Chapter 22 : An Empty Life Without You

1.4K 171 10
                                    

Ini menjadi ketidakhadiran terlama Sakura di dalam hidup Sasuke, ia tak mengerti apa salahnya dan semuanya terasa kacau. Saat hari-hari tanpa Sakura terus berganti, Sasuke merasa dirinya menyelami neraka secara perlahan dari hari ke hari. Ini sesak dan menyakitkan, dunia tanpa Sakura pada kenyataannya benar-benar mengerikan. Sasuke tahu, ia merosot masuk ke dalam hal-hal yang tidak benar. Pikiran yang kacau membuat ia mulai menyentuh alkohol secara gila, cukup untuk membuat Naruto sebagai satu-satunya sahabat pria itu khawatir.

Rasanya wajar saja jika Naruto khawatir, siapa yang tak khawatir jika melihat sahabatnya mengurung diri bahkan memecat semua orang yang bekerja di rumahnya. Sasuke hidup dalam kegelapan, berbaring di atas kasur dengan botol alkohol yang berserakan di lantai. Pria itu seolah sudah kehilangan harapannya untuk hidup, menjauh dari semua orang bahkan sudah tidak bekerja sejak minggu kedua Sakura menghilang.

Semua orang sudah berusaha, berusaha membawa Sasuke kembali kepada realitas dunia namun Sasuke seolah seperti orang yang tidak bisa melihat cahaya atau harapan. Satu hal yang benar-benar Sasuke inginkan hanyalah Sakura. Sasuke bukannya tidak berusaha, ia sudah berusaha, melakukan semua hal yang bisa dilakukan.

Secara diam-diam Sasuke menyewa detektif swasta namun akses mengenai keberadaan Sakura seolah selalu dihalang-halangi. Sasuke jelas tahu itu perbuatan ibunya karena itu ia berteriak, memaki ibunya yang sampai saat ini masih dengan gila memaksanya menikah dengan wanita sinting yang tidak ia cintai. Sasuke begitu muak, ia lelah dan ia tahu lelahnya hanya bisa hilang karena Sakura namun ia tak tahu, kemana kupu-kupu mungil itu terbang.

"Sasuke.....," panggil Naruto pelan, menatap pria bermarga Uchiha itu terbaring di atas kasur dengan tatapan kosong menatap langit-langit kamarnya. Pria itu tampak mengenakan kemeja putih yang dipenuhi oleh noda anggur dan Naruto tak perlu mencari tahu lebih dimana keberadaan botol anggur itu karena itu jelas tergeletak belasan botol anggur di sekitar ranjang yang ditiduri oleh sahabat baiknya itu.

"Aku masih memeluknya, ia berada dalam dekapanku malam itu," ucap Sasuke pelan dan sedikit serak. Namun Naruto yang mendengarnya cukup merasa sesak seolah dirinya tahu bagaimana perasaan pria Uchiha itu.

"Sejujurnya aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi sampai kapan kau mau hidup seperti ini?" tanya Naruto berhati-hati, mendudukkan dirinya di tepi ranjang saat bola mata sapphirenya tak melepaskan sorotnya pada pria Uchiha yang berbaring di atas kasur besar itu.

"Apa kau tahu rasanya?" tanya Sasuke pelan namun pertanyaan itu terdengar seperti tengah membayangkan sesuatu dan Naruto yang mendengarnya memilih diam, masih terus menatap pria itu.

"Aku menyesalinya. Aku tidak tahu apa karena itu aku mencoba mencari-cari alasannya," ucap Sasuke memejamkan matanya. "Apakah karena aku terlambat menyadari perasaanku? Atau karena aku tidak menahannya pergi? Aku tidak tahu, dunia tanpanya seperti neraka tak berujung."

Kalimati yang dalam dan menyesakkan, meloloskan air mata di sudut mata Sasuke. Bahkan seorang pria hebat dengan ambisi yang besar seperti Uchiha Sasuke dibuat luluh lantah hanya karena kehilangan seorang wanita. Namun bukankah hal tersebut dianggap wajar? Bagaimana bisa ia kehilangan wanita yang selalu berada di sisinya dan mengerti dirinya? Sampai Sasuke tak punya pemikiran sedikitpun jika wanita itu akan benar-benar menghilang dari sisinya bahkan pandangannya.

Bodoh. Sasuke tahu, ia bodoh karena harusnya ia menjaga wanita itu untuk tetap di sisinya setelah kehilangan wanita itu sekali. Bodohnya ia yang melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Semuanya juga karena kebodohannya, terlambat menyadari betapa wanita itu berarti baginya.

"Kami pertama kali bertemu di aula itu. Ia mengenakan kemeja berwarna biru muda yang kebesaran, meloloskan beberapa kancing sampai kaos putih yang ya kenakan terlihat. Hari itu ia mengenakan celana panjang dan sneaker berwarna putih. Namun tetap saja warna rambut merah mudanya begitu mencolok diantara kumpulan mahasiswa. Sialnya dia begitu mencolok sampai aku menyadari bahwa ia begitu cantik dengan rambut yang disanggul menggunakan pulpen. Aku tahu ia sedikit berantakan hari itu, khas mahasiswa tahun terakhir namun saat ia mengangkat tangan untuk memberi pertanyaan, aku tahu dia genius sampai aku terpukau karenanya," cerita Sasuke pelan, terbayang kali pertama mereka bertemu.

Sasuke bisa mengingat dengan jelas ingatan di hari itu bahkan Sasuke ingat gelang kupu-kupu berwarna merah muda yang dikenakan oleh wanita itu pada pergelangan tangan kanan sementara di tangan kirinya melingkar sebuah jam berwarna perak. Sasuke mengingat semuanya dengan jelas bahkan sampai dimana resume wanita itu mendarat di mejanya. Tak butuh waktu dua menit bagi Sasuke untuk menerima wanita itu sebagai sekretarisnya, Sasuke bahkan tak melihat semua riwayat membanggakan yang terjejer rapih di CV wanita itu.

Saat wanita itu kembali muncul di hidupnya sebagai sekretarisnya, Sasuke ingat ia mengenakan rok dua centimeter di atas lutut dan terlihat sedikit canggung karena sepertinya ia jarang mengenakan rok. Harus Sasuke akui, mengenal Sakura adalah sebuah keajaiban di hidupnya. Sakura itu wanita kompeten dan mudah beradaptasi, ia juga genius karena itu Sasuke menyukainya dan Sasuke pikir itu karena ia senang memiliki karyawan yang kompeten. Namun tentunya itu salah.

"Harusnya aku mengatakannya, bahwa aku sangat, sangat mencintainya lebih dari apapun di dunia ini," gumam Sasuke pelan.

Suasana di dalam kamar tidur itu menghening kembali. Naruto di tepi kasur tampak mengepalkan tangannya erat-erat. Ia benci kenyataan ia tak tahu harus berbuat apa karena berdasarkan logikanya, Naruto ingin menerjang Sasuke menggunakan pukulan beribu-ribu kali karena begitu lemah hanya karena kehilangan satu orang wanita. Namun ia juga tahu, itu tidak ada artinya. Sasuke seolah siap mati bahkan ia sudah beberapa kali dibawa ke rumah sakit karena terlalu banyak mengkonsumsi alkohol.

Naruto menghembuskan nafasnya kasar. "Bangunlah, kau tidak bisa terus begini. Aku akan membantumu mencari Sekretaris Haruno karena itu bangunlah. Kau ingin Sekretaris Haruno melihat kondisimu yang seperti ini saat ia kembali nanti?"

"Apa dia akan kembali? Dia seperti kupu-kupu yang terbang bebas," sahut Sasuke pelan, cukup membuat Naruto memijat kepalanya sendiri yang semakin pening karena tingkah sahabat baiknya itu.

"Teme bangunlah, lakukan sesuatu. Pertunanganmu ada di depan mata, kau akan terus seperti ini?" ucap Naruto jengkel, mengungkit rencana pertunangan Sasuke dan Hinata yang sudah begitu dekat.

"Kau saja," ucap Sasuke pelan tanpa minat, cukup untuk membuat kening Naruto berkedut mendengarnya karena Naruto juga tidak mau. Setelah mendengar apa yang Hinata perbuat, Naruto langsung merasa jijik bahkan pada dirinya sendiri yang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan wanita itu.

"Oke lupakan itu, setidaknya lakukan sesuatu. Kau tidak melakukan apapun selama ini. Bukankah kau juga berjanji menemukan putri Walikota Senju? Ayo cari dia, setidaknya lakukan sesuatu dibandingkan berbaring seperti orang gila di sini," bujuk Naruto dengan nada jengkelnya.

The Fuzzy ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang