Chapter 41 : Building Bonds Isn't Easy

1.2K 100 11
                                    

Langit malam terhampar di atas kota, memancarkan cahaya remang-remang dari gemerlapnya bintang-bintang yang berserakan. Sasuke duduk di sofa, memandang langit yang tenang dari jendela besar di depannya. Di sisinya, Ryuu terbaring di sofa dengan wajah yang pucat, terengah-engah karena demam yang tak kunjung reda. Sasuke merasa cemas, merasakan beban tanggung jawab yang besar terhadap keadaan Ryuu. Dia ingin membantu, ingin merangkulnya, tapi dia tahu, itu tidak akan mudah.

Sejak pertama kali bertemu, Sasuke berusaha keras membangun hubungan dengan Ryuu. Namun, setiap usahanya tampaknya bertemu dengan dinding yang kokoh. Ryuu terlihat tertutup, sulit untuk menunjukkan perasaannya, terutama kepada Sasuke. Baginya, Sasuke adalah sosok baru yang harus dicurigai, tidak seperti Gaara yang telah menjadi bagian dari hidupnya sejak lahir. Di sisi lain, Ryuu menyimpan sedikit kebencian dengan dugaan jika pria itu memperburuk hubungan kedua orangtuanya.

Namun, Sasuke tidak menyerah begitu saja. Dia begitu tulus ingin dekat dengan Ryuu, ingin menjadi bagian dari hidupnya. Bahkan saat Ryuu demam di malam hari, saat Sakura sibuk bekerja di tokonya, Sasuke tetap berusaha membantu.

Tanpa ragu, Sasuke menggendong Ryuu yang pucat dalam pelukannya. Dia membungkusnya dengan selimut tebal untuk menjaga kehangatan tubuh kecil itu. Sasuke mengusap lembut punggung Ryuu yang terasa panas, mencoba menenangkannya, meskipun dalam hati, kecemasan memenuhi setiap detiknya.

Sasuke mengangkat Ryuu dengan hati-hati, meninggalkan rumah dengan langkah tergesa-gesa. Dia melangkah keluar ke malam yang sepi, mencari taksi untuk membawa mereka ke rumah sakit terdekat. Namun, di tengah jalan, mereka dihadang oleh kemacetan panjang karena kecelakaan lalu lintas.

"How long will this traffic jam last, Sir? My child doesn't seem to be able to take it anymore," ucap Sasuke menyiratkan kekhawatiran, merasa dirinya tak bisa menunggu lebih lama lagi di tengah kemacetan itu.

"Sorry Sir. Looks like this will last a long time," jawab supir taksi itu membuat Sasuke menggetarkan gigi-giginya, tak menyukai situasi ini.

Tak ingin menyerah, Sasuke memutuskan untuk berjalan kaki. Dia membawa Ryuu dalam gendongannya, menghadapi dinginnya malam yang menusuk tulang. Langkahnya mantap, meskipun hatinya berdebar-debar dalam ketegangan. Ryuu terus merintih lemah, membuat Sasuke semakin cemas akan kondisinya.

Selama dua puluh menit yang terasa seperti satu abad, Sasuke berlari tanpa henti menuju rumah sakit. Setiap napasnya terasa berat, tapi dia tetap bertahan, membawa Ryuu dengan sekuat tenaga. Ketika mereka akhirnya sampai, Sasuke merasa lega, tapi kekhawatiran masih membayangi pikirannya.

"Please, please. My son!!" teriak Sasuke.

Nafas Sasuke tersengal-sengal, ia berusaha untuk bernafas sementara Sakura sudah menunggu di rumah sakit, dia datang lebih dulu karena jarak rumah sakit dengan toko bakerynya tidak terlalu jauh. Wajahnya penuh kekhawatiran saat melihat kedatangan Sasuke dan Ryuu. Dia segera mengambil alih, membawa Ryuu ke ruang perawatan yang tersedia. Sasuke menyaksikan semua itu dengan hati yang berdebar, tak bisa membayangkan apa yang sedang dirasakan Ryuu dalam momen ini.

Saat Ryuu diperiksa oleh dokter, Sakura berada di sampingnya, mengelus rambutnya dengan lembut, mencoba menenangkan putranya. Sasuke hanya bisa menatap dari kejauhan, merasa dirinya tidak berguna dalam situasi ini. Tapi, dia tahu, dia harus tetap kuat, harus mendukung Sakura dan Ryuu sebaik mungkin.

Ketika Ryuu akhirnya sadar, wajahnya masih pucat tapi matanya sudah berseri-seri. Dia menatap Sakura dengan senyuman kecil. "Mommy."

"Oh anakku, syukurlah," ucap Sakura penuh rasa syukur.

Di tengah Ryuu yang akhirnya sadarkan diri itu, Sasuke menampakkan dirinya. Pria itu perlahan mendekat, melihat wajah pucat putranya di atas tempat tidur. Sampai bola mata onyx Ryuu yang senada dengannya menatapnya.

"Terima kasih, Uncle," ucapnya dengan suara lembut, wajahnya memerah karena gengsi.

Saat Ryuu mengucapkan terima kasih, Sasuke merasa hangat di dalam hatinya. Dia tersenyum lembut kepada Ryuu, lalu memandang Sakura dengan tatapan penuh arti. Mereka berdua tahu bahwa meskipun perjalanan mereka belum selesai, setidaknya mereka telah mengambil langkah kecil menuju kedekatan yang lebih baik.

"Kita harus bersyukur bahwa semuanya baik-baik saja," ucap Sakura, suaranya dipenuhi dengan rasa lega. "Terima kasih, Sasuke. Kau telah membantu Ryuu dengan baik."

Sasuke hanya mengangguk, rasa syukur dan kelegaan juga terpancar dari matanya. "Tidak perlu berterima kasih, Sakura. Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan."

Tetapi meskipun saat itu semuanya terasa tenang, Sasuke masih merasa ada sesuatu yang belum terselesaikan. Dia tahu bahwa kehadiran Ryuu dalam hidupnya adalah suatu anugerah, tapi ada rasa penasaran yang mengganjal di dalam hatinya. Dia ingin tahu lebih banyak tentang Ryuu, tentang hubungan yang terjalin antara mereka.

Setelah meninggalkan rumah sakit, mereka berdua memutuskan untuk kembali ke hotel. Sementara Sakura sendiri karena belum memiliki tempat tinggal yang pasti pada akhirnya memutuskan untuk tinggal di hotel terlebih dahulu. Di waktu yang tepat Sasuke mengusulkan hotel tempatnya menginap dengan dalih agar ia bisa bertemu Ryuu dan membangun hubungan sebagai ayah dan anak.

Di sepanjang perjalanan Sasuke menggenggam tangan Ryuu dengan lembut, menawarkan dukungan yang hangat. Ryuu merespons dengan senyuman kecil, tanda bahwa dia mulai merasa nyaman dengan kehadiran Sasuke di sekitarnya.

Saat mereka tiba di kamar hotel Sakura, Sakura segera menuju dapur untuk menyiapkan minuman hangat bagi Ryuu. Sasuke dan Ryuu duduk di sofa, suasana tenang menyelimuti mereka. Tidak ada kata-kata yang terucap, tapi kehadiran mereka berdua sudah cukup untuk saling menguatkan.

Sasuke merenung, memikirkan langkah apa yang harus diambil selanjutnya. Dia ingin lebih mendekati Ryuu, ingin memahami lebih dalam tentang anak itu. Tetapi dia juga tahu bahwa proses itu akan memakan waktu, dan dia harus bersabar.

Sakura kembali dengan segelas cokelat hangat untuk Ryuu, lalu menatap Sasuke dengan tatapan yang penuh rasa terima kasih. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi tanpa bantuanmu tadi malam."

Sasuke tersenyum, merasa bahagia karena bisa membantu. "Kau tahu aku akan selalu ada untuk kalian berdua."

Ryuu tersenyum, mencicipi cokelat hangatnya dengan lahap. Meskipun dia masih terlihat lemah, tetapi senyumnya membawa kebahagiaan bagi mereka berdua. Sasuke merasa hangat di dalam hatinya, melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah Ryuu. Dia tahu bahwa proses membangun hubungan dengan Ryuu tidak akan mudah, tapi dia juga yakin bahwa dengan kesabaran dan cinta, semuanya akan menjadi mungkin.

Malam itu, mereka bertiga duduk di sofa, menikmati kehangatan yang tercipta dari kebersamaan mereka. Meskipun tantangan masih menunggu di depan, tetapi dengan saling dukung dan cinta, mereka akan bisa menghadapinya bersama-sama. Dan dengan pikiran itu, Sasuke merasa lega, karena dia tahu bahwa dia tidak sendirian dalam perjalanan ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Fuzzy ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang