Chapter 19 : Such Complicated Thoughts

1.4K 163 12
                                    

Seumur hidupnya Sakura yakin ia hidup dengan keyakinannya. Namun untuk kali ini ia tak begitu yakin dengan apa yang tengah ia lakukan seperti orang bodoh. Benar, pada kenyataannya rasa cintanya pada Sasuke membuatnya bodoh. Seharusnya sejak awal Sakura tidak kembali dan berharap. Hubungan yang terjalin diantara dirinya dan Sasuke sampai sejauh ini juga tidak jelas.

Sepasang kekasih? Atau justru hanya sebatas partner baik dalam pekerjaan maupun di atas kasur? Kenyataan itu benar-benar menyakitkan tapi Sakura merasa dirinya yang paling tahu jika ia tidak berharga, tidak lebih daripada pemuas bagi Sasuke dan ia membenci hal itu. Seharusnya ia tidak kembali, tidak terbuai dengan kekukuhan pria itu mencarinya.

"Enam bulan," gumam Sakura dengan senyuman konyolnya. Perjanjian itu, hanya enam bulan tapi sebenarnya Sakura mengharapkan lebih.

Pemikiran yang konyol jika Sakura benar-benar yakin dan ingin menatap selama enam bulan saja. Kenyataannya Sakura ingin lebih lama, ia juga punya pemikiran jika mungkin saja perasaan Sasuke akan tumbuh untuknya selama waktu itu namun lihat apa yang sekarang terjadi. Sasuke dijodohkan, ia akan segera menikah dengan Hinata sementara ia akan hilang dalam ingatan pria itu begitu saja seperti benar-benar tidak ada. Lalu, Mikoto juga secara tegas mengancamnya.

Pemikiran yang rumit dan panjang. Sakura menghembuskan nafasnya kasar, menatap segelas alkohol di hadapannya lalu menegaknya perlahan sampai sebuah tepukan pelan di bahunya terasa, berakhir membuat ia menolehkan kepalanya.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Seorang Sekretaris Haruno yang luar biasa hebat tiba-tiba menghubungi untuk ditemani minum," ucap Karin yang segera menarik tangannya dari bahu Sakura, memilih untuk duduk di sisi wanita merah muda itu.

Sakura tersenyum sungkan. "Maaf menghubungimu, aku hanya tidak punya teman minum dan pikiranku sedikit kalut, Karin."

"Bukannya tidak punya teman minum, kau benar-benar tidak punya teman selain aku. Begitulah, menurutku kau terlalu sibuk bekerja sampai lupa bersosialisasi," ucap Karin sedikit santai, ia tak terlalu suka bersikap formal di luar jam kerja dan lagi hubungannya dengan Sakura bisa dibilang cukup akrab.

"Jadi, ada apa?" tanya Karin menatapnya penasaran.

Untuk waktu yang lama Sakura terdiam, menatap gelas alkoholnya lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, bukan apa-apa. Pikiranku hanya sedikit rumit."

"Kalau kau tidak mau bicara tidak apa-apa, kita bisa duduk di sini sepanjang malam tapi tentunya aku akan minum sangat banyak. Karena kau yang mengajak jadi kau yang bayar," ucap Karin dengan sedikit acuh, mulai memesan minuman.

"Sebenarnya pikiranku sedang kalut karena masalah seorang teman," ucap Sakura pada akhirnya, menatap Karin dengan serius bersama matanya yang sudah memerah.

Karin menatap Sakura sedikit lama, ia tahu wanita itu tengah berbohong dan ia memang pembohong yang buruk. Beberapa saat yang lalu mereka membahas tentangnya yang tak punya teman lalu sekarang malah tiba-tiba membahas masalah seorang teman. Siapapun mungkin bisa menyimpulkan jika itu bukan masalah teman melainkan masalahnya sendiri. Mungkin Sakura terlalu malu untuk berterus terang dan Karin memaklumi itu, ia menganggukkan kepalanya. "Oke, tentu. Mari kita bahas masalah temanmu ini."

"Dia...., menyukai seseorang," ucap Sakura ragu-ragu. " Dan ia jelas tahu jika orang ini tidak suka dengannya. Orang yang ia sukai ini menyukai orang lain tapi temanku ini sedikit gila, dia melakukan seks dengan orang yang ia sukai itu lalu orang yang ia sukai itu akan menikah dengan orang yang temanku ini sukai."

"Oke tahan, tunggu sebentar. Bahasamu membuat aku sakit kepala. Mari sebut temanmu ini A, orang disukai temanmu B, lalu orang yang disukai oleh orang yang temanmu sukai itu C," ucap Karin berusaha mempersingkat penjelasan rumit Sakura yang membuat ia mendengarnya saja sakit kepala.

"Ya, oke. Pada intinya B dan C akan menikah tapi A tidak tahu harus berbuat apa. Maksudku A dan B melakukan seks dan A merasa hubungan mereka cukup dekat. Lalu ibunya B tiba-tiba muncul dan menyuruh A meninggalkan B agar B dan C bisa menikah dan hidup bahagia. Bagaimana menurutmu?" tanya Sakura pada akhirnya, menatap Karin tanpa berkedip.

Karin berdehem pelan. "Bukankah jawabannya sudah jelas? A harus meninggalkan B. B dan C itu saling mencintai bukan? Ya apapun itu, A dan B mungkin melakukan seks tapi kenapa? Maksudku A tidak harus bertahan di sana dan menjadi gila karena situasi itu bukan? Terlebih Ibu B tidak menyukai A. Percayalah seorang wanita tidak bisa bertarung dengan ibu dari prianya karena sampai kapan seorang pria akan selalu menjadi anak dari seorang ibu."

"Haaaa....., sialan," maki Sakura pada akhirnya setelah menghembuskan nafasnya kasar, menjatuhkan kepalanya di atas meja bar disaat Karin tersenyum kecut melihatnya, merasa khawatir.

Setelah minum-minum selama kurang lebih satu jam,  Sakura dan Karin akhirnya berpisah. Sakura pulang menggunakan taksinya, ia sedikit mabuk namun masih punya kesadaran penuh sampai ia turun dari taksi di pinggir jalan. Menuju apartemennya, wanita itu berjalan kaki namun ia merasa seseorang mengikutinya.

Rasa tidak aman membuat Sakura mempercepat langkah kakinya. Dari kejauhan ia melihat petugas keamanan dan buru-buru menghampirinya membuat para petugas keamanan itu kebingungan.

"Selamat malam Nona, ada yang bisa kami bantu?" tanya salah seorang petugas keamanan itu, menatap Sakura yang tampak ketakutan, menolehkan kepalanya ke belakang dan menyadari sebuah siluet hitam menghilang.

"Nona?" panggil petugas keamanan itu sekali lagi.

Sakura menolehkan kepalanya, menatap para petugas keamanan itu lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, terima kasih. Selamat malam."

Usai dengan kalimatnya, Sakura buru-buru masuk ke dalam gedung apartemennya. Tak butuh waktu lama hingga Sakura tiba di apartemennya, menutup pintu rapat-rapat dengan jantung yang berdebar was-was. Sakura yakin sekali, ada seseorang yang mengikutinya dan mungkin saja itu adalah orang yang Mikoto perintahkan untuk membunuhnya.

"Tidak-tidak." Sakura menggelengkan kepalanya berulang kali, tubuhnya gemetaran, cukup untuk menunjukkan betapa takutnya ia sekarang.

"Aku harus pergi, harus pergi," ucap Sakura pada akhirnya, sedikit terbata-bata namun ia bergerak cepat, mengambil kopernya secara terburu-buru bersama pakaiannya.

Dengan tubuh yang gemetaran ketakutan, Sakura memasukkan pakaiannya ke dalam koper asal-asalan. Perasaannya begitu gelisah, ia merasa tidak aman sampai semua hal yang ia lakukan kacau balau. Sakura merasa frustrasi, ia berteriak, berusaha menumpahkan perasaannya yang terasa aneh namun meskipun ia merasakan semua perasaan buruk, tubuhnya tak berhenti bergerak, mengambil barang dan menumpuknya di atas koper.

"Tiket tiket tiket," ucapnya berulang kali, berusaha mencari tiket penerbangan melalui aplikasi di ponselnya dengan perasaan yang amat cemas, seolah dirinya akan mati jika tidak mendapatkan tiket penerbangan paling pagi besok.

The Fuzzy ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang