, mengabaikan perasaan sakit dan kehilangan yang membebani hatinya. Tanpa ragu, dia meraih wajah Sakura dengan kasar, menariknya lebih dekat, dan mencoba menciptakan momen yang menggelora. Ciumannya penuh dengan kekerasan yang menyiratkan rasa frustrasinya yang tak terungkap.

Namun, reaksi Sakura tak terduga mematahkan kekerasan tersebut. Dengan gesit, dia menghentikan Sasuke dengan tamparan yang keras, memutuskan ciuman kasarnya. Sasuke merasa kebingungan dan tak percaya, merasakan pipinya yang memerah karena tamparan tadi. Tatapan Sakura, penuh dengan kebencian dan kemarahan, membuatnya merasa tersentak.

Bukannya merasa menyesal Sasuke justru semakin marah. Dalam pikirannya ia berpikir jika Sakura merasa jijik disentuh olehnya, lebih memilih disentuh oleh suami sialannya. Dengan pemikiran itu Sasuke tak bisa menahan dirinya untuk berperilaku kasar, menyeret Sakura ke kasur dan memasangkan borgol di tangannya yang terhubung dengan kepala rancang alhasil Sakura tidak bisa kabur.

"Tidak, apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!! Lepaskan aku!!" teriak Sakura yang mulai merasa takut, berusaha berontak tanpa peduli pada borgol di tangannya yang justru membuat tangannya perlahan-lahan terluka dan berdarah.

"Uchiha sialan lepaskan aku!!" teriak Sakura memaki, melupakan semua sikap sopannya kepada pria itu.

Sasuke dengan pandangan marahnya, cengkraman pipi Sakura menggunakan tangannya. Sakura mulai merasa kesakitan, tindakan Sasuke benar-benar menyakitinya dan saat bola mata hijau itu kembali berkaca-kaca membuat Sasuke segera memalingkan wajahnya dan menjauh.

"Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku? Lepaskan aku, lepaskan aku....," ucap Sakura yang secara perlahan mulai memohon dan menangis, hatinya terasa begitu sakit atas semua perlakuan pria itu terhadap dirinya.

Sasuke, dengan suara pelan namun tegas, mencoba menenangkan Sakura yang terus menangis. Namun, ketika tangisannya tak juga reda, Sasuke yang kesal mengangkat suaranya menjadi teriakan.

"Jangan menangis!!" teriaknya, mencoba untuk memaksa Sakura agar menghentikan tangisannya yang tidak kunjung berhenti. Sasuke merasa tertekan melihat Sakura dalam keadaan seperti itu, dan rasa bersalahnya semakin memuncak.

Dengan sesenggukan, Sakura akhirnya menghentikan tangisannya. Wajahnya penuh dengan ekspresi takut dan kecemasan yang sulit untuk ditutupi. Dia merasa terjebak dalam situasi yang begitu rumit, tidak tahu harus berbuat apa lagi di tengah pergulatan perasaannya yang bertentangan.

Sasuke, dengan gerakan perlahan dan pasti, melepaskan pakaian atasnya dengan ekspresi yang menentukan. Langkah-langkahnya terarah, langka demi langkah menuju ke arah Sakura di atas kasur. Dengan tangan yang gemetar, dia menarik Sakura lebih dekat ke arahnya, menciumnya dengan kasar dan meminta lebih banyak lagi darinya. Ciuman itu begitu mendesak, memunculkan gelombang emosi yang sulit dipahami.

Namun, di tengah keintensitasan momen itu, Sakura merasa sesak. Antara kasih dan kebencian, keinginan dan ketakutan, air matanya menetes tanpa ampun. Setiap sentuhan, setiap ciuman, memperdalam konflik yang melanda hatinya. Tapi dia tidak bisa menolak kehadiran Sasuke, bahkan ketika itu membawa rasa sakit yang tak tertahankan.

The Fuzzy ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang