Chapter 31 : Problems in the Household Appear

907 107 7
                                    

Suasana pagi yang segar dan tenang merayakan kedekatan keluarga, setelah malam yang penuh gejolak emosi. Hari ini, akhir pekan, memberi Gaara, Sakura dan Ryuu kesempatan untuk bersama-sama, menikmati momen tanpa hambatan rutinitas sehari-hari.

Di halaman belakang rumah mereka, Sakura, Gaara, dan Ryuu menghabiskan waktu bersama. Ryuu, dengan kegembiraannya yang menggelitik, mengejar bayangan-bayangan yang muncul di rerumputan saat ia bermain sepeda. Tawa riangnya memenuhi udara, mengisyaratkan kebahagiaan yang tulus dari seorang anak yang tak terbebani oleh dunia.

Sementara itu, Sakura dan Gaara duduk di teras, menyaksikan dengan penuh kasih aksi-aksi kecil Ryuu. Mereka merasakan kehangatan dan kedamaian yang terpancar dari momen kebersamaan ini. Di antara cahaya matahari yang lembut, mereka merasakan ikatan keluarga yang kuat, dan rasa syukur atas kehadiran satu sama lain. Namun suasana itu perlahan memudar tepat setelah bola mata indah Gaara menatap wajah cantik Sakura dari samping.

"Apakah kau tidak akan mengatakannya?" Pertanyaan Gaara membuat Sakura terdiam dan terkejut, perlahan mendorong ia menatap wajah suaminya itu dengan isyarat penuh tanya yang terlukiskan di wajahnya.

"Uchiha Sasuke.... pria itu, ayah kandung Ryuu?" ucap Gaara pelan yang entah hal itu merupakan sebuah pertanyaan atau justru penyataan. Sementara Sakura bisa merasakan otot-otot tubuhnya seketika menegang.

"Gaara.... bagaimana kau..." Sakura menggantungkan kalimatnya seolah tak sanggup bertanya lebih mengapa pria itu bisa mencapai kesimpulan itu.

"Aku menebaknya dari perkataan Nona Hyuga. Kau dulu sekretaris pria itu dan kau juga pernah mengatakan jika ayah dari bayimu adalah seseorang yang berkuasa. Terlebih atmosfer diantara kalian terasa berbeda, siapapun bisa menebaknya," ucap Gaara yang menyampaikan kesimpulannya begitu saja, kesimpulan yang ia rangkai dengan kalimat-kalimat penuh tipuan. Karena pada kenyataannya Gaara sudah mengetahui fakta itu bahkan sebelum mereka menikah.

Dilanda perasaan bersalah, Sakura menyentuh lengan Gaara, menatapnya seolah menyakinkan akan sesuatu namun pria merah itu justru menggelengkan kepalanya pelan, perlahan melepaskan tangan Sakura dari pergelangan tangannya. "Sakura, ini terlalu menyakitkan."

"Gaara, dia bagian dari masa lalu," ucap Sakura berusaha menyakinkan karena Sakura tahu ia hidup di masa kini bersama Gaara dan Ryuu. Sakura mungkin mencintai Sasuke hingga detik ini namun pria itu hanyalah bagian dari masa lalu baginya.

"Dia tidak pernah menjadi bagian dari masa lalu Sakura. Enam tahun pernikahan ini, bayangannya selalu ada di pernikahan ini. Jika dia bagian dari masa lalu, kau tak mungkin tak ingin aku sentuh," ucap Gaara dengan suara yang pelan namun penuh dengan rasa sakit yang mendalam. Getaran dalam suaranya mengungkapkan kepedihan yang ia rasakan, menyiratkan betapa rumitnya perasaannya.

"Gaara....," panggil Sakura dengan suara bergetarnya merasakan kata-kata pria itu menusuk ke dalam hatinya, mengungkapkan kehadiran Sasuke yang tak pernah benar-benar hilang dari pikiran dan perasaannya. Meskipun mereka telah menjalani enam tahun pernikahan yang teguh, namun bayangan Sasuke terus menghantuinya, merusak ketenangan yang seharusnya mereka miliki.

"Sudahlah Sakura, aku ingin pergi menjernihkan pikiranku sejenak. Kankuro akan kemari untuk menjemput Ryuu, istirahatlah," ucap Gaara pada akhirnya sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Sakura yang terpuruk dalam rasa bersalah.

Kankuro, adik Gaara, tiba tak lama setelah Gaara pergi meninggalkan rumah untuk menjemput Ryuu. Sakura menyambutnya dengan senyum tipis, tetapi ekspresi kecemasan terpancar jelas di matanya. Mereka duduk bersama di ruang tamu yang tenang, cahaya alami menyelinap masuk melalui jendela yang terbuka, menciptakan suasana yang nyaman namun tegang.

Setelah beberapa percakapan ringan, Kankuro melihat ke arah kakak iparnya dengan penuh perhatian. "Apa ada yang terjadi, Kakak Ipar? Kau terlihat gelisah."

Sakura menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum berkata, "Tidak, tidak ada yang salah. Hanya... sedikit khawatir tentang beberapa hal."

Kankuro mengangguk mengerti, mengizinkan Sakura untuk berbagi beban pikirannya. Setelah mendengarkan penjelasan Sakura, Kankuro mengeluarkan sedikit senyum. "Pertengkaran itu normal dalam sebuah hubungan, Sakura. Tidak perlu terlalu khawatir."

Namun, kehadiran Kankuro membuat Sakura sadar akan fakta yang selama ini diabaikannya: mereka berdua jarang sekali bertengkar, bahkan setelah enam tahun pernikahan. Pikirannya melayang jauh, mencoba mengurai benang-benang pikiran yang rumit.

Saat Kankuro mengusulkan agar Sakura pergi ke salon untuk menyenangkan diri, wajah Sakura merekah sedikit. Meskipun ide itu seharusnya sederhana, namun perasaannya yang rumit membuatnya ragu.

Setelah Kankuro dan Ryuu pergi, Sakura merasa kehausan dan pergi ke dapur untuk minum. Namun, ketika sedang menuangkan air ke dalam gelas, ponselnya berdering dengan panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Dengan ragu, ia mengangkat panggilan tersebut. Suara di seberang sambungan membuat hatinya berdegup lebih kencang, tubuhnya menegang bahkan gelas yang ia pegang hampir saja terjatuh dari genggaman tangannya.

"Sakura," suara Sasuke terdengar tajam di seberang sambungan telepon, memotong keheningan setelah Sakura menjawab panggilannya. "Kau tahu betul bahwa aku bisa menghancurkan hidupmu hanya dengan satu kata."

Sakura menelan ludah, merasakan ketegangan memenuhi udara di sekelilingnya. "Apa yang kau inginkan, Tuan Uchiha?" tanyanya dengan suara yang gemetar.

"Aku membutuhkanmu di hotelku malam ini," ucap Sasuke tanpa ampun. "Kita perlu bicara."

Sakura merasa dunianya hancur. Dia tidak ingin bertemu dengan Sasuke, apalagi di tempat pribadinya seperti hotel. Namun, ancaman Sasuke membuatnya terjebak dalam situasi sulit. Apa pun yang akan dibicarakan Sasuke, Sakura tidak bisa membiarkan rahasia masa lalunya terbongkar, terutama kepada Gaara.

"Dengar, Tuan Uchiha," kata Sakura dengan suara gemetar, mencoba menegaskan posisinya. "Aku akan datang, tapi kita bicarakan di tempat umum. Tidak di hotelmu."

"Tidak ada pilihan, Sakura," potong Sasuke dengan nada yang lebih keras kali ini. "Jika kau tidak datang, aku akan memberi tahu Gaara segalanya."

Sakura terdiam, terkejut dengan keberanian Sasuke untuk mengancamnya seperti itu. Sakura menatap layar ponselnya, merasa kebingungan dan tegang. Dia tahu bahwa pertemuan dengan Sasuke akan membawa lebih banyak ketidakpastian dan potensi bahaya. Namun, dalam hatinya, ada keinginan yang kuat untuk menyelesaikan masalah ini sekali dan untuk semua. Dia merasakan tekanan besar di dadanya, tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya, dengan perasaan terhimpit, ia menyetujui permintaan Sasuke. "Baiklah, aku akan datang."

Tak lama kemudian panggilan itu berakhir, Sakura merasa terdiam sejenak, terjebak dalam keheningan yang menyelimuti ruangan. Matanya menatap layar ponselnya yang kini gelap, memantulkan bayangan wajah Sasuke yang muncul dalam pikirannya.

Dalam kebingungan yang membingungkan, Sakura mulai mempertanyakan keputusannya untuk menghadiri pertemuan ini. Mungkin dia harus mendengarkan naluri hatinya yang memberi peringatan, atau mungkin ini hanya rintangan kecil yang harus dia lewati untuk menyelesaikan masalah yang sudah lama terbengkalai.

The Fuzzy ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang